32 - Avowal

421 40 10
                                    

Memang benar kata orang. Seseorang yang diperjuangkan lebih dulu, di kemudian hari akan ganti memperjuangkan—cinta. Bagi minoritas mungkin menganggap cinta itu hal yang mustahil. Manusia menjalin kasih berdasarkan cinta. Namun, mampukah mereka menjelaskan bagaimana bentuk cinta? Bagaimana wujud nyata dari cinta? Mengapa cinta begitu dicari? Mengapa cinta begitu berharga? Beberapa pertanyaan subjektif lainnya akan terus beriringan, seiring dengan jawaban yang tumpang tindih tiada ujung. Hanya dirinya sendiri yang mengerti jawabannya, dan mengetahui alasan mengapa pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa terhubung. Cinta itu hebat sekali.

"Noona..."

Jieun membuyarkan lamunannya. Ia menoleh ke presensi Jungkook. Duduk manis di sampingnya. Mulutnya ditekuk ke dalam hingga membuat pipinya menggembung. Hampir saja Jieun menggigitnya karena gemas. "Hm?"

Jungkook menatap dalam mata indah Jieun. Seperti inikah merasa dicintai? Apa dirinya tidak sadar jika ia juga sedang dicintai? Tapi, kapan cinta itu mulai? 

"Eum..."

Jieun memperhatikan Jungkook. Terlihat masih ragu dengan kalimat yang hendak dilontarkan. Dalam hatinya, Jieun tertawa keras karena Jungkook pasti akan malu untuk mengatakannya. Melihat ekspresi Jungkook kali ini seperti bukan Jungkook yang liar. Jungkook mengusap tengkuknya seraya melipat bibirnya. Jieun memutuskan untuk mencium bibir Jungkook. 

"Jangan ditekuk. Gemas," celetuk Jieun tanpa memalingkan tatapan dari bibir Jungkook..

Jungkook memang menurutinya. Namun, ia beralih mengerucutkan bibirnya. "Cium yang banyak," pintanya.

"Tadi malu-malu, sekarang minta cium banyak-banyak. Cepat katakan apa yang ingin dikatakan."

"Cium dulu yang banyak agar mengatakannya dengan semangat."

Bibirnya diserang ciuman bertubi-tubi. Sampai-sampai wajahnya maju mundur seiring dengan mendaratnya bibir Jieun. Jungkook tersenyum gembira setelahnya. "Noona nakal sekali, ya!"

"Cepat katakan!" kesal Jieun.

"Wow, sekarang galak! Koo jadi takut," tuturnya berpura-pura takut. Dahinya berkerut, mulutnya tertarik ke bawah, kedua telapak tangannya menutupi wajahnya. 

"Galak ke kelinci kecil agar tidak nakal." Jieun menaikkan satu alisnya. 

"Noona kalau galak cantik. Koo mau digalakin setiap hari."

Jieun tertawa mendengarnya. Sungguh, ia terlampau gemas dengan Jungkook saat ini. Meski bertele-tele yang membuat Jieun tidak suka, Jungkook dengan cepat mengubah suasana hati Jieun. Seseorang yang berani bertaruh nyawa demi keluarganya itu membuat Jieun berpikir kembali. Kendati saudaranya yang lain melakukannya, Jieun merasa Jungkook itu istimewa. Berani memberontak hingga seluruh tubuhnya sakit. Luka akibat kejadian itu pun belum sepenuhnya hilang. Luka itu kerap kali Jungkook tutupi, namun Jieun tetap saja melihatnya.

Uluran tangan malaikat seperti Jungkook tak akan pernah Jieun lupakan. Menerimanya dengan segenap cinta. Jieun ingin mengubah perasaannya. Semula seperti teman kerja, kini malaikat itu seperti mempunyai tempat khusus di hidupnya. Jieun mati-matian membandingkan tempat yang terisi Seokjin dan Jungkook. Ia menyadari bahwa itu memiliki perbedaan yang awalnya tidak signifikan. Jieun sendiri yang menganggapnya begitu. Alih-alih mencari kebenaran dari hal itu. 

Matanya berubah tulus. Jemarinya menyibakkan rambut Jungkook yang bertengger di dahinya. Kemudian ia meraba belakang kepala pria itu, masih ada sedikit bekas benjolan di sana. "Masih sakit?" tanya Jieun seraya mengelus pelan benjolan itu.

Jungkook mengangguk. "Minta dicium."

Jieun mendorong belakang kepala Jungkook agar menunduk. Lantas mencium belakang kepalan Jungkook dengan pelan. Sekaligus mengusak rambut Jungkook, menghirupnya. Beralih memeluk kepala Jungkook hingga pria itu menyandarkan kepalanya di dada Jieun. Mencari-cari posisi ternyaman.

Sweet But Psycho [M] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang