26 - Dossier

331 40 0
                                    

Awas salfok karena typo hihi


———————————

Pikiran gadis cantik bermarga Lee itu sedang kalut. Ia terus termenung dan melamun. Tak menanggapi Jungkook berceloteh untuk sekedar menenangkan. Mereka sedang menunggu Seokjin dan yang lainnya untuk datang. Ini sudah diluar kendali Jieun dan Jungkook sendiri. Keduanya sama-sama mempunyai rencana yang tak saling dibicarakan. Jieun maupun Jungkook sama-sama enggan untuk bercerita. Sama-sama ingin menyimpan sendiri. Namun, kenyataan membuat mereka semua berdiskusi demi melancarkan aksi. Pun Jungkook rindu bertarung. Kemampuannya ingin ia asah agar semakin pandai bertarung dan terlatih.

Jungkook berdeham. "Noo—"

"Aku pembunuhnya Jungkook."

Jungkook diam. Ia sempat teringat pertanyaan yang ia layangkan beberapa hari lalu. "Noona, aku tahu kau sedang kalut. Tapi jangan bicara sembarangan."

"Aku yang menabrak ibuku sendiri!" sentak Jieun menghadap Jungkook. Seperti ada sesuatu yang berhasil keluarkan dari dalam benak Jieun. Jieun menangis disertai amarah. Bahunya masih bergetar. Ia memeluk lututnya, menunduk semakin dalam. "Aku tidak mau membunuh Ayah dan adikku," ujarnya menangis tersedu-sedu. Ada rasa jengkel di setiap katanya.

Jungkook mendekat untuk sekedar mengelus kepala Jieun. Jungkook memilih untuk terus menenangkan daripada membuat pertanyaan yang mengundang amarah. Walau beribu jawaban sedang ia nanti. "Aku tidak akan menyalahkanmu," bisiknya.

Jieun mendongakkan kepalanya. Menatap Jungkook sendu. "Kau akan dipihakku?"

Jungkook mengangguk tulus. Sangat tulus. Jieun dapat melihat dari sorot matanya. "Aku tidak akan meninggalkanmu."

"Tapi kau saksi Jungkook. Kau jelas-jelas melihat kecelakaan itu. Aku yang menyetir mobil dan membuat kecelakaan itu. Aku pengecut, aku mengendarainya dengan cepat setelah kabur." Jieun sempat berteriak seraya menangis dalam pengucapannya. Ia kesal dengan dirinya sendiri. Frustasi hingga ingin membunuh dirinya sendiri. Rasa-rasanya ia adalah manusia yang tidak berguna untuk semua orang.

Jieun dihadapkan pilihan yang sangat sulit. Jika ia meminta ayah dan adiknya tidak dibunuh, maka perusahaan Seokjin dalam bahaya. Jika ia menyelamatkan perusahaan Seokjin, maka ayah dan adiknya akan tewas. Ia tak bisa egois dalam hal ini. Kalau bisa ia menyelamatkan kedua pilihan itu. Namun, sangat mustahil. Acap kali Jungkook merapalkan kata-kata agar Jieun tenang. Menghentikan tangisnya. Jungkook sungguh tidak tega.

20 menit kemudian Bibi Han datang dari pintu belakang,. Sempat terkejut mendapati Jieun acak-acakan. Awalnya Bibi Han mengira bahwa itu ulah Jungkook sendiri. Namun, ia menarik pikirannya ketika melihat mata Jieun yang merah. Seperti sebelumnya telah menangis hebat. Beralih untuk menatap Jungkook. Barangkali pria itu membutuhkan bantuannya. Jungkook menggeleng tanda tidak apa-apa. Jieun biarlah urusannya. Bibi Han mengangguk dalam diam. Kemudian ia melanjutkan langkahnya ke dapur.

Sayup terdengar di telinganya bel rumah Jungkook berdering. Bibi Han segera mengubah arah menuju pintu depan untuk membuka pintunya. Mempersilakan satu persatu kakak-kakak Jungkook untuk masuk. Seokjin berjalan paling depan mempercepat langkahnya. Ia melihat Jieun duduk lemas menyandarkan dagunya di lutut. Menekuk kaki di atas sofa. Jieun tak menyadari kehadirannya. Ia menatap kosong meja sembari sesekali mengusap air matanya.

"Aku telah menemukan sosok yang menelepon Sooyoung kemarin. Taehyung berhasil meminta rekaman blackbox ke pemilik mobil taksi." Namjoon sadar kalimatnya itu bukan sebuah basa-basi atau ingin menyadarkan Jieun bahwa mereka telah sampai.

"Ada sebuah pesan yang pelaku tuliskan. Sama dengan apa yang ia katakan di telepon. Seolah mengatakan bahwa Sooyoung tahu semuanya," Taehyung memperjelas kalimat Namjoon.

Sweet But Psycho [M] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang