19 - A Message

404 49 2
                                    

Jieun tertawa mendengar penuturan yang menurutnya serampangan itu. Tidak ada sesuatu yang mendasar hingga ia harus percaya dengan jawaban lawan. Tidak ada yang bisa Jieun percayai sekarang ini. Harus lebih berhati-hati dalam hal percaya dan percaya. Tentu saja musuh dalam selimut sudah Jieun pikirkan matang-matang. Diantaranya siapa yang sekiranya akan mengkhianatinya. Tidak sekarang, tidak secara instan. Itu mustahil. Jieun harus menyamar menjadi apa-apa yang baik dan mendekati banyak orang agar tahu rahasia apa dibalik orang itu. Lalu membandingkan seorang diri dimana dirinya akan merenungkan hal tersebut.

"Jika kau tahu tentang itu berarti kau juga menjadi saksi atas kematian ibuku. Bukan begitu?" tanya Jieun dengan satu sudut bibir yang ditarik.

"Atas dasar apa kau menuduhku begitu?" tanya pria itu.

Jieun kembali terkekeh sambil berjalan perlahan tanpa memutuskan kontak mata keduanya. "Lalu, atas dasar apa kau mengatakan bahwa itu Jungkook?"

Pria itu membalasnya terkekeh pula. "Aku tidak menuduh, memang kenyataannya begitu. Ia satu-satunya saksi yang tahu diantara kalian," ujarnya tanpa gentar meski Jieun sudah berjarak kurang dari satu meter di depannya. "Aku tidak punya waktu untukmu. Ku pastikan kau mendapat kiriman bunga akibat hal yang kau lakukan terhadap anak buahku." Pria itu membenahi letak kacamatanya, lantas berbalik dan membuka pintu mobil. Merogoh ponselnya memanggil bantuan agar anak buahnya yang terkapar dapat mendapat pertolongan yang lebih cepat.

Dia wanita, tapi tenaganya tidak main-main. Pikir pria itu setelah mengantongi kembali ponselnya.

Di sisi lain, Jieun sama sekali tidak menghentikannya. Ia tak mau terlalu gegabah untuk mengambil tindakan. Ingin melihat bagaimana jalannya alur yang begitu menyesatkan ini. 

Ponselnya berbunyi ketika ia ingin kembali ke mobilnya yang terparkir lumayan jauh dari tempatnya berdiri. Rupanya itu Bibi yang biasa mengurusi rumahnya dan Jungkook. Lantas ia segera mengangkatnya.

"Nona, maaf. Ada kiriman yang tidak lazim. Saya baru datang dan menemukannya di samping pot bunga,"  ujar Bibi itu di seberang sana.

Jieun memejamkan mata sebentar, menetralkan emosi yang meluap-luap. "Ya, Bi. Terimakasih. Jangan sampai Jungkook tahu."

"Baik, Nona."

Jieun memutuskan telepon secara sepihak. Jauh-jauh hari memang ia telah berpikir harus menerima hal-hal yang tidak lazim. Di pikirannya sudah banyak bercabang benda atau surat apakah itu. Pun penasaran yang sangat meluap-luap tak mau meninggalkan tempatnya. 

***

Jungkook setengah melempar ponselnya ke meja. Raut wajahnya terlihat sangat kesal. Ia menyisir rambutnya ke belakang hingga setengah menarik. Seakan mati rasa, rasa sakitnya terkalahkan oleh kekesalannya yang meluap-luap. Ingin pulang saja kalau begini. Melihat pemandangan indah yang pastinya memuaskan inderanya. Menjernihkan pikirannya yang terus yang berkalut-kalut tak kenal letih. 

Ia mengingat-ingat lagi rapat terakhir yang terjadi setelah penyerangan itu. Terbesit seribu tanya di dalam otaknya yang tak satupun dapat terjawab dengan benar. Hal-hal itu hanya mengganggunya saja. Sedetik kemudian ia mengantongi kembali kemudian beranjak dari kursinya. PIkiran kalutnya harus segera ia tenangkan. Merasakan bahwa banyak sekali jebakan yang ditodongkan padanya. Bahkan tak henti-hentinya meneror otaknya. Membaca isi pesan yang ia terima tak dapat sekalipun membiarkannya menghirup udara segar. Selalu salah dalam hidupnya. Rasanya bernapas pun salah. 

Alih-alih benar-benar pulang untuk sekedar mencari ketenangan mengingat Jieun tidak mungkin ada di rumah. Tampaknya gadis itu lebih sibuk dari perkiraannya. Sialnya ia bukan orang istimewa di hidup Jieun hingga bisa mengetahui apapun yang Jieun pikirkan. Pun adalah privasi Jieun yang tentunya harus Jungkook maklumi. Kakinya sempat terhenti di depan pintu lift setelah memencet tombol. Di sisi lain, dirinya ingin membicarakan semuanya kepada Seokjin. Menyampaikan hal tentu saja mungkin Seokjin bisa menebak atau malah sudah mengetahui maksud dari isi pesan yang Jungkook dapat. Warisan otak dari ibunya itu tidak kalah pintar dari Namjoon untuk memahami kode. 

Sweet But Psycho [M] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang