31. Sidang Keluarga

2.8K 119 8
                                    

Keesokan harinya, Shalima kembali sembuh. Saat ini ia sedang berada di mobil bersama Rahul dengan kepala terjulur ke luar. Mabuk kendaraan. Shalima lebih suka naik motor daripada mobil. Sejak kecil, kendaraan roda empat selalu menjadi musuh bebuyutan yang tak akan pernah berdamai.

"Cepetan dikit, Bang. Shalima nggak kuat sama bau mobil," gumam Shalima sembari terus melongok ke luar.

"Iya, sabar. Kamu nggak liat jalan padat?" balas Rahul.

Shalima mendengkus kesal. Mobil adalah musuh utamanya.

Bagas terkikik geli. Sang ibu selalu menyerah dan kalah kalau bepergian dengan mobil, kecuali memakai mobil Rahul yang atapnya bisa dibuka. Shalima akan baik-baik saja.

Beberapa menit kemudian, mobil terparkir dengan rapi di halaman sebuah rumah megah. Shalima terlihat lega sekaligus terpesona. Akhirnya sampai juga.

Meskipun pernah tinggal di sini, Shalima tetap saja kagum. Rumah-rumah di sini indah bak istana. Padahal dulunya hanya bisa dilihat di televisi saja. Siapa sangka dirinya pernah menempatinya selama hampir dua tahun.

Hening terasa begitu kaki mereka memasuki rumah. Shalima mengucap salam dengan suara agak keras. Tak ada yang menjawab.

"Nggak ada orang kali, ya?" kata Shalima sembari menoleh ke arah Rahul.

"Ada, sebelum pergi saya udah tanya sama Arya."

"Oh." Shalima menganggukkan kepala.

Rupanya semua sedang berkumpul di ruang tengah. Biasanya ada yang hilang karena sibuk, tapi hari ini semuanya berkumpul.

"Mama!" Shalima memeluk Ratu. "Makanan Mama sehat, kan? Dikontrol semua porsinya, kan? Mama nggak boleh makan udang, ayam, sama daging banyak-banyak, loh!"

Ratu tersenyum kecil. "Maunya, sih, Mama curang. Kalau nggak ada kamu Mama pengen makan semuanya, tapi ada calon dokter galak di sini. Bisa-bisa Mama dikasih makan nasi putih sama air putih aja."

Sara senyum-senyum saja. Dia mengangkat jempolnya pada Shalima.

"Ini kita ngumpul ngapain, Ma?" tanya Shalima penasaran.

"Sidang keluarga," jawab Ratu.

Shalima menoleh ke arah Rahul. Bertahun-tahun menjadi bagian dari Bramantyo, baru tahu ada tradisi sidang keluarga. Rahul tidak pernah cerita. Shalima mengangkat alisnya. Sepertinya, topiknya rada berat.

"Abang nggak pernah cerita," bisiknya pada Rahul.

Rahul menghela nafas berat. Sidang keluarga adalah suatu hal yang amat dirinya benci. Dulu, jika ada yang berbuat salah, semua akan disidang. Dirinya dan adik-adik pasti akan mendapatkan hukuman yang sama berat. Dengan begitu, mereka akan saling mengingatkan satu sama lain.

Namun, semakin dewasa, sidang keluarga bertambah berat. Tak ada lagi istilah berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Pelaku akan disidang, selebihnya diam mendengarkan.

Rahul tidak pernah disidang sejak memegang perusahaan. Dirinya hanya sibuk mengumpulkan kemenangan demi kemenangan. Saat Heri meminta dirinya pulang, Rahul langsung tidak enak hati. Ia pasti akan diadili.

"Arya, bawa Bagas ke kamar kamu!" titah Ratu.

Tanpa banyak bicara, Arya menggendong Bagas ke lantai dua. Bocah itu tidak boleh mendengar pertengkaran antara keluarga. Apalagi sampai mengetahui bagaimana sifat asli ayahnya. Biarlah masalah ini diatasi oleh orang dewasa saja.

"Nggak perlu basa-basi, Mama mau tanya satu hal sama kamu, Shalima!" tegas Ratu.

Shalima mengangguk pelan. "Iya, Ma."

Sandiwara Shalima [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang