29. Dia yang Tulus

2.1K 77 2
                                    

Mendengar menantu kesayangan pingsan, siang itu juga Ratu datang diantar Arya. Faaz yang memberi tahu meski dilarang oleh Rima. Ia benar-benar lupa di rumah itu sedang ada Karin, kekasih gelap Rahul. Ketika mobil Arya terparkir dengan rapi di halaman, barulah dokter muda itu sadar.

Meski sudah terlambat, otak cerdas milik Rima bekerja dengan baik. Ia segera menyeret Rahul dan Karin ke taman belakang. Mereka harus disembunyikan.

"Ngapain kamu narik-narik saya sama Rahul ke sini? Kurang kerjaan banget! Dasar, nggak sopan!" ucap Karin sebal.

"Bisa diam nggak?!" Mata Rima melotot.

"Apa, sih? Nggak jelas banget," keluh Karin.

"Kalian diam di sini sampai saya samperin. Terserah mau ngapain nggak berkeliaran di rumah. Tante Ratu udah datang. Saya yakin Tante Ratu bakalan murka karena ada wujud wanita nggak jelas ini ada di rumah menantunya!" ketus Rima.

"Jaga bicara kamu, Rima Shakila!" Karin melotot galak. "Kamu pikir kamu siapa bisa selancang itu sama saya?"

Rima membalas dengan pelototan yang lebih galak. "Bukannya kamu udah tahu nama saya? Udah tau profesi saya? Ngapain nanya-nanya?"

Karin menghentakkan kakinya di tanah. Ia kesal Rahul tidak berusaha membela dirinya.

"Kalau mau dicincang sama Tante Ratu, coba aja keluar sana. Udah bagus saya simpan di sini. Malah marah-marah. Terima kasih dikit, kek!" sembur Rima emosi.

Rahul menghela nafas berat. Ia membenarkan perkataan Rima. Ratu tak akan pernah menyukai Karin sampai kapanpun. Akhlak Karin nol besar, itulah sebabnya Heri dan Ratu mencarikan istri untuknya. Padahal kalau ditilik dari penampilan dan pendidikan, sudah jelas Shalima kalah telak.

"Mana mungkin Tante Ratu marah sama saya. Saya ini pacarnya Rahul!" bantah Karin tak tahu malu.

"Eh, tahu diri itu penting, ya. Percuma cantik, sekolah di luar negeri, tapi otaknya nggak bisa jalan. Macet, Bu?!" kata Rima sebelum meninggalkan mereka. "Buang-buang waktu aja."

🍃

Ratu mengelus wajah pucat Shalima dengan lembut. Ia terheran-heran dengan wajah menantunya. Putih seakan tanpa darah. Maka dari itu, ia meminta Faaz untuk mengambil sampel darah dan menyuruh dokter muda itu memeriksanya ke laboratorium rumah sakit.

"Tante takut Shalima kenapa-napa. Nggak mungkin maag bikin wajah seseorang seputih kapas begini," kata Ratu cemas.

"Itulah yang baru saya sadari, Tante," sahut Faaz. "Kita bawa Shalima ke rumah sakit dulu, baru bisa tes darah. Saya nggak bisa melakukannya dengan sembarangan."

Tiba-tiba Rima masuk membawa nampan berisi minuman dan kue. Wajahnya terlihat geli. Tadi ia berpas-pasan dengan Arya di dapur. Adik kedua Rahul terlihat kaget sekali.

"Permisi, saya bawain minuman. Ada cemilan juga. Bolunya saya buat sendiri, loh. Kalau kurang enak berarti bahannya yang nggak jelas. Susah diajak kerja sama. Maklum masih belajar. Silahkan, Tante!" kata Rima sembari melempar senyum kecil.

Faaz mencibir, tapi tetap mengambil minuman yang telah disediakan. Ia juga memakan kue bolu yang menggugah selera. Pikirannya menolak kata-kata Rima soal kue yang dibuat sendiri. Mana mungkin wanita cebol yang kerjaannya menggambar bisa membuat kue seenak ini. Pasti buatan asisten rumah tangga dan tugasnya hanyalah menonton saja.

"Kamu ... arsitek yang terkenal itu, kan?" Ratu tersenyum kecut, ternyata teman Shalima adalah orang hebat.

Rima merasakan wajahnya memanas. "Saya Rima, Tante. Cuma belum sehebat itu. Kalau Tante maksa bilang saya terkenal juga nggak apa-apa, sih," kelakarnya.

Sandiwara Shalima [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang