EMPAT BELAS - THE TWINKLE OF LIGHTS

243 40 0
                                    

Fenita melangkah cepat saat mendengar pintu apartemennya diketuk. Dia tahu siapa yang akan mengetuk pintunya malam ini dan dugaannya benar saat melihat laki-laki yang berdiri di balik pintu dengan senyumnya yang khas.

“Hai.”

“Hai. Akhirnya pulang.” Fenita mengembangkan senyumnya. Dia tidak tahu kenapa dia sangat bahagia saat melihatnya akhirnya kembali dan apartemennya tidak akan kosong lagi.

“Ya. Dan ini oleh-oleh untukmu.”

Fenita menerima uluran paperbag dari Andra, lalu membuka pintu lebih lebar. “Masuklah.”

“Sepertinya, aku akan kembali saja ke tempatku.” Andra menolaknya dengan halus. Dia sebenarnya cukup lelah karena belum beristirahat sejak sampai di Jakarta. Dia langsung pergi ke kantor, bahkan masih dengan koper besarnya.

“Baiklah. Terima kasih untuk oleh-olehnya.”

Andra hanya membalasnya dengan senyuman lalu melangkah menuju ke unitnya sendiri. Dia pasti lelah, batin Fenita yang kemudian menutup pintunya. Dia berjalan masuk dan meletakkan paperbag yang diberikan Andra di sofa. Tidak ada buku kali ini. Sebuah tas warna dusty pink yang cantik. Fenita tersenyum sendiri melihatnya. Bagaimana bisa laki-laki seperti dia memilih tas secantik ini?

***

Setelah selesai mandi, Andra langsung merebahkan tubuhnya yang lelah di tempat tidur. Koper yang dibawanya tadi hanya diletakkan asal di sudut ruangan. Dia sudah tidak punya tenaga untuk sekedar membereskan semua barang – barang yang dibawanya dari Hongkong. Pandangannya tertuju pada langit-langit kamar, sementara otaknya sedang memikirkan apa yang akan dilakukannya besok di kantor. Pikirannya terinterupsi saat perutnya berbunyi. Dia baru saja ingat kalau dia belum makan apapun sejak sampai di Jakarta tadi siang. Tapi, dia juga malas jika harus keluar apartemen hanya untuk membeli makan.

Bel pintu tiba-tiba berbunyi. Siapa yang datang malam-malam begini? batin Andra. Namun, dia pun akhirnya beranjak dari tempat tidur menuju ke pintu depan. Matanya membulat saat melihat Fenita sudah berdiri di depan pintu dengan membawa nampan.

“Aku pikir kamu pasti belum makan malam.” Ucapnya dengan senyum tersungging di bibirnya. 

Andra tidak bisa menahan senyumnya. Bagaimana bisa Fenita tahu kalau perutnya baru saja berbunyi dan meronta-ronta minta diisi? Dia kemudian menerima uluran nampan dari Fenita.

“Kamu masak malam-malam?”

“Hmm, sebenarnya aku sudah menyiapkan makan malam untukmu. Tapi, aku lihat kamu capek jadi aku mengurungkan niatku untuk mengajakmu makan malam.”

“Jadi, ini masakan yang sudah kamu siapkan tadi?”

Fenita mengangguk. Pipinya bersemu merah. Sebenarnya, dia pun malu mengakuinya. Tetapi, lebih baik dia malu daripada membiarkan Andra kelaparan.

“Kamu sudah makan?” tanya Andra kemudian yang dijawab gelengan oleh Fenita.

“Mau makan malam denganku?”

“Tapi, apakah aku tidak mengganggumu?”

“Kamu sudah terlanjur menggangguku dengan makanan ini, jadi ayo sekalian saja.”

Fenita tertawa. Dia pun akhirnya mengikuti Andra masuk ke dalam apartemen. Andra meletakkan nampan yang diberikan Fenita di meja makan, lalu mengambil peralatan makan di lemari kabinet dapur.

“Ini.” Andra mengulurkan peralatan makan bergambar bintang dan bulan milik Fenita.

“Ternyata di sini.” Fenita baru ingat kalau alat makan favoritnya justru tertinggal di tempat Andra. 

A Thousand Nights With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang