Part 18

15.8K 2.4K 129
                                        



"Kalau gue bilang gue mau lo menghentikan semuanya, lo mau dengerin gue?"

"Enggak." Dia masih menuruti egonya dan membuatku menggelengkan kepala.

"Ngapain nanya?!"

Ekspresi Hardi yang kesal tadi langsung melunak. Aku tersenyum miring menatapnya dan kembali membuka laptopku. Aku sedikit mencuri lihat ekspresinya sebelum fokus pada mind map yang kukerjakan dari tadi.

Pemuda di depanku ini tidak menjawabku sama sekali, kemudian dia tersenyum kecil -mungkin menyadari kebodohannya sudah marah-marah tidak jelas. Dia pikir aku tidak mempelajari dirinya selama lima tahun terakhir ini?

Kami kan sama saja, sama-sama keras kepala.

"I'm sorry."

"I always do," aku berdecih. Menghadapi kemarahan Hardi tidak sesulit menghadapi kemarahan laki-laki lain. Dia lebih cepat sadar dan mudah meminta maaf. Mungkin salahku juga tadi karena terlalu memancing perdebatan. Dia berpindah tempat kesampingku kemudian menyandarkan kepalanya di bahuku.

Seperti anak kecil, dia mengucapkankan dengan penuh penyesalan. "Maaf, Gi. Gue enggak sadar udah marah-marah." Aku hanya tersenyum tipis dan mengusap pipinya pelan.

"Udah, maaf tadi gue mancing juga."

***

Hardi berdecak saat melihatku memainkan remote TVnya, aku menyetel drama di televisi itu dan duduk di atas sofa sambil menyilangkan kaki. Dia menggelengkan kepalanya tak percaya, namun akhirnya bergabung bersamaku. Mulai minggu depan, interior Hardi akan dilakukan perombakan, dia akan pindah unit sementara. Beberapa perlengkapan akan kami cari akhir minggu nanti. Rencananya, apartemennya akan selesai dalam waktu satu bulan. Karena memang, aku tidak melakukan desain yang mengubah secara keseluruhan. Hanya perlu dilakukan perombakan cat dan mengganti dinding kamar dengan kaca hingga cahaya lebih banyak masuk.

Hardi merebahkan kepalanya di pahaku. Beberapa hari ini dia memang dikejar deadline dan hanya available saat malam hari, aku sendiri bukan perempuan manja yang selalu meminta dikabari, jadi aku tak terlalu masalah apabila tidak mengetahui kesehariannya.

Aku menonton serial drama korea terbaru yang hypes tahun kemarin -aku memang telat sekali menontonnya, menampilkan Hyun Bin sebagai aktor utama. Hardi sudah tahu aku benar-benar menyukai Hyun Bin, bukan fans fanatik tapi setiap film dan dramanya pasti kutonton.

Wajahku langsung tersenyum saat kamera mengarah pada aktor itu. Hardi langsung mencengkram wajahku dengan tangannya. Aku menyingkirkan dengan santai dan kembali menonton. Tetapi, lagi-lagi dia mengangguku.

Aku mendelik ke arahnya. "Apa sih lo?" Seruku galak.

Hardi tidak main-main membalasnya dia menungkup wajahku dan menarik wajahku agar mendekat ke arahnya.

"Lo ganggu gue banget ya?" Aku melepaskan tangannya dari wajahku dan membuat pertahanan dengan menyilangkan tanganku tanganku. Saat Hardi mulai jahil lagi, aku menarik napas panjang dan menatapnya.

"Apa?"

Hardi menutup matanya -pura-pura tertidur. Benar-benar seperti bocah tengik.

Aku kembali menonton drama dan kembali seulas senyum tergambar dari wajahku. "Ganteng banget tahu, Di? Enggak ngerti lagi gue," Aku melirik sekilas pada Hardi, dia membuka matanya dan memiringkan badannya hingga sepenuhnya menghadap televisi.

Hardi berdecak dan menatapku lagi.

"Berapa lama ini?"

"Sejam."

Allure | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang