XII - 12

83 35 3
                                    

The end of the beautiful fairy tale

Seorang pemuda paruh baya dengan kemeja biru langit dan bawahan panjang berwarna hitam berlari kecil dari gerbang utama hingga ke pintu masuk utama sebuah kastil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang pemuda paruh baya dengan kemeja biru langit dan bawahan panjang berwarna hitam berlari kecil dari gerbang utama hingga ke pintu masuk utama sebuah kastil. Dengan senyumannya yang tulus dan semringah, ia membuka lebar tangannya ke kanan dan kiri. Aku yang memang sengaja menunggunya ikut berlari ke arahnya dan memeluknya erat.

Tubuhku yang pendek dan kecil terangkat karena pemuda itu berdiri dan bergerak memutar.

Pemuda itu memanggilku dengan penuh kebanggaan dan binar di matanya, "Siaaa~!"

Dan aku menyebutnya, "Ayah!!"

Ayahku, menggendongku masuk ke rumah atau kastil. Disambutnyalah dengan istrinya yang rambutnya diikat ekor kuda, dan memakai celemek. Arahnya dari dapur, wanita itu memelukku dan ayah dengan erat, penuh kasih sayang. Kami melakukannya setiap hari. Setelah aku turun dari gendongan ayah, wanita itu dengan penuh kasih memanggilku.

"Sayang," katanya, "Mama sudah masak makanan kesukaan kamu di meja makan."

"Mama hebat!" Ucapku, seorang anak kecil yang hanya memerdulikan hal-hal yang dapat membuatnya bahagia.

Sam menungguku dimeja makan, diumurku yang ke lima tahun ia sudah berumur empat tahun dan sudah bisa bicara. Aku sering mengajaknya bermain meski jarang, aku terlalu sibuk bermain dengan pelajaran dan sekolah. Sam lebih dekat dengan mama dan aku sangat identik dengan ayah.

Aku mengikuti sosok ayah dan sosok lelaki yang lebih pendek tinggi badannya dibelakang ayah. Namun lelaki itu terbang, kakinya tidak napak. Meski begitu, aku tidak mengenalinya, karena aku tidak ingat dan wajahnya memang samar.

Tujuanku adalah ayah, aku memanggilnya ketika koridor rumah sakit mulai sepi, "Ayah! Adik akan segera lahir lho, ayah mau kemana?"

Kala itu, adalah hamil mama yang ketiga. Sam dititipkan ke tempat penitipan dan aku bersikeras mengikut ke rumah sakit.

Langkah ayahku terhenti, ia membalikan tubuhnya dan memelukku. Meski aku menyadari itu adalah sebuah pelukan yang jarang ayahku berikan padaku, aku tetap menyambutnya dan kembali menutup pikiran astralku.

Ayahku perlahan menangis, namun aku yang masih kecil itu bingung, "Ayah kok menangis? Apa ada yang jahat, sama ayah? Sia bakal lawan orang itu, buat ayah! Ayo bilang, siapa?"

"Sia, ayah menangis karena sangat bahagia bisa mempunyai putri seperti Sia. Sia adalah bidadari ayah, yang paling cantik, se-alam semesta! Dan pangeran seperti Sam, ratu seperti mama."

Aku terkekeh geli, namun aku membalas "Ayah rajanya! Ayah paling hebat!"

Ayah juga ikut tertawa, namun semakin ia tertawa air matanya semakin bercucuran. Kualihkan pandanganku pada lelaki yang ada dibelakang ayah, ia ikut tersenyum—karena kulihat sudut bibirnya.

Tale of The Ethereal [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang