Serangan

1.7K 138 1
                                    

Sepasang tungkai jenjang itu melangkah memasuki sebuah caffe bertuliskan 'Cempaka'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepasang tungkai jenjang itu melangkah memasuki sebuah caffe bertuliskan 'Cempaka'. Caffe Cempaka, menjadi tempat tujuan Raga setelah berhasil lolos dari penjagaan sekolah.

" jadi, lo ngajakin gue bolos cuman buat makan kesini?" kesal Sia

Raga menghentikan langkahnya saat sebuah suara menginstrupsi-Nya. Memutar tubuh 90 derajat, kemudian menatap pemilik suara.

Hanya menatap tanpa berniat menjawab pertanyaan Sia. Tanpa di duga, laki-laki itu memilih melanjutkan langkahnya, mengabaikan pertanyaan Sia.

Sia mendengus, kesal sedari tadi Raga enggan mengeluarkan suara. Sia sempat berpikir, apakah di keluarga 'Kertanegara' memiliki peraturan bicara itu berbayar?

Belum genap 2 bulan, Sia sudah memutuskan hubungannya dengan Raga, itulah yang membuatnya tidak bisa memahami sepenuhnya sifat Raga yang dingin.

Gadis itu mengayunkan tungkainya mengikuti kaki jenjang di depannya. Netranya menyapu seluruh ruangan caffe, baru pertama kali Sia memasuki caffe ini. Interior caffe ini identik dengan warna hitam dan putih, dan menjadikan beberapa barang antik menjadi pajangan.

" eh? Gue gak lo pesenin makan? " tanya Sia kesal.

Sangking sibuk memperhatikan Interior caffe, Sia tidak sadar bahwa Raga sedari tadi sudah memesan makanan.

" gue pikir lo gak mau " jawab Raga tenang sambil menyuapkan beberapa potong makanan ringan ke dalam mulutnya.

Sia geram dengan tingkah Raga yang dingin dan seolah tidak menganggap keberadaan nya.

Sia mengangkat tangan seolah ingin mencekik leher Raga tanpa ampun. Geram dengan sikap acuh tak acuh Raga. 

Raga mengangkat kepala, menoleh ke arah Sia saat merasa ada yang aneh.

Sia yang melihat pergerakan Raga ingin menoleh ke arahnya pun, menghentikan gerakannya.

" apa? " tanya Raga seolah tak memiliki masalah sedikit pun.

Sia memaksakan senyumnya, mencoba meningkatkan level kesabarannya.

" enggak, enggak papa " jawab Sia tertawa hambar.

Raga hanya mengangguk kecil sebagai jawaban.

🌑🌑🌑

Hanya dentingan sendok beradu dengan piring yang menjadi alunan pengiring kesunyian mereka.

Makanan yang Sia makan hanya tersisa setengah lagi, sedangkan Raga masih sedikit banyak.

" lo makan lemot banget sih " ketus Sia saat melihat Raga makan seperti siput.

" ngaruh buat lo? " selalu saja Raga berbalik bertanya enggan menjawab.

GLANCE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang