Part 3

19.7K 2.7K 78
                                        


"Mas Hardi!"

Kami berdua akan meninggalkan aula saat suara yang kukenali menginterupsi. Aku membalikkan badan, menemukan Erlina mengejar kami berdua dengan sedikit tergopoh. Meskipun tampak kewalahan dia tetap anggun dengan balutan kebaya pas badan berwarna pink-nya. Terlihat cantik. Selera Hardi dari dulu memang tidak main-main.

Tidak juga sih, hanya Erlina yang lulus kualifikasi jadi pacar. Selama lima tahun berteman dengannya, aku tak pernah mendengar dia dekat dengan seseorang selain Erlina. Aku dan Juliana tentu saja aku tidak masuk dalam hitungan.

"Kenapa, Er?"

Erlina tampak sedikit kikuk dengan keadaan ini. Jangankan dia, aku saja seperti selingkuhan yang kedapatan jalan dengan pacar asli. Hatiku ingin kabur, tapi untuk apa aku kabur? Aku dan Hardi kan memang hanya sebatas teman.

"Apa kabar, Mas?"

"Baik," jawab Hardi sedikit dingin. Aku menggigit bibir untuk menahan tawa. Tidak biasanya Hardi sedingin ini, terlihat begitu aneh dan lucu. Tetapi, sangat tidak etis kalau aku tertawa sekarang, bisa-bisa Hardi akan menjitakku terang-terangan di depan Erlina.

"Kamu gimana?"

"Baik juga."

Baiklah sepertinya acara nostalgia mantan ini akan berlanjut. Lebih baik aku segera menyingkir dan tak mengganggu mereka. Kemana saja agar tak berada di antara mereka berdua. Baru aku akan melangkah mundur, Hardi kembali mengeluarkan suara. "Yaudah Er, kami pulang dulu ya. Masih ada urusan."

"Loh? Enggak seharian di sini?"

Nah kan! Hardi ini sedang kenapa sih? Kupikir ... kami juga akan lama berada di sini mengingat Erlan teman dekatnya.

Aku sibuk memikirkan sikap Hardi sampai tidak menyadari bahwa Erlina sedang memandangku, kemudian menatap Hardi lagi. "Kalian berdua...." ucapannya menggantung.

"Gue cuma dipaksa nemenin aja, Er. Tenang aja, enggak ada apa-apa!" potongku sekenanya. Hardi mendelik mendengar penjelasanku dan tersenyum tipis pada Erlina.

"Mari, Er. Pamit ya?" Ia tak menunggu tanggapanku dan menarikku dengan cepat. Membuatku yang sedang memakain heels kesusahan untuk mengikutinya. Aku menghentak tanganku dengan keras saat kami sudah berada di luar aula.

"Kalau masih sayang tuh jangan gengsi," sungutku kesal, mengusap tanganku yang ditariknya tadi dan menatap kearahnya dengan tajam. Dia mengabaikanku dan tetap berjalan ke arah lift. Sedangkan aku mengekor dibelakangnya. Laki-laki menyebalkan itu memasukkan tangan kanannya ke dalam saku celana.

Aku bisa merasakan beberapa orang turut menatap ke arah Hardi. Dari segi penampilan, apalagi setelah Hardi bertransformasi menjadi sultan, dia mengalami peningkatan selera fashion yang bagus. Tiba-tiba saja orang-orang mengatakan dia tampan. Aku tidak menyadarinya sama sekali.

Bagiku dia sama saja. Ya tampan, tapi tidak membuatku menjerit juga. Lagipula, dipandanganku, semua teman-teman laki-lakiku ya seperti itu saja. Tidak ada yang terlalu membuatku terpesona.

Hardi menarik napasnya lelah. Aku memilih berhenti untuk membaca dirinya. Sebenarnya, Hardi memang tipe pendiam. Dia selalu lebih banyak mendengarkan daripada berbicara. Namun berhadapan denganku yang selalu mencari ribut membuatnya mau tak mau membuka suara. Hardian seolah memiliki kepribadian berseberangan jika berhadapan denganku dan aku terbiasa dengan dia yang bawel dan jahil daripada dia yang pendiam seperti ini.

"Are you okay?"

"Butuh sandaran nih."

Aku mendengkus. "Tuh dinding. Ketemu mantan aja langsung lemes!" aku memberikan komentar nyelekit diiringi memberinya jempol ke bawah. Hardi terkekeh dan mengacak cepolan rambutku.

Allure | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang