Jogjakarta tidak pernah berubah. Selalu menjadi kota yang akan dirindukan orang. Ketenangannya diantara hiruk pikuk wisatawan. Keramahan orang-orang di dalamnya. Dan suasana jawa yang sangat kental. Meski hanya tiga tahun tinggal di sini, Andra sudah merasa Jogjakarta menjadi kota yang tidak akan pernah dilupakannya.
Hari ini, dia akhirnya menjejakkan kakinya lagi di stasiun Tugu. Setelah hampir satu bulan dia tidak ke Jogja, akhirnya hari ini dia memutuskan untuk datang. Beberapa orang berlalu lalang dengan membawa ransel, dan beberapa pengemudi becak menawarkan jasanya di depan stasiun. Andra memilih berlalu karena dia cukup berjalan beberapa langkah untuk sampai di hotel tempat dia menginap. Ya, dia memilih hotel yang berada di ujung malioboro, karena malam ini dia ingin berjalan-jalan di sekitar malioboro.
Andra meletakkan tas ranselnya di atas tempat tidur, lalu merebahkan tubuhnya yang lelah karena semalaman harus berada di kereta. Dia memang mengambil kereta malam karena dia ingin menikmati pagi di Jogja. Pandangannya tertuju pada langit-langit kamar yang hanya diterangi lampu remang-remang. Dia sedang berpikir, apakah dia akan menemui Alessandra setelah ini? Kegamangan mulai merasukinya. Terakhir kali, dia melihat Ale dari jauh beberapa bulan yang lalu, hatinya harus terluka menerima kenyataan kalau Ale sudah membuka hatinya untuk laki-laki lain. Matanya terpejam, mencoba mengingat kembali saat itu. Ale memberikan senyumnya yang indah pada laki-laki di depannya, mereka bahkan bergandengan tangan saat akan masuk ke dalam mobil.
Lamunan Andra buyar saat tiba-tiba ponselnya berbunyi. Nama Bara tertera di layar.
"Kamu sudah sampai?" tanya Bara saat telepon sudah diangkat. Bara memang tidak pernah basa-basi.
"Ya. Baru saja."
"Apakah kamu jadi menemuinya malam ini?"
Andra tidak langsung menjawab. Kilatan memori tentang Ale yang sudah mulai membuka hatinya lagi, berputar ulang di ingatannya. Apakah kehadirannya tidak merusak kebahagiaan yang sudah Ale bangun?
"Aku pikir kita bisa bertemu dulu nanti malam. Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu."
"Padaku? Kamu ingin menanyakan tentang Ale padaku? Kenapa tidak langsung bertanya padanya?"
"Aku ingin memastikannya dulu."
"Kenapa tidak kamu tanyakan sekarang?"
"Nanti saja. Kita bertemu di Mezzanine jam 4."
"Oke. Aku ajak Ale sekalian."
"Bar, please."
Bara terdengar sedang tertawa. "Oke. Aku tahu kamu sedang mengajakku kencan."
Lalu telepon ditutup. Andra menghembuskan napas kesal. Dia meletakkan lagi ponselnya di tempat tidur, lalu mulai memejamkan mata. Dia pikir dia bisa tidur dulu karena semalaman dia tidak bisa tidur di kereta. Kenangan bersama dengan Ale di kereta dulu, membuatnya terjaga dengan hati yang teriris sakit.
***
Dinding kaca yang hampir memenuhi seluruh bangunan membuat kafe ini terasa luas. Apalagi, tanaman-tanaman hijau menghiasi beberapa tempat, menambah kenyamanan pengunjungnya. Secangkir espresso sudah kehilangan panasnya. Lebih dari satu jam Andra menunggu Bara yang tidak kunjung datang. Terakhir, dia mengirim pesan kalau ada pasien yang harus diperiksa. Susah memang jika membuat janji dengan dokter yang super sibuk.
"Sorry, telat."
Bara tiba-tiba muncul. Dia menggulung lengan kemejanya hingga separuh. Tampak sekali wajahnya yang lelah. Mungkin, masih banyak pasien yang harus diurus di akhir pekan seperti ini. Pekerjaan dokter memang tidak pernah mengenal waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Thousand Nights With You
Storie d'amoreSetiap manusia pasti pernah merasakan patah hati. Mengalami episode terburuk di dalam hidupnya. Ditinggalkan, putus cinta, dipaksa berpisah atau tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Fase paling penting setelah mengalaminya adalah bagaimana ca...