A man who murderers, who help a blind man once.
Aku rasa pemandangan kala ini membuatku berpikir lebih jernih, apalagi air yang sedaritadi melewati kakiku hingga membuat keduanya terasa lebih dingin. Senyumanku perlahan terukir dengan sendirinya, terukir tipis namun bagiku ini cukup menenangkan.
"Apa kau selama dua bulanan ini baik-baik saja? Kau agak berubah, Sia."
Seven mengambil posisi untuk duduk disisiku. Untuk menjawab pertanyaannya aku hanya mengangguk, lalu menambahkan, "Apa berharap berlebihan pada diri sendiri itu hal yang wajar Seven?"
Seven menaruh telunjuknya di dahi, ia berpikir keras meski aku tau itu cuman akting. "Wajar! Bukannya yang gawat itu kalau berharap lebih pada dunia ya?"
"Benarkah?"
"Hmm ... Kamu mengharapkan sesuatu pada dirimu?" Aku berpikir sejenak, lalu menggeleng.
Seven tersenyum tipis padaku, "Kalau kamu mengharapkan sesuatu dariku, apa itu?"
"Aku ingin kau ke duniaku. Aku ingin bertemu denganmu, ini sudah dua bulan dan aku sangat senang bersamamu."
Aku mengutarakannya begitu saja, salah satu keinginan terbesarku. Seven mengangguk mengerti, aku harap dia mengharapkan hal yang sama denganku.
Aku ingin makan di rumah, memasak bersamanya dan kapanpun aku bisa menceritakan keluh kesahku. Tidak harus menunggu waktu jam tidur. Tiap-tiap hari aku menyebut nama Seven saat aku di sekolah, atau saat aku di rumah.
Tiap aku makan, aku menggumamkannya: Apa Seven, juga pernah makan seperti ini? Dan malamnya, aku mengajaknya piknik di atas tebing seraya melihat matahari terbenam. Saat aku melaksanakan kegiatan sekolah, meratapi hariku yang sepi di sekolah, aku membayangkan senyuman Seven.
Dan kalimat penyemangatku adalah: aku menyukaimu karena kau adalah Lesia Canbera Anzel. Aku bertahan dengan semua bayang-bayang yang diberikan oleh Seven di mimpi.
Apa ini akan jadi keputusan yang salah kalau aku menyukai Seven? Aku menyukainya, mulai dari senyumannya yang menjadikan hari-hariku.
"Tapi kau sadar kan, kita ini berada dalam keadaan yang berbeda. Kau sadar, tapi kenapa kau bertahan dengan keberadaanku selama ini. Dan kau juga ... nyaman denganku. Kenapa, Sia?"
Kata-kata itu spontan menamparku begitu saja. Ya, aku berharap padamu Seven. Seperti orang bodoh aku berharap akan bersamamu di duniaku atau diduniamu, apapun itu—aku tidak terlalu memperdulikannya. Asalkan, aku butuh Seven.
"Akan menyakitkan," Seven menyelipkan beberapa helaian rambutku dibalik daun telingaku, "jika kau menyukaiku kan?"
Aku tersenyum pasi, "Jadi, kau akan melarangku untuk menyukaimu kan?"
Seven menggeleng. Jarak wajahnya denganku sekiranya limabelas senti, namun dengan jarak segini saja aku sudah sangat terpaku. Tatapannya sendu, ia tidak menatap mataku sama sekali. Seven selalu berhasil membuat perasaanku tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tale of The Ethereal [ END ]
FantasyKisah seorang gadis yang berurusan dengan lelaki dari dimensi lain, tentang seorang gadis remaja duniawi yang mencari kebahagiaannya yang hilang. Kisah laki-laki dari dimensi lain yang tidak memiliki emosi dan masa lalu yang kelam. Kisah seorang lak...