"Surprise!!"
Dia merentangkan tangannya lebar-lebar yang kubalas dengan tatapan datar. Menyesali kepolosanku tadi dan berpikir adia tidak akan menyusulku. Aku memilih tidak menanggapi dan langsung menuju kamarku. Setelah membuka kamar, Hardi langsung masuk tanpa beban. Dia mengusap pelan puncak kepalaku dan berdiri dengan senyum di depanku.
"Ngapain lo kesini?"
Hardi ganti mengabaikanku dan langsung mengitari kamar ini dengan mengangguk-anggukkan kepala. Dia juga memeriksa toilet sebelum membalikkan badan menatapku. "Liburan," dia merebahkan dirinya di tempat tidur. "Kenapa lo pesannya studio sih? Apa bedanya sama hotel kalau begini coba?"
Dia memang orang yang paling tidak tahu diri. Aku menarik kursi dan duduk di depannya sembari melipat tanganku. Menandakan dengan jelas aku tidak cukup menyukai apapun yang dia lakukan saat ini.
Masih dengan tatapan tak bersalah, dia hanya memberikan tatapan polos padaku.
"Untung masih ada tiketnya! Gue hampir mikir naik kereta kesini."
Aku diam. Membiarkannya berbicara sendiri.
Merasa tidak ditanggapi sama sekali, dia akhirnya mendudukkan dirinya dan menatapku lama. Keningnya sedikit mengerinyit sedang wajah jenakanya sudah tidak bisa dia sembunyikan lebih lama lagi "Daripada lo solo traveling ... lebih baik gue temenin, ya kan?" Aku semakin menatapnya penuh keheranan.
"Lo udah makan?" Tanyaku, tentu saja berbasa-basi. Sekaligus mengalihkan matanya yang kemana-mana untuk menatap mataku. Nah kan, matanya tidak mampu melirik mataku lebih dari lima detik, dia pasti merencanakan sesuatu.
"Belum. Gofood yuk!" dia mengeluarkan ponsel dari saku celananya kemudian mendekatkan dirinya padaku. "Lo mau pesan apa?"
"Gue habis makan."
"Oke," begitu santainya dia karena semakin asyik memilah milih makanan melalui ponselnya. Aku menggelengkan kepala melihat kelakuannya yang ajaib seperti ini.
"Lo nginap dimana?"
Akhirnya aku menanyakan hal yang benar-benar ingin kutanyakan saat dia pertama kali masuk ke dalam apartemen ini.
"Di sini."
"Unit berapa?" Tanyaku mencoba positif thinking.
"Gue belum pesan apapun. Gue tidur di sini ya?"
Aku baru melepaskan tas kecil dari bahuku dan langsung melemparkan kepadanya. "Cari tempat lain! lo enggak lihat bednya cuma satu?"
Hardi langsung menangkap tasku dengan tanggap. "Emang kapan sih gue kurang ajar sama lo. Lagian kita juga pernah satu kamar bareng."
"Bukan begitu, Hardi," Terangku cepat. Dulu kan kami tidak memiliki apapun yang membuat rumit. Menggunakan hotel capsul saat trip ke singapura, bukan benar-benar sekamar seperti ini.
Sebentar, memangnya sekarang ada?
Hardi menatapku pelan. "Emang apa bedanya dulu sama sekarang? Dulu juga kita cuma berdua di ruangan itu." Dia tersenyum miring memandangiku. "Yahhh.. kecuali lo yang nerkam gue pas malam tiba-tiba sih." Membuatku langsung berdecih.
"By the way, Gi. Gue enggak nolak kok."
Aku menggelengkan kepala. "Enggak usah sok ceria lo." Sudah mulai kesal dengan tingkahnya. Aku mengeluarkan koperku dan mengambil baju tidurku. Tidak lagi menanggapi Hardi. Karena yang ingin kulakukan saat ini adalah mandi dan menenangkan pikiranku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Allure | ✓
General FictionF-Universe #1 Gianny Andin Jovanca percaya bahwa sebenarnya perempuan dan laki-laki bisa 'hanya' sebatas sahabat. Setidaknya sampai Hardi datang kembali ke kehidupannya dan menawarkan sesuatu yang lain. Masalahnya bukan pada Hardi, tetapi pada dirin...