Beautiful but cruel, depends on what you see first
Sudah lewat tiga minggu aku bertemu dengan Seven lewat mimpi. Dia selalu menungguku di dekat pohon beringin, tempat aku pertama kali ke dimensi yang ia sebut infinit. Sudah banyak yang kubahas bersamanya, sudah sering pula ia mengajakku ke tempat-tempat indah. Yang paling kusukai ... ada banyak, aku bersumpah aku tidak bisa menentukan mana yang paling indah.
Seven memperindah semuanya, dia disisiku dengan senyumannya. Dia membuat semua tempat terlihat lebih indah.
Dia mengajakku bermain di labirin rumput, kami memainkan petak umpet dan berkali-kali aku menyerah menemukan Seven. Katanya ia sudah terlatih untuk bermain-main. Dia mempertemukan aku dengan kelinci yang bisa mengikuti kata-kataku, dan Seven selalu mampu mengajaknya bicara. Kelinci itu tidak mau bicara denganku.
Seven sempat mengajariku cara terbang, kegagalan membuatku terus terperosok tanpa ampun. Dan karenanya, Seven tertawa terbahak-bahak, namun tidak bisa dipungkiri ia yang paling perduli ketika aku dijahati binatang-binatang buas di hutan atau saat aku terluka. Baru tiga minggu sekiranya ini semua berjalan, tapi aku sudah sangat sangat dekat dengan Seven.
"Kenapa kau tidak mengajakku untuk berperang melawan kapten jahat, atau memperkenalkan aku dengan peri-peri, seperti di dongeng?"
Seven mengerdikkan bahunya, "Aku bukan dongeng, aku Seven-mu."
Aku yang mendengar itu memperagakan gaya hendak muntah, "Apa-apaan itu 'seven-mu', karena nama itu kau jadi lebih percaya diri sekali." Seven malah tersenyum bangga menanggapi komentarku yang agak menyayat hati.
"Sebenarnya, aku tidak begitu berperan membuat dunia fantasi aneh-aneh. Atau yang seperti di dongeng-dongeng, hanya untuk membuatmu bahagia kan? Lagipula aku ini entitas samar yang ada di dimensi infinit." Seven melirik ke arahku. Kata-katanya ada benarnya sih, aku terpukau karena ini pertama kalinya untukku, dan pemandangan indah dapat membuatku lebih tenang. Tapi tidak selamanya aku akan bergantung dengan hal seputar ini.
Seven melanjutkan, "Hanya dengan menenangkanmu, mengajakmu bicara di tempat yang indah, membuatmu menceritakan segala hal tanpa bohong dan menutup-nutupi, memprioritaskan dan memperdulikanmu, bagimu bukannya itu juga kebahagiaan?
Aku mengangguk setuju, lantas tersenyum. "Kau, pintar juga." Seven bergaya sok hanya karena aku memujinya sedikit.
"Kira-kira berapa lama lagi kita akan bertemu terus di mimpi?"
"Aku usahakan, selamanya."
Aku menoleh pada Seven saat ia mengatakan itu. Ia tengah melirik liontin yang kupakai di leherku, apa dia terobsesi itu? Aku sontak meraih kalung pemberian Sam, membuat Seven juga langsung memalingkan wajah. "Ada apa dengan kalung ini? Apa akunya yang aneh?"
"Tidak. Kau cantik, aku hanya kebetulan melihat ke kalung pemberian adikmu itu. Aku juga ... melihat kebahagiaan di dalamnya."
"Hei," Aku menenggerkan sebelah tanganku di atas pundak Seven, "Apa aku akan dekat dengan Sam nantinya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tale of The Ethereal [ END ]
FantasyKisah seorang gadis yang berurusan dengan lelaki dari dimensi lain, tentang seorang gadis remaja duniawi yang mencari kebahagiaannya yang hilang. Kisah laki-laki dari dimensi lain yang tidak memiliki emosi dan masa lalu yang kelam. Kisah seorang lak...