XII - 10

85 37 0
                                    

Journey to save an useless past through a dimention

Hawa panas membara menjalar disekujur tubuhku, dan gemetar seketika menyeruak ke seluruh tubuhku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hawa panas membara menjalar disekujur tubuhku, dan gemetar seketika menyeruak ke seluruh tubuhku. Orang-orang disekitarku terlihat sangat khawatir, raut wajahnya menunjukan kesedihan dan rasa iba. Benakku bertanya-tanya, ketika dua mataku mendapati banyak prajurit dengan panah.

"Lihat anak itu, kasihan sekali. Tapi dia memang cacat."

"Aku kasihan, tapi itu takdirnya."

"Si cacat pantas mendapatkannya."

"Hukum saja dia! Kenapa orang cacat bisa berjalan bebas di istana?!"

Caci maki warga di kanan dan kiriku membuatku muak. Aku mendongakkan kepalaku, tembok setinggi tujuh meter membentang tinggi. Seorang lelaki yang diseret oleh empat prajurit datang dan diikatkan diantara tiang kayu di atas tembok itu.

Mataku memicing untuk dapat melihat sosok lelaki itu.

Mataku bergetar, bahkan tanganku tidak sanggup untuk menutup mulutku. Shaw diikatkan disana.

Sesaat belasan prajurit menembakan anak panah yang ujungnya dibakarkan pada bara api. Tujuannya adalah Shaw yang diikatkan di atas sana. Prajurit yang menembak tidak dapat menembak dengan benar, hingga beberapa anak panah hanya menggoresnya saja.

Namun hanya dengan itu, aku menggila. Aku berteriak dan mendorong beberapa prajurit di hadapanku. Meski rasa sakit menjalar di sekujur tubuhku, saat para warga menarik baju hingga rambutku.

Il dan Jung menahanku untuk tidak menaiki tembok, atau membunuh beberapa prajurit. Yang kubisa lakukan adalah berteriak dan mengutuk orang-orang yang menyiksa dan mengikat Shaw diatas sana. Aku hanya memandang wajah Shaw yang kesakitan dan ketakuan diatas sana sendirian.

Tidak kupungkiri aku ingin ikut berdiri diatas sana bersamanya. Shaw sesekali berteriak, dan mendapatiku ada dibawah sini meneriaki hal yang sama: namanya. Kami sama-sama berteriak, tapi tidak ada yang bisa kami lakukan.

Berapa kali aku merutuki tiga atau bahkan empat pangeran sialan yang menahanku dibawah sini.

"Kenapa kau baru datang sekarang?! Kau kemana kemarin?!" Tegas Il, membuatku kembali bersadar waktu yang aktif di dimensi ini tidak bisa kukendalikan sama sekali.

Ini membuatku harus meloncat-loncat antar peristiwa tanpa kemauanku. Hal yang membuatku kesal ini menambah tenaga padaku untuk meraung-raung lebih keras.

Seven. Seven. Seven. Aku sudah berteriak begitu kencang, meski suaraku akan sia-sia akhirnya. Aku tetap meneriaki namanya, aku berharap Seven datang ke hadapanku dan menyelamatkan dirinya sendiri ini.

Seven!

Aku ingin menjulurkan tanganku untukmu, aku ingin menarikmu dari kesedihan dan keterpurukan ini. Layaknya kau menolongku, akupun ingin melakukan hal serupa. Aku ingin membuat cerita ini dengan akhir yang bahagia.

Tale of The Ethereal [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang