Chapter 1

6.6K 624 102
                                    

Pagi yang begitu indah nan cerah, matahari tak malu memencarkan sinarnya. Kicauan burung, terdengar indah di telinganya. Gadis cantik yang berhijab putih, tengah menunggu seseorang di kursi luar rumahnya sambil memainkan HP.

Ia membuka aplikasi instagram yang beberapa hari lalu ia buat. Jenuh melanda di hatinya, mengingat waktu itu followers instagramnya sudah dua ribuan dan sekarang terpaksa buat akun baru karena ia lupa kata sandi.

“Rei? Hei, ayo berangkat! Diem-diem bae. Kenapa sih?” tanya Hana yang entah sejak kapan ada di hadapan Reina.

“Eh, kapan datang?” tanya Reina sambil memasukkan HP ke dalam tasnya. Reina pun mengunci pintu rumah, mengingat Bundanya sudah pergi ke kantor Ayahnya mengantarkan makanan yang ketinggalan.

Reina melangkahkan kaki menuju pagar rumahnya. “Barusan,” jawab Hana sambil mengikuti langkah Reina. “Kenapa sih? Pagi-pagi gini wajah lo udah murung aja?” tanya Hana sambil mengeluarkan coklat dari dalam tasnya.

“Eh, minta dong cokelatnya ... nanti gue cerita,” pinta Reina.

“Santai aja kali, tadinya gue juga mau bagi sama lo,” jelas Hana sambil memberikan 1 bungkus coklat ke Reina.

“Yes, makasih Hana,” girang Reina sambil membuka bungkus cokelat itu dan berjalan kaki menuju sekolahnya, tidak lupa didampingi Hana di sebelah kirinya.

“Katanya kalau udah dikasih coklat mau cerita, huh dasar PHP!” gertak Hana. Ia langsung berjalan lebih dulu dari Reina. Reina pun menyusul sambil tak henti-hentinya tertawa.

“Hei, tunggu dulu! Ini gue mau jelasin sekarang. Jangan marah dong, lo satu-satunya temen gue,” ucap Reina sambil menahan tangan kanan Hana agar tidak pergi. Hana pun tersenyum dan mencubit pipi Reina. “Ya, gabakal lah gue ninggalin lo! Gue tadi cuman bercanda kali,” geram Hana.

“Gue sedih Na. Gue ...,”

“Gue apa Rei?” potong Hana sambil memakan coklatnya.

“Gue ... mau dijodohin sama orang tua gue!” ungkap Reina pada Hana. Hana yang mendengar ungkapan Reina barusan  langsung tak bisa berkutik. “Sama siapa Rei? Lo terima?” tanya Hana sambil merangkul bahu Reina.

“Sama Rayhan! Gue terpaksa terima, karena ini permintaan kedua orang tua gue,” tutur Reina dengan wajah yang tertunduk ke jalan.

“Rayhan? Yang sekelas sama kita?” tanya Hana sambil menatap mata Reina. Reina mendongak. Ia melotot tanda kaget dengan ucapan Hana. “Gak mungkin dia! Kalau sampai itu terjadi, gue gamau dijodohin!” tukas Reina.

“Em, lo yang sabar ya Rei. Sorry untuk masalah ini gue ga bisa bantu lo,” ungkap Hana dengan wajah yang merasa penuh salah. Ia langsung memeluk Reina. Ia tak ragu untuk memeluknya, meskipun ia sadar sedang di pinggiran jalan. Mereka berpelukan sangat erat, hingga suara klakson motor berhasil melepaskan pelukan mereka.

Heh, orang gila! Ngapain pelukan di pinggir jalan?” ujar seorang cowok di balik helm. Reina sangat mengenali suara itu. Hampir tiap hari, ia bertengkar dengannya. Tidak peduli masalah sekecil apa pun, mereka selalu memperpanjang dengan saling ejek sampai bertengkar. Kali ini, Reina benar-benar sudah tak tahan dengan penuturan Rayhan. Ia menitipkan coklatnya pada Hana. Ia berjalan mendekati Rayhan. Rayhan membuka helm-nya karena melihat Reina berjalan ke arahnya. Tangan Reina dikepal erat-erat, sepertinya ia akan menghabisi Rayhan. Oh tidak, Reina tidak mungkin bersikap seperti itu!

“Lo, pergi dari sini sekarang! Lo ga tau apa? Gue lagi banyak masalah! Gue lagi sedih, dan gue sekarang marah karena muak melihat wajah lo yang—“ ucap Reina terpotong.

“Duh, wajahnya tampan sih! Gue ga tega untuk menamparnya. Eh, apaan sih Rei! Sadar, walau pun dia tampan, tapi dia orang yang paling menyebalkan di hidup lo!” ucap  Reina dalam hati menyadarkan dirinya sendiri.

