DUA PULUH LIMA - IS IT LOVE?

277 38 3
                                    

Mobil melaju dengan cepat di jalan tol menuju ke bandara. Langit masih cukup gelap karena sekarang masih jam 4 pagi. Andra menekan dalam pedal gas mobilnya karena dia harus segera sampai di bandara. Di sampingnya, Bara masih terlelap karena baru sampai dari rumah sakit. Kecepatan mobil menurun saat mulai memasuki area bandara, hingga berhenti di depan terminal keberangkatan.

“Kamu yakin bisa nyetir pulang?” tanya Andra setelah turun dari mobil. Dia melihat Bara yang terlihat masih sangat mengantuk.

“Udah biasa juga pulang dengan kondisi gini.”

“OK. Hati-hati.” Andra memanggul ransel miliknya lalu berjalan masuk ke dalam terminal, sementara itu Bara menjalankan mobilnya meninggalkan area bandara.

Setelah melewati area check-in, Andra menunggu di area boarding. Masih ada waktu sekitar tiga puluh menit sebelum waktu boarding. Andra mengambil buku dari dalam ranselnya. Buku ini semalam diambilnya dari meja Wenny. Sebenarnya, dia tidak pernah membaca buku novel, tetapi ketika melihat buku ini, dia langsung tertarik dan memutuskan untuk membawanya ke Jogjakarta. Dia juga langsung mengirim pesan pada Wenny meminta ijin untuk meminjamnya.

Andra membuka lembaran buku hingga separuh buku. Dia sudah menyelesaikan hampir separuh buku dan ingin melanjutkannya sembari menunggu waktu boarding. Cerita yang dituliskan oleh penulis seperti terasa nyata baginya, dan membuatnya tidak bisa berhenti. Dia baru beranjak dari kursi ketika ada pengumuman dari pengeras suara untuk segera masuk ke dalam pesawat.

***

Andra meraba dasinya dan mencoba merapikannya sebelum keluar dari mobil yang menjemputnya di hotel tadi. Hari ini adalah pertama kalinya dia akan kembali ke kantor cabang tempat dia bekerja di Jogjakarta dulu. Dan itu berarti dia akan bertemu lagi dengan Alessandra. Meski hatinya sekarang sudah terasa biasa saja, namun tetap saja dia masih ragu saat benar-benar berhadapan dengan Ale. Apakah hatinya benar-benar akan baik-baik saja?

Mobil berhenti di halaman depan kantor. Dia melangkah turun dan langsung disambut oleh bagian Human Capital, teman lamanya dulu. Mereka berdua bersalaman dan langsung naik ke lantai dua. Tidak banyak yang berubah dari kantor lamanya. Beberapa orang juga masih sama. Dan ingatannya ternyata juga masih melekat tentang semua kejadian yang pernah terjadi di kantor ini. Pandangannya kemudian terhenti pada seorang perempuan yang berdiri agak jauh darinya, namun senyum di bibir perempuan itu terlihat jelas di mata Andra. Senyum itu masih sama seperti beberapa tahun yang lalu.

Pandangan Andra baru teralihkan ketika dia harus masuk ke dalam ruangan pemimpin cabang. Dia harus membicarakan banyak hal dengan pemimpin cabang sebelum melakukan rapat dengan beberapa tenaga pemasar. Mereka membicarakan tentang target tenaga pemasar dan juga keinginan kantor pusat yang harus dijalankan oleh kantor cabang supaya pencapaian year on year  (yoy) bisa meningkat. Setelah selesai membahasnya, pemimpin cabang mengajak Andra menuju ke ruang rapat. Selama di dalam ruang rapat, Andra terus berusaha mengalihkan pandangannya dari Ale yang duduk di bagian depan. Tatapan Ale membuatnya salah tingkah. Ternyata, hatinya masih tidak baik-baik saja ketika berhadapan langsung.

“Kamu masih ingin lari dariku?” tanya Ale saat tinggal dirinya dan Andra di dalam ruang rapat.

Andra hanya tersenyum tipis. “Aku masih tidak bisa melihat senyummu.”

Ale yang sekarang tertawa. “Makanya, kamu tidak datang di hari pernikahanku?”

“Aku sedang ada pekerjaan saat itu.”

Ale mengangguk. “Mau makan malam denganku?” tanya Ale kemudian yang membuat Andra terdiam. Bagaimana bisa perempuan ini masih ingin mengajaknya makan malam, padahal sudah ada cincin pernikahan yang melingkar di jari manisnya?

A Thousand Nights With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang