Hari 11, Berbeloklah, Kapten!

207 41 26
                                    

Ujung baju yang aku kenakan mulai basah terciprat air. Walau begitu, jariku setia menari-nari pelan antara gelombang.  Hei, kapan aku peduli tentang itu? Fokusku diambil kamu.

Sementara itu, kamu bergeming. Entah perasaanku atau tidak, sedari tadi tidak semenitpun kamu membuka suara.

"Sejuk, ya?" Aku mencoba mencairkan suasana.

"Begitulah." Miris, sebenarnya ada apa dengan kamu?

Seakan sedang bicara dengan punggungmu, aku menyusuri tulang belakangmu yang kokoh sembari tertawa sumbang (yang mungkin kamu kira tawa sungguhan. Toh kamu tidak akan membelokkan kepalamu ke arahku, kan?)

Ah, aku benci hening yang kamu biarkan hadir. Mereka berisik sekali! Tiada henti mengingatkan aku pada bait-bait kenangan yang ingin aku lupa, pada setiap luka yang dengan amatirnya sedang kuobati.

Hingga tiba-tiba kapal kita yang cukup sempit sedikit terombang-ambing. Aku ingin menggerutu 'jangan berdiri tiba-tiba!' jika saja kini aku sudah bisa berdamai dengan pedihku.

"Sudah siap berangkat? Sepertinya suasana hatimu sudah membaik."

Meski tidak mengerti, aku tetap mencoba bercanda, "tau dari mana? Jangan-jangan kamu bisa telepati, ya?"

Tatapanku nanar, meski tak berapa lama kemudian harus kembali menguatkan hati. Setidaknya aku buang tatap itu menuju hutan bakau di sepanjang jalan sebagai usaha menghindari kalau-kalau kamu berbalik menatap muka.

Apapun yang kudengar setelah ini, sebenarnya aku tidak siap. Perih.

"Kamu sudah bisa senyum, tuh."

"Nah."

Wajar seperti ini. Terlalu muluk pintaku supaya kamu memahami. Kamu saja tidak pernah benar-benar melihat aku.

Haihai!
Another flashfiction, semoga semakin ke sini semakin baik ya!
Yuk, selalu baca Muara hingga selesai
Jangan lupa juga vote dan komen agar aku tambah termotivasi melanjutkan Muara^^

Terima kasih udah baca dan ketemu lagi di part selanjutnya

KLM #3: Muara | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang