Sesuai arahan dari sang ketua, Nio dan Yogi pergi keluar, memastikan semua aman terkendali. Yogi, pria itu sibuk mengamati salah satu pengawal yang ada di lorong. Menatap dari atas hingga bawah, netranya sibuk mengamati seluruh benda yang melekat pada pengawal itu. Sedangkan sang pengawal hanya diam dengan sikap rapihnya.
Nio yang sedang mengamati pun kini beralih menatap Yogi. Dahinya mengernyit, heran melihat tatapan yang Yogi berikan. Kedua kakinya mengayun menuju Yogi.
"Woy!" Yogi menoleh.
"Gi, stop! Bisa jadi fitnah nanti," lanjutnya.
Yogi mengernyit. Fitnah? Fitnah apa yang dimaksud Nio?
"Fitnah?" Nio mengangguk mantap seolah yakin dengan ucapannya.
"Tatapan lo gak wajar bro, jadi ngeri gue," ujar Nio bergidik ngeri.
Yogi yang semula dilanda kebingungan kini paham maksud Nio. Seketika pemuda itu memberikan tatapan datar dan kesal.
"Anjing! Lo pikir gue homo? Hah?!" Yogi berteriak tepat di depan wajah Nio. Sedangkan Nio, meringis mengusap telinganya yang berdengung.
"Gue gak bilang gitu, lo yang memperjelas," jawabnya.
Alvin yang sibuk menjaga tepat di bagian pintu masuk yang berukuran besar dan berwarna coklat kini mengalihkan atensinya ketika mendengar teriakan Yogi. Pemuda itu geleng pala saat melihat perdebatan Yogi dan Nio yang tak pernah kenal tempat dan waktu.
"Ekhem," dehem Alvin sedikit keras.
Yogi dan Nio spontan menoleh, mendapati Alvin yang tengah menatap garang ke arah mereka, seolah memberi peringatan. Kedua pemuda itu hanya tersenyum menanggapi. Hendak meminta ampun pada Alvin.
"Lo, sih!" tuding Nio.
Yogi membulatkan mata, tidak terima dengan tuduhan yang Nio berikan padanya, "Ngadi-ngadi ente bahlul!"
"EKHEM!" Kali ini Alvin lebih mengeraskan suaranya.
Nio dan Yogi yang mendengar itupun langsung berlari menuju halaman mansion itu. Setidaknya mereka ingin mengecek bagian yang lain tanpa pengawasan Alvin. Pemuda itu begitu kaku menurut mereka.
Setelah kepergian Yogi dan Nio, salah satu pengawal yang baru saja diamati oleh Yogi barusan memindahkan tangannya ke balik punggungnya. Jari telunjuknya menekan salah satu tombol yang terdapat di jam tangannya.
"Keadaan aman," ujarnya tertuju pada jam tangannya.
🌑🌑🌑
Sia berjalan dengan senyum mencurigakan, menghampiri sang pemilik acara yang sedang bersama pasangannya.
"Hai, Kania," sapanya.
Kania menoleh lalu tersenyum, "hai, Kak, apa kabar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
GLANCE
General Fiction[SEBAGIAN CHAPTER DIPRIVATE, FOLLOW SEBELUM MEMBACA.] Nastasia D. Aldebarack, seorang gadis biasa yang akan merasakan sakit bila dilukai. Mencintai seseorang yang bahkan mencintai sahabatnya sendiri. Mencoba menutupi kegundahan hatinya melalui sifa...