“Yang apa hah? Udah ah, gue ga ada waktu lagi untuk ngomong sama lo. Gue pergi, Bye!” sentak Rayhan sambil menyalakan mesin motornya. “Ingat, jangan pelukan dipinggir jalan, nanti disangka orang gila lagi!” lanjut Rayhan. Ia langsung melajukan motornya, mengingat kalau dia tidak segera pergi, pasti perdebatan ini tidak akan selesai-selesai.

“Idih, malah kabur lagi tuh anak!” teriak Reina. Kini Reina berada di tengah jalan.

“Duh, ini anak siapa sih berdiri di tengah jalan,” ucap seseorang dari dalam mobil yang kini tepat ada di belakang Reina.

Hana sadar ada mobil yang menuju ke arah Reina. Ia langsung menarik Reina agar tidak tertabrak oleh mobil itu. Pada awalnya, mobil itu mau berhenti ketika melihat ada orang di jalan. Tapi melihat ada yang menariknya, ia langsung saja melajukan lagi mobilnya.

Huft, untung lo ga ketabrak Rei!” ucap Hana sambil melihat mobil yang kini tengah berlalu.

“Rei, itu kan mobil Ayah lo! Coba lo lihat plat nomornya, sama gak?” perintah Hana. Reina pun langsung melihat plat nomor mobil itu, sambil mengingat-ngingat plat nomor mobil milik Ayahnya.

“Eh, iya ... itu mobil milik ayah gue! Tapi, setelah gue lihat tadi ... yang nyetir bukan Ayah gue! Duh, apa jangan-jangan terjadi sesuatu sama Ayah gue,” tebak Reina.

“Jangan suudzon Rei! Mungkin dia karyawan Ayah lo kan?” tebak Hana mengingatkan Reina ke dalam hal yang positif.

“Eh, iya ya. Yaudah deh, yuk lanjut jalan ke sekolah!” ajak Reina.

“Ayo! Nih, coklat lo!” ucap Hana seraya menyodorkan coklat yang tadi ia kasih ke Reina.

“Eh iya. Thank you,” tutur Reina sambil kembali memakan coklat itu.

“Oh ya, lo ganti akun Instagram baru Na?” tanya Reina sambil berjalan menyusuri jalanan yang masih sepi, tidak lupa ditemani Hana di sampingnya.

“Iya Rei, gue lupa waktu itu ga catet kata sandinya. Jadi, gue lupa deh kata sandinya,” ucap Hana sambil menggaruk tengkuknya yang terhalang oleh hijab.

“Yah, gue juga lupa kata sandi! Padahal followers-nya udah lumayan,” keluh Reina. Hana menghirup nafas, dan menghembuskannya pelan. “Rei, gaperlu di pikirin. Lagian gunanya buat apa coba?” tanya Hana, tidak lupa dengan senyuman yang mengembang di bibirnya.

“Iya juga ya. Oh iya, kemarin sore gue debat di postingan si Revan, lo ikut nimbrung kan?” tanya Reina.

“Haha, iya. Lagian yang seperti itu mah bukan debat Rei, si Revan lagi gabut, dia juga kan buat akun baru lagi kemarin! Terus lo komen story si Revan ya kan? Revan posting di postingannya. Menurut gue, dia gabut haha,” ucap Hana panjang kali lebar, kali tinggi.

“Detail banget jelasinnya! Udah ah, nanti telat deh ke sekolahnya,” ujar Reina seraya berjalan meninggalkan Hana. Hana mengentakkan kakinya sebal. Kemudian, ia berlari menyusul Reina dan menyamakan lagi langkahnya dengan Reina.

“Jangan ninggalin gue napa? Gitu amat lo jadi temen!” cerca Hana. “Oh iya, nanti sore mau ikut nonton basket ga? Sekolah kita ada pertandingan loh dengan sekolah sebelah,” lanjut Hana bertanya.

“Em, enggak deh kayaknya. Gue mau taaruf sama orang yang dijodohkan dengan gue. Sorry ya,” pinta Reina karena ia merasa bersalah tidak bisa ikut nonton basket.

“Iya, gapapa Rei. Gue ngerti kok, lo yang sabar ya. Gue yakin ini yang terbaik untuk lo,” tenang Hana. Reina pun tersenyum. Ia beruntung banget memiliki sesosok teman sekaligus sahabat yang selalu ada untuknya. Setelah tiba di sekolah, mereka langsung masuk ke dalam kelas.

__________

Hallo readers, makasih udah sempatkan waktunya untuk baca cerita ini💙

Jangan lupa untuk vote, komen and share ya🍁 Krisar juga karya ini ya, aku masih belajar, aku butuh krisaran dari kalian🤗

Rabu, 21 Oktober 2020
20.38


Ig : ismytanzil_

J O D O H K UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang