Part 29

25.8K 2.5K 184
                                    



Acara pertunangan yang singkat dan pernikahan yang diadakan dua bulan kemudian membuat waktuku dan Hardi seolah berlomba. Ditengah kesibukan kami berdua, apalagi Hardi yang terus keluar kota karena pekerjaan membuat persiapan pernikahan ini semakin kacau. Aku hampir stres mempersiapkan semua ini sendirian.

"Aku sudah otw—"

Aku mematikan sambungan telepon Hardi begitu saja karena dia tidak bisa diajak berkompromi sama sekali. Membuatku kesal saja. Dua detik kemudian, dia kembali meneleponku.

"Gia sayang."

"Hm."

"Bentar lagi aku balik ya?"

"Iya, cepetan."

"Sabar ya? Kan mau cuti."

Aku hanya bisa menyabarkan diri dan meeting bersama WO sendirian. Beberapa berkas persiapan pernikahan sudah selesai, tinggal diantarkan saja. Bahkan saat aku pergi ke kantor KUA petugasnya menggodaku karena tidak ada pasangan. Aku sudah lelah sebenarnya, tapi semua ini benar-benar harus kulakukan.

Saat Hardi ada di depanku, aku hanya bisa memasang wajah masam karena terlalu lelah. Bolak-balik Jatiuwung-Jakarta juga membuat emosiku semakin tidak stabil dan hampir melimpahkan semuanya pada Hardi.

"Gi?"

"Hm."

"Apalagi yang belum?"

"Banyak." Belum menyicip menu katering, belum fitting baju terakhir, belum lihat cetakan undangan, belum urus cenderamata, belum meeting terakhir dengan WO, belum ketemu MUA dan henna yang pas, belum semuanya! Tapi aku menahan egoku mengatakan semuanya karena dia juga sudah lelah karena baru pulang dari Ternate setelah sebelumnya ada di Medan.

"Besok kan harus balik ke KUA trus ada jadwal suntik."

"Besok aku temenin ya?"

"Dari kemarin kek!" Akhirnya kelepasan juga.

Dan hampir setiap minggu seperti itu. Aku juga paham dengan pekerjaan Hardi yang tidak bisa ditinggal sama sekali, dia juga harus pergi bolak-balik Sumatera-Kalimantan-Sulawesi dan hanya menyisakan waktu satu hari dalam seminggu, membuatku benar-benar lelah. Belum lagi ceramah dari Tante Tere, Mamaku, Kak Alia dan Kak Ananta agar konsumsi vitamin agar cepat dapat momongan.

Benar-benar membuatku tertekan saja.

Hardi yang biasanya menjadi sasaran omelan dan keluhanku hanya bisa menabah-nabahkan diri. Untung saja dia selalu bersabar menghadapiku, kalau tidak mungkin dia sudah kabur duluan.

***

"Itu apa?" Tanya Hardi saat kami video call, harus dipingit katanya tidak boleh lagi bertemu. Aku menurut saja daripada riweuh dan ribet, besok akan menikah, aku belum merasakan perasaan gugup apapun.

"Itu minuman apa?" Tanyanya lagi ketika aku hanya menunjukkan gelas.

"Susu hamil."

"Kamu kan belum hamil?"

"Enggak tahu, disuruh minum."

Hardi menahan senyum melihatku seperti itu.

"Enggak usah ketawa!" Sungutku.

"Iyaa, aku juga udah latihan ini buat besok." Baru aku terkesiap dan menatap wajahnya yang sedikit berseri.

"Sudah lama juga ya kita videocallan terus."

"Enggak apa-apa, mulai besok kan ketemu setiap hari."

"Gi, ayo hennanya sudah datang loh." Kak Ananta menginterupsi panggilan videoku dengan Hardi, aku menatap Hardi dengan lelah.

Allure | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang