shi juu roku: bencana

6 0 0
                                    

"maksud kamu apa, lun?" tanya wasa malam hari itu saat ia berlatih dan ditemani oleh luna yang datang begitu saja.

diraihnya ponsel milik wasa dari tangan seorang luna begitu saja dengan tatapan dingin yang menusuk jiwa raga dan batin seorang luna. gadis itu terkejut dan mungkin itu pertama kalinya wasa terlihat "marah".

wasa melihat pesan chat milik rei yang kemudian langsung ia unsent tanpa tau bahwa rei sudah membacanya.

luna itu sudah kelewatan.

"aku cuma chat dia aja." jawab luna dengan wajah polosnya.

"saya kan nggak izinin kamu buka-buka hp saya? apalagi kamu ngechat rei lagi. kamu kenapa sih?" tanya wasa dengan nada yang agak meninggi.

luna terdiam sebentar. tangannya mulai berkeringat. 1001 alasan ia pikirkan untuk diungkapkan.

"kamu makin lama makin kelewatan ya, lun."

bagaikan dihujam puluhan tombak tepat di jantung, luna bisa merasakan air matanya mulai terbendung pada kedua matanya. jantungnya berhenti seketika. begitu pula tubuhnya yang diam mematung.

"maksudnya?"

"kamu gini banget ke saya." jawab wasa. "saya keberatan selama ini kayak bukan saya sendiri. saya nggak merasa bebas dan saya ini bukan punyamu tapi kamu bertingkah seakan-akan saya ini segalanya dan sepaten-patennya milik kamu."

luna memutuskan untuk tetap diam.

memang benar wasa itu bukan siapa-siapanya tapi laki-laki itu benar-benar tidak paham kalau selama ini luna menyukainya.

"kamu kenapa ngirim pesan itu ke rei?" tanya wasa.

kini luna mengangkatkan kepalanya tinggi-tinggi. membuktikan kepada wasa bahwa ia tidak menyedihkan.

"kamu suka sama dia kan?"

wasa ngangguk.

"ya, terus apa salahnya aku bilang gitu?"

wasa lantas menggaruk tengkuk lehernya yang gatal. rasanya kepalanya itu sangat panas dan gatal secara bersamaan.

"tapi kamu lancang banget. saya jadi semakin nggak respect sama kamu."

laki-laki itu benar-benar marah karena luna itu sudah keterlaluan. merasa kesal dengan apa yang dikatan wasa, luna itu langsung berdiri dan menatap wasa tajam.

"maksud kamu apa?" tanyanya dengan suara yang meninggi.

wasa memejamkan matanya lalu berkacak pinggang sembari menghembuskan nafas panjang.

"saya nggak mau ribut sama kamu, lun. saya mau pulang dulu."

jelas wasa itu benar-benar pulang. dikemasinya semua barang-barang yang ia bawa hari itu sementara luna masih mengmati wasa dengan tatapan tidak percaya.

"sa, aku minta maaf." kata luna begitu saja sambil memegang lengan milik wasa. wajahnya sedih bercampur malu.

"saya nggak mau bahas, lun. lupain aja." balas wasa malas.

omnya wasa yang baru saja datang itu mengamati kedua insan yang tampak tidak akur dari kejauhan. memutuskan untuk tidak menghampiri wasa, laki-laki berumue 3o-an itu tetap diam di mobil dan menelpon wasa bahwa ia sudah sampai.

sadar ponselnya bergetar dan menyadari kehadiran omnya, wasa mempercepat kegiatan mengemasi barangnya dan acuh pada luna.

"sa, please. we can talk about this pake kepala dingin." rengek gadis tersebut.

wasa menjauhkan lengannya secara sopan dari luna sekaligus meraih tasnya yang berada tepat di samping luna.

"kan udah bilang tadi. saya nggak mau bahas. sudah ya lun. saya pulang dulu. kamu ditungguin daritadi." kata wasa.

kisah-kasih di sekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang