CLBK

1.3K 104 22
                                    

"RAGA! TURUNIN GUE!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"RAGA! TURUNIN GUE!"

Brak...

"Aw...," ringisnya.

Kepala gadis itu mengadah, menatap sengit Raga.

"Setan! Lo dendam sama gue?!" bentak gadis itu seraya mengusap bokongnya yang terasa nyeri.

Raga menggeleng pelan, menyangkal pertanyaan Sia.

Sia mendengus, "terus, kenapa lo jatuhin gue? Hah?!"

"Lo yang minta," jawab Raga seadanya.

Spontan Sia berdiri, namun, belum sampai beberapa detik, gadis itu kembali meringis.

"Akkhh...," ringisnya.

Netranya kembali menatap Raga dengan tatapan membunuh, seolah dendam sudah memenuhi benaknya.

"SIALAN! Ini semua gara-gara lo!" geramnya

Raga diam, hanya salah satu dari alisnya yang terangkat menanggapi.

"Pinggang gue mau patah rasanya." Suara gadis itu melirih, mengusap miris pinggangnya.

Raga mendengus, "Lo yang minta turun."

"Tapi gak gitu juga, Ga."

Pria spesies yang ada di hadapannya saat ini? Bolehkah Sia berteriak sekencang-kencangnya?

Tiba-tiba gadis itu meraba telinganya, dengungan itu sudah menghilang dari telinganya. Bahkan pendengarannya sudah kembali seperti semula. Pantas saja dia bisa mendengar ucapan Raga dengan jelas. Wait ... Raga?

Spontan kepalanya mengadah, menatap tajam Raga.

Sia mendengus saat Raga tak lagi menanggapi ucapannya. Gadis itu memilih pergi menuju sofa yang terletak di dekat sana. Namun, baru saja tungkainya ingin melangkah, daerah pinggang hingga bokongnya terasa nyeri kembali.

"Ssshhh...," ringisnya.

"Sialan emang lo, Ga," umpat gadis itu pelan, namun masih bisa didengar oleh Raga.

Gadis itu berusaha setengah mati menahan rasa sakit di area pinggangnya. Satu persatu langkahnya selalu diiringi suara ringisan.

Raga mendengus kemudian tungkainya bergerak mendekati Sia. Dengan sigap Raga mengangkat tubuh Sia yang mengundang pekikan dari gadis itu.

"eh? Raga!" pekiknya.

"Jangan minta turun lagi." sahut Raga datar.

Sia bungkam, takut-takut jika Raga akan menjatuhkannya lagi. Jika dipikir-pikir ... memang ia 'lah yang bersalah di sini. Seharusnya ia tidak meminta Raga untuk menurunkannya begitu saja.

Lamunan Sia terpecah saat Raga meletakkan tubuhnya di atas sofa. Tanpa berkata apapun lagi, Raga pergi begitu saja ke arah dapur.

Sia mendengus saat melihat Raga pergi begitu saja. Namun, setelah beberapa detik kemudian kerutan di keningnya mulai terlihat. Ia penasaran, kenapa Raga pergi ke arah dapur?

GLANCE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang