The night that I reach your hand is the beginning of all we had
Saat aku membuka mataku, tidak ada satupun orang di kamarku. Karenanya aku beranggapan aku sudah mati kali ini juga, dan aku mulai memikirkan kemungkinan dimana mayatku akan di kubur. Aku bisa menebak, rakyat menguburku atau membuangku ke jurang, dan aku jadi ruh penasaran sekarang. Karena aku tidak mampu berpikir mama atau Sam menemukanku, maka inilah kesimpulan akhirku: bangkaiku akan di makan gagak.
Namun teriakan keributan diluar kamarku memaksaku untuk turun dari ranjang, oh Tuhan... Kepalaku sakit sekali, dan hatiku juga sakit, lalu aku kembali sadar aku ini belum mati.
Aku berjalan pincang ke ambang pintu kamarku, "Kau seharusnya membiarkannya saja! Ada apa denganmu?!" Kira-kira begitulah suara mama terdengar. Dengan siapa dia mengomel?
Kriett..
Sam dan mama melihat ke arahku begitu saja, dan dua detik kemudian mama membuang tatapannya. Dan pergi entah kemana, mungkin ke kamarnya, dia terlalu frustasi padaku yang belum mati ini.
"Kak Sia, kepalanya masih sakit?" Aku menghiraukan pertanyaan Sam, kakiku berjalan melewatinya begitu saja. Namun cowok yang tingginya hanya kurang 5 senti dariku itu tidak menyerah, malah menahan sebelah lenganku.
Dia tidak memandang wajahku ketika mengatakan, "Tolong.. Jangan celakai dirimu seperti itu lagi. Kak Sia tau, aku hanya punya Kak Sia."
Lagi-lagi, aku menepisnya—kali ini tidak begitu kasar. "Kau yang menolongku? Bagaimana bisa?"
Sam tidak kunjung menjawab pertanyaanku. "Kau tau sendiri, aku tidak mungkin berterima kasih, atas kelakuanmu ini." Lanjutku penuh kesinisan pada bocah kelas enam SD.
"Cobalah jalani kehidupan dengan lebih baik kak.."
"Kau pikir aku dilahirkan untuk itu? Kau pikir Tuhan membiarkanku berleha-leha di rumah terkutuk ini? Kau sendiri," Aku menjulurkan telunjukku ke bahu Sam, menunjuknya penuh tekanan, "tau. Aku tidak akan pernah bisa baik-baik saja di rumah ini."
Kalian bisa bilang aku gila, karena memojokan adikku yang masih bocah. Atau karena aku marah, padahal aku berhutang nyawa padanya. Tidak kok, aku berharap aku membusuk di hutan barusan, dan aku bisa berpelukan dengan Ara, bersama Ara mungkin untuk bersama-sama menggentayangi mama, seumur hidup. Tapi cita-citaku itu tidak tercapai.
Aku mengintip mama dari sela pintu kamarnya yang sedikit terbuka. Lantas mataku melirik ke jam dinding yang ada tidak jauh dari kamar mama, menunjukan pukul 8 malam. Dahiku menyerit, tunggu—kenapa bisa jam 8 malam? Aku melarikan diri dari kamar pukul 9 tuh..
KAMU SEDANG MEMBACA
Tale of The Ethereal [ END ]
FantasyKisah seorang gadis yang berurusan dengan lelaki dari dimensi lain, tentang seorang gadis remaja duniawi yang mencari kebahagiaannya yang hilang. Kisah laki-laki dari dimensi lain yang tidak memiliki emosi dan masa lalu yang kelam. Kisah seorang lak...