7 - The Bullet

831 115 5
                                    

Dengan tampang tak berdosanya Jungkook duduk dengan membuka kakinya lebar dan tangannya ia rentangkan pada sandaran sofa. Bukannya menuruti permintaan Jieun, ia semakin membuat Jieun merajuk padanya. Tontonan layar di depannya semakin menarik perhatiannya. Entah mana yang lebih menarik untuknya saat ini.

Sedangkan Jieun menyilangkan tangannya di depan dada. Memasang wajah kusut dan menatap layar televisi dengan kesal. Tak mau menatap ke Jungkook. Kesal. Ingin mengusir Jungkook dari apartemen ini, katanya. Tapi ini milik Jungkook. Ini semua juga kehendak ayahnya. Tak mungkin dia membangkang. Ia tak mau menjadi contoh yang buruk untuk adiknya. Itu sangat memalukan baginya.

Menjadi anak sulung memang tidak mudah. Menjadi anak kepercayaan juga tidak mudah. Terkadang tidak semua kepercayaan itu bisa kita hadapi dengan senang hati. Ia merasa ini ada pada dirinya. Dimana ia juga tak bisa untuk menolak permintaan Sang Ayah. Lidah Jieun kelu untuk membangkang ayahnya. Ia juga tak punya argumen yang bisa meyakinkan Ayahnya.

Perempuan itu beralih memikirkan sesuatu. Memutar - mutar otaknya supaya mendapatkan suatu cara. Memaksa otaknya untuk berpikir. Tak sampai lama, Jieun menemukan suatu cara.

"Jungkook-ah," panggilnya mengalihkan atensi Jungkook dari layar televisi.

"Hm?"

"Apa Ayah membuat kesepakatan bersamamu tentang aku yang benar - benar diserahkan padamu?"

Jungkook tidak bodoh. Ia mengerti sekali maksud Jieun. Sampai - sampai ia terkekeh. Menilik manik Jieun dengan mata sipit karena tertarik oleh sudut bibirnya. "Pokoknya, aku akan melindungimu. Noona, kau tahu kan kalau dunia bisnis tidak semulus itu?"

"Tidak begini juga."

"Aku mencintaimu."

"Aku tidak bertanya tentang itu." Jieun melengos. Sedikit menyunggingkan seringainya. "Katakan apa kesepakatan itu."

"Kau akan ku lindungi."

"Mengapa harus dilindungi? Memang aku ini siapa? Barang yang sangat berharga?" Jieun mencebikan bibirnya.

"Noona, kau itu lucu sekali. Jadi ingin cium."

Jieun semakin tidak mengerti lagi dengan lelaki yang duduk di sofa yang tegak lurus terhadap sofa yang ia duduki itu. Ia memijit pelipisnya lalu beranjak.

"Kau mau kemana?"

"Tidur."

"Noona, jangan pusing bicara denganku. Aku ini membuat candu loh." Jungkook menghalangi langkah Jieun. Menyombongkan dirinya yang menurut Jieun itu biasa saja. Kebanggaan macam apa ini?

"Terserahmu saja." Jieun mendorong tubuh Jungkook hingga limbung ke sofa. Tubuh Jungkook jadi terduduk di sofa dengan badan yang condong ke kiri. Menatap lesu Jieun. Usahanya untuk mengalihkan perhatian Jieun sia - sia.

Jieun melenggang pergi menuju kamar Jungkook. Tak memperdulikan lagi presensi Jungkook yang sedang menatap punggungnya. Persetan dengan keinginannya yang tidak mau seranjang dengan Jungkook. Ia hanya malas untuk meladeni bocah semacam Jungkook. Lihatlah ekspresinya sekarang, sangat pantas untuk disebut bocah. Merajuk lucu dengan bibir yang dimajukan dan matanya yang bulat itu membuatnya bertambah lucu. Andaikan saja Jieun melihatnya, ia akan gemas dengan wajah Jungkook sekarang.

Jieun setengah membaringkan tubuhnya di ranjang besar milik Jungkook. Kepalanya ia sandarkan pada dashboard ranjang. Membuka layar ponselnya lalu membuka - buka sosial media yang ia punya. Agar tidak tertinggal berita dari teman - temannya. Sesekali beralih membaca berita tentang bisnis.

Sebenarnya ia bukan tipe orang yang rajin membaca berita perusahaan. Namun keadaan mengharuskannya. Ia tidak mau gagal untuk diangkat menjadi presdir di perusahaan Ayahnya. Walau Sang Ayah sudah memperingatkannya berulang kali bahwa agar suami Jieun lah yang kelak mewarisi tahta Ayahnya karena Jieun tak mempunyai saudara laki - laki.

Sweet But Psycho [M] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang