Suasana di meja makan tampak canggung. Hal ini tak lain dan tak bukan akibat perkataan Kenan barusan.
Kevin tidak terima saat Kenan mengatakan bahwa Celyn adalah calon istrinya. Jelas jelas calon istrinya adalah Mila. Lagi pula Kevin tak mengenal Celyn. Setahunya, Celyn hanya anak rekan kerja Papanya.
Fera pun menengahi perdebatan antara anak dan suaminya. Fera tidak memihak siapa siapa. Dia menghargai pilihan Kevin tapi dia juga tidak bisa menentang suaminya.
"Kamu mau makan apa Vin?" tanya Celyn berusaha mengambil perhatian Kevin.
"Jangan sok akrab. Saya bisa ambil sendiri."
Mila merinding mendengar perkataan Kevin. Kevin yang dingin dan tegas kembali lagi. Mila seperti kembali ke peristiwa di mana ia pertama kali bertemu Kevin.
"Yang sopan Vin sama calon istri," ucap Kenan.
Mendengar ucapan Kenan, Kevin membanting sendok dan garpu yang ada di hadapannya.
Fera lalu membawa Ve menjauh. Wanita paruh baya itu tak mau Ve mendengar pertengkaran Papa dan Kakeknya.
"Pa, Aku rasa ada sesuatu yang harus aku luruskan di sini," ucap Kevin yang kini dikuasai emosi. Mila hanya bisa mengusap usap lengan Kevin berusaha menenangkan. "Mila memang sekretarisku, tapi itu dulu. Sekarang dia sudah resign dan dia adalah calon istri ku, Pa. Bukan dia!"
"Maksud kamu dia calon istri kamu?" tanya Kenan. Pembawaannya yang tenang membuat emosinya tak terlihat. "Gadis yang asal usulnya tak jelas. Gadis miskin yang hanya lulusan strata satu karena beasiswa?"
"Maksud Papa apa? Papa boleh berteriak di depanku! Papa juga boleh tidak menganggap aku anak asalkan Papa jangan menghina Mila, calon istriku!"
"Oh, jadi sekarang kamu berani berteriak di depan Papa," ucap Kenan. "Dan kamu bertanya maksud Papa? Oke Papa jelaskan. Jadi maksud Papa gadis yang kamu bilang calon istri itu tidak ada apa apanya dibandingkan dengan Celyn," jelas Kenan yang enggan menyebut nama Mila. "Celyn cantik, pintar, dan yang jelas dia setara dengan kita"
Kevin tak tau harus berkata apa lagi. Pria itu memilih menarik tangan Mila beranjak dari meja makan. Esok pagi ia bertekat akan berangkat ke Jakarta.
"Yah, om. Kevinnya pergi," ucap Celyn sedih.
"Tenang saja Celyn. Om akan buat Kevin tinggal di rumah ini untuk waktu yang lebih lama. Dan selama itu, kamu harus mencari perhatian Kevin. Tunjukkan semua kelebihan kamu"
"Oke om"
***
Keesokan harinya pagi pagi sekali Kevin, Mila dan Ve sudah bersiap siap untuk pulang ke Jakarta. Bahkan mereka tidak sarapan agar bisa berangkat cepat. Ve yang keheranan karena mereka menginap cuma satu malam, hanya bisa terdiam. Gadis kecil itu memilih jadi penurut sekarang.
"Tidak ada yang ketinggalan?" tanya Kevin memastikan.
"Tidak pak," jawab Mila.
"Kalau begitu, ayo"
Belum sempat mereka bertiga melangkah maju, terdengar teriakan Fera dari belakang.
"Kevin!"
"Kenapa Ma?" ucap Kevin. Wajah Ibunya terlihat sangat khawatir. Di tambah lagi peluh mengucur deras di dahinya.
"Papa, Vin. Papa..."
"Om kenapa tante?" tanya Mila. Pasalnya kini Kevin terlihat tak peduli saat Mamanya membahas Papanya.
"Jantung Papa kamu kambuh, Vin"
"Ya terus Kevin harus apa Ma? Kevin tidak peduli apa pun kondisi Papa. Sekarang Kevin mau pulang ke Jakarta." tegas Kevin.