28 - Lunatic

285 41 0
                                    

⚠⚠⚠


______________

Sebuah gedung berdiri kokoh di depan. Jieun bersyukur karena ayah dan adiknya tidak ditempatkan di tempat yang menjijikkan seperti penculikan pada umumnya. Setidaknya tempat penculikan yang elit itu pantas. Ia tidak bisa membayangkan jika tempat penculikan kumuh dan tidak terawat. Kalau dipikir-pikir siapa yang mau membersihkan tempat penculikan? Penculik akan merasa tidak aman walaupun hanya pelayan yang akan membersihkan tempat tersebut. 

Tempat itu memang mempersilakan Jieun untuk memasuki akses tanpa dihalangi apapun. Awalnya, tidak mempersilakan mobil Jungkook untuk masuk. Namun, setelah penjaga tahu bahwa ia sedang membawa Jieun, mereka langsung mempersilakan. Jieun dan Jungkook berjalan masuk ke dalam gedung. Melihat-lihat sekilas bangunan yang sedang mereka masuki. Begitu berkelas. Siapa yang berani mengeluarkan uang untuk tempat seperti kalau hanya digunakan untuk hal-hal kriminal? Tempat ini memang dikhususkan untuk hal itu. Jelaga Jieun dapat melihat dari kaca transparan, di dalam ruangan tersedia berbagai alat untuk memotong, memutilasi, bahkan menyiksa. Entah itu untuk hewan atau manusia yang pasti ini kejam. 

Tiba di setengah jalan, Jungkook dicekal oleh seorang penjaga. Melarangnya untuk mengikuti Jieun lebih dalam. Jungkook menatap Jieun. Tentu tidak tega jika harus membiarkan Jieun berjalan sendiri sampai menemui penjahat. Ada perasaan khawatir yang terus menghantui Jungkook. Jieun mengangguk meyakinkan sebab Jungkook belum melepaskan genggaman tangannya. Dengan perasaan tidak tega setengah mati, pemuda itu melepaskan genggaman tangannya. Membiarkan Jieun berjalan lebih dalam, sendiri. Pun penjaga belum melepas cekalan tangannya di lengan Jungkook. Jelaga Jungkook tak melepaskan presensi Jieun sama sekali. 

Sedangkan Jieun ia terus berjalan masuk mengikuti seorang penjaga yang semula berdiri mengawasi Jungkook dan Jieun. Sebuah pintu yang tingginya kurang lebih 2,5 meter menantinya. Seseorang membukakan pintu untuknya. Masuklah ia ke sebuah ruangan yang penuh dengan kaca transparan. Sepertinya ruangan ini memang sengaja di desain begitu. Seperti sebuah pertunjukan, sebuah tirai tinggi nan lebar terbuka. Menampakkan dua orang yang sangat Jieun sayangi tengah diikat dengan luka lebam di sekitar tubuhnya. Lantas Jieun segera berlari untuk menyelamatkan. Sayangnya ia menabrak kaca transparan yang ia sendiri tidak menyadari bahwa ada kaca besar, memisahkannya dengan ayah dan adiknya. Jieun menggedor-gedor kaca tersebut seperti menggedor pintu. 

"Buka! Jangan sakiti mereka! Buka!" teriaknya histeris. Tidak ada penjaga yang melihatnya berniat untuk merespon tindakan Jieun. 

Kaca di depannya terlalu kuat. Pun ia tidak bisa mendengar apapun suara dari dalam sana. Sesekali ia bertanya-tanya, mereka sedang dipisahkan oleh kaca besar atau dirinya yang sedang menonton layar. Tidak, Jieun menepis pikiran itu. Jelas mereka terpisahkan oleh kaca besar yang sialnya Jieun melihat ayah dan adiknya mendapatkan banyak luka lebam. Jieun menitikkan air matanya sambil terus berteriak tak kenal lelah. Pipinya sudah banjir akan air mata. 

"Aku sudah di sini! Bunuh aku! Lepaskan mereka! Buka kacanya! Buka!" Jieun terus menggedor kaca transparan yang kuat. 

Tenggorokannya tercekat, matanya membulat. "Jangan!" teriaknya sembari menangis. Frustasi. Ia terlampau kesal karena terhalangi kaca. Leher Sang Ayah ditarik oleh sebuah tali yang semula sudah dikalungkan. Ditarik kuat hingga kepalanya membentur lantai dengan keras.

Jieun memekik begitu keras ketika hal itu terjadi juga pada adiknya. "Hei pengecut! Buka! Kau pengecut! Aku sudah di sini! Lee Jieun sudah di sini! Kau menginginkan aku bukan mereka!" teriaknya tidak putus asa.

Jieun semakin jengkel. Tubuhnya tak bisa membohongi. Ia kesal, frustasi, menjadi begitu lemah. Kini bukan Jieun yang angkuh dan selalu berdiri tegap meninggikan kepala. Jieun yang saat ini adalah Jieun yang lemah. Menyaksikan orang-orang tercintanya disiksa. Ia sibuk mencari-cari besi. Berencana akan memecahkan kaca lebar di depannya dengan besi, Namun, tak satupun yang ia temukan. Ruangan ini tidak ada barang apapun kecuali sofa panjang tak terawat. Ia merogoh sakunya, namun sebuah suara membuatnya berhenti.

Sweet But Psycho [M] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang