30 - Goodbye

343 44 3
                                    

Seorang gadis segera berlari setelah meraih kasar mantelnya. Kegelisahan yang mengarungi tidak dapat ia sembunyikan. Setelah dirasa ada yang tidak berjalan mulus, gadis itu pun beberapa kali menghubungi seorang lelaki di seberang sana. Situasi sekarang adalah yang terburuk. Ia tidak akan berani untuk ikut turun. Pun ia tak pernah diminta. Namun, untuk saat ini, ia rasa harus turun lapangan. Beberapa nyawa sedang dalam genggaman. Ia tidak mau lawan merenggut nyawa yang lebih banyak dari keluarga yang ia lindungi diam-diam.

Kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya, rambut panjangnya menutupi setengah wajahnya membuatnya susah untuk dikenali. Segera ia membungkukkan badan untuk meminta maaf saat bahunya tak sengaja menyenggol bahu pejalan kaki. Berjalan dengan sangat tergesa-gesa sekaligus khawatir selepas turun dari mobil taksi. Matanya menangkap seseorang baru saja keluar dari gedung yang ia tuju. Bersembunyi di balik tembok adalah pilihannya. Mengawasi seseorang mencurigakan dengan satu matanya.

Setelah dirasa aman dan mobil di sana melesat pergi, gadis itu segera berlari menuju pintu utama. Benar yang dikatakan padanya, gedung itu sedang libur beroperasi. Terlihat sepi dan gelap. Karena ia tak punya akses untuk menyusul Namjoon, Ia pun berdiri menghadap CCTV terdekat. Ia berharap bahwa Namjoon melihatnya. Cara kurang efektif ini membuatnya gelisah hingga mencari lagi hal yang bisa membuat Namjoon melihatnya. Lelah karena terus berdiri, ia keluar gedung untuk membeli korek. Lantas ia kembali masuk ke gedung.

Tangannya menyobek kertas acak yang matanya temui. Menyeret kursi untuk menopang tubuhnya mendekati alarm kebakaran. Ia membakar kertas itu lalu mematikan apinya, Menyisakan asap yang tidak besar namun membuat alarm kebakaran berdering kemudian. Lantas ia turun dari kursinya dan berlari menghadap CCTV. Mengacungkan koreknya. Memberitahu Namjoon bahwa ia yang menimbulkan alarm kebakaran berbunyi. 

Berhasil! 

Namjoon segera menelepon gadis itu lewat telepon kantor. Gadis itu berlari ke meja resepsionis yang lumayan jauh dari tempatnya berdiri. Gedung yang besar itu lumayan membuatnya lelah.

"Keluar sekarang! Ada bom di sini!" titah Namjoon begitu gadis itu mengangkat teleponnya.

"Tidak Namjoon, kita akan membuka kuncinya. Mari pikirkan bersama-sama."

"Aku tidak mau kau mati! Keluar sekarang!" bentak Namjoon tetap menyuruh gadis itu untuk keluar.

"AKU BILANG TIDAK YA TIDAK!" Napas gadis itu memburu. Bukan hanya karena lelah berlarian, perdebatannya dengan Namjoon menimbulkan ia naik darah. Kalau di film animasi, mungkin kepalanya sudah keluar asap. "Kita pasti bisa membuka kuncinya. Kita hadapi bersama, Namjoon," imbuhnya lembut.

Terdengar helaan napas dari seberang sana. Gadis itu sangat berharap Namjoon bekerja sama dengannya. Namjoon harus bisa diajak kerja sama kali ini. Selain tidak ingin rencana dadakan yang mereka buat gagal, gadis itu tidak menginginkan jika nyawa Namjoon menjadi imbasnya. Ini adalah keputusan yang sulit dimana ia harus campur tangan dalam permasalahan dua keluarga yang sama sekali tak tahu menahu dirinya. Pun dirinya sebagai orang asing tak pernah dilirik karena Namjoon dengan pintar tidak menarik gadis itu sedikitpun dalam masalahnya.

"Kau bisa masuk sekarang." 

Gadis itu sangat girang mendengar jawaban Namjoon. Ia tersenyum lebar sebelum mengembalikan gagang telepon ke tempat asalnya. Lantas berlari menuju lift. Slah satu akses untuk karyawan di bagian depan memang mati jika sedang libur. Jadi siapapun dapat melewatinya. Sedangkan akses yang lain terkunci, akan terbuka kembali jika jam operasi kantor telah dibuka. Namun, Namjoon sengaja menguncinya meski mesin-mesin bawah tanah itu sedang bekerja karena keberadaan Namjoon di sana. Sangat kesal ketika mengetahui ada orang lain yang bisa membobol akses yang dikuncinya. Ia kira hanya ia yang bisa membukanya. Ternyata ada ahli yang mungkin saja lebih pintar darinya.

Sweet But Psycho [M] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang