35. Pergi Jauh

4.3K 165 4
                                    

Dua hari dirawat di rumah sakit, Shalima diizinkan pulang. Kondisinya sudah membaik meskipun terlihat linglung.

Beberapa kali, Shalima menanyakan hal tidak masuk akal. Tak jarang pula ia meminta bertemu dengan ibunda yang sudah tiada.

Namun, sebelum membawa wanita itu kembali ke rumah, sempat terjadi pertengkaran kecil antara Rima dengan Ratu.

Wanita yang berprofesi sebagai arsitek itu menginginkan Shalima ikut bersamanya. Akan tetapi, Ratu bersikeras agar sang menantu tinggal di rumah utama Bramantyo saja.

"Tante, mending Mbak tinggal sama saya. Saya nggak yakin Mbak baik-baik aja kalau harus ketemu keluarga kalian. Kondisi Mbak buruk, Tante." Rima menatap serius.

"Nggak, Rima. Shalima ikut Tante pulang aja. Biar Tante yang rawat dia. Tante janji bakalan bawa dia ke psikiater. Biarkan dia ikut Tante, ya?" pinta Ratu.

"Kalau Rahul datang dan nyakitin Mbak Shalima lagi, apa Tante bisa jamin kondisi dia nanti? Maaf, Tante. Bukannya lancang, anak tante harus dijauhkan dulu dari Mbak Shalima. Gara-gara dia, Mbak Shalima jadi kayak gini. Sekalipun Tante bawa ke psikiater dan ngeluarin uang banyak, itu nggak berarti apa-apa kalau penyebab Mbak Shalima depresi masih berkeliaran di sekitar dia," kata Rima panjang lebar.

"Tante nggak mau jauh-jauh dari Shalima."

Rima menghela napas panjang. "Apa tante bisa jamin Rahul nggak akan nyakitin dia lagi?"

Ratu terdiam. "Tante usahain."

"Itu bukan jawaban, Tan."

"Tante janji akan jaga dia baik-baik."

"Kenapa baru sekarang?" tanya Rima sambil menggelengkan kepalanya. "Kenapa harus nunggu Mbak jadi kayak gini baru Tante bisa jamin dia bahagia? Dulu gimana, Tan?"

Benar, di sini yang salah tak hanya Rahul. Pria itu menyakiti Shalima, tapi Ratu dan keluarga tidak bertindak apa-apa. Padahal mereka tahu sejahat apa Rahul pada Shalima.

Namun, Ratu tak sanggup jauh-jauh dari menantunya. Rasa cinta dan rasa bersalah bersatu padu membentuk sebuah ketidakrelaan jika Rima membawa Shalima jauh dari mereka.

"Tante pernah ngasih alamat rumah sama Shalima. Di situ, ada rumah kecil buat Shalima sembunyi. Tante sengaja beliin Shalima rumah karena khawatir anak Tante menyakiti dia lagi," kata Ratu pelan.

"Kalau kondisi Mbak kayak gini, saya rasa dia lupa," sahut Rima yakin.

"Kamu punya rencana?" Ratu menatap sendu.

"Tante tenang aja. Sebelum ke sini, saya udah siapin segalanya untuk Mbak Shalima. Saya juga punya kenalan yang ahli dalam menangani masalah kejiwaan. Saya yakin Mbak Shalima segera sembuh," tutur Rima mantap.

Ratu menghela napas lelah. Tak ada pilihan lain. Mau tidak mau, dirinya harus setuju. Kasihan Shalima harus dilempar ke sana ke mari.

"Tan, jangankan Tante, saya aja ragu buat bawa Mbak pergi. Mbak akan berpisah dari Bagas dalam waktu yang cukup lama." Rima menatap lantai yang dingin.

Bagas amat menyayangi Shalima. Dia adalah malaikat kecil penjaga yang Tuhan anugerahkan untuk ibunya yang sedang terluka. Andai bocah itu tahu sedalam apa luka di hati Shalima, pastilah benci akan tumbuh di hatinya.

Mereka sama-sama memiliki anak. Tentu saja Rima paham perasaan ibu yang dipisahkan dari anaknya.

Akan tetapi, walau bagaimanapun Rahul yang memiliki peran andil dalam hal ini. Pria itulah yang memberi derita bertubi-tubi.

Kalau Shalima tak dibawa pergi jauh dari sumber kesakitan, wanita itu akan gila. Gangguan kejiwaannya akan semakin parah.

Rima akan kehilangan sosok yang sudah membimbingnya kembali ke jalan yang benar. Ia tak ingin hal itu terjadi.

Sandiwara Shalima [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang