Hari 14, Senja di Geladak Kapal

196 35 17
                                    

Telapak kaki menyentuh riak kecil di sela bawah perahu, sedikit bercerita tentang jauhnya aku dan kamu melintas.
Di suatu hari yang sedang berbaik hati,
aku beruntung diizinkan saling merona dengan mentari.
Hei, tentu saja aku juga bisa tidak sendirian
–setidaknya sebelum horizon cemburu dan meminta sang surya kembali ke bahunya.

Sayang, secepat itu mereka sirna.
Pun aku yang bermalam murung karenamu

lagi,
lagi,
dan lagi.

Lelah berkonspirasi dengan kamu tentang kita ketika gelap mengerjap.
Tidak ada yang mau hidