Omurice. Kedua tangan Fenita masing-masing membawa piring berisi omurice. Sajian khas korea yang berupa nasi goreng dan dibungkus telur. Kata Fenita, omurice itu seperti berkenalan dengan sesuatu yang baru. Pada awalnya, yang kita lihat hanyalah sesuatu yang terbungkus telur. Lalu, setelah kita menyendoknya dan merobek lapisan telur, kita akan tahu kalau ada nasi goreng di dalamnya. Kemudian, kita harus memakannya satu sendok, dua sendok, hingga habis untuk tahu semua isi dari omurice. Entah ada tambahan potongan daging ayam, udang, cumi atau sayuran. Tentu saja, kita harus memakannya hingga habis untuk tahu semuanya. Seperti mengenal seseorang, perlahan-lahan, satu persatu, hingga akhirnya kita tahu semua tentang orang itu.
“Luar biasa rasanya.” Ucap Andra setelah menyelesaikan piring omurice-nya.
Fenita tersenyum. Dia juga sudah menyelesaikan piring omurice-nya dan selesai bercerita tentang filosofi omurice menurut versinya.
“Nasi goreng ini untuk menggantikan makan malam nasi goreng yang gagal semalam.” ucap Fenita sambil membawa piring ke wastafel yang diikuti Andra. Semalam, mereka memang tidak jadi makan nasi goreng karena penjualnya tutup. Akhirnya, mereka makan soto daging yang berjualan di dekat apartemen.
“Kamu bisa meninggalkan piringmu di sini, aku akan mencucinya.” Ucap Andra yang dibalas anggukan oleh Fenita. Perempuan itu lalu berjalan menuju ke jendela kaca yang berada di dekat ruang tamu.
“Pemandangan di sini lebih menyenangkan daripada tempatku.”
“Nice spot.”
“Ya. Pasti bagus kalau malam hari. Night viewing with some beer.”
“You drink?”
“Sometimes.”
“Kamu bisa minum di sini, kapanpun.”
Fenita tersenyum.
“Apakah kekasihmu akan baik-baik saja kalau aku minum di sini?” Pertanyaan Fenita membuat Andra tertegun. Bagaimana dia bisa berpikir begitu?
Fenita kemudian menoleh pada Andra yang menatapnya dengan bertanya-tanya. “Maksudku, perempuan yang ada di foto itu.” Dia menunjuk pada foto yang diletakkan Andra di rak-rak buku.
Andra menarik napas panjang. Sulit untuk mengakui kenyataan bahwa Alessandra bukan lagi menjadi miliknya. “Mantan kekasih.”
Fenita tertegun. Dia tampak merasa bersalah. Pandangannya masih tertuju pada Andra, menunjukkan kalau dia menyesal telah mengatakannya.
“Apakah kita bisa memulai pekerjaan kita?” Andra memilih mengalihkan pembicaraan. Dia pikir, lebih baik tidak melanjutkan pembicaraan tentang mantan kekasih.
“Ya.”
Mereka kemudian membongkar barang-barang yang dibeli semalam. Meletakkannya sesuai dengan yang tercatat di kertas yang ditulis Fenita kemarin. Mereka mulai memindahkan barang-barang dan setelah lebih dari setengah hari, semua pekerjaan itu akhirnya selesai.
“Segar sekali.” Gumam Fenita sambil duduk melantai menghadap langit sore yang mulai kemerahan. Tangannya menggenggam kaleng cola yang sudah tinggal separuh. Kedua kakinya berselonjor di lantai. Di sampingnya, Andra juga melakukan yang sama. Sisa-sisa keringat masih terlihat di dahinya.
“Terima kasih sudah membantuku, Fen.”
“Sama-sama. Kamu juga sudah mengisi weekend-ku.”
“Aku senang karena akhirnya aku punya teman satu daerah.” Ujar Andra yang membuat Fenita langsung tertawa.
“Kamu seperti anak baru di Jakarta.”
“Tentu saja aku anak baru jika dibandingkan dengan kamu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
A Thousand Nights With You
RomanceSetiap manusia pasti pernah merasakan patah hati. Mengalami episode terburuk di dalam hidupnya. Ditinggalkan, putus cinta, dipaksa berpisah atau tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Fase paling penting setelah mengalaminya adalah bagaimana ca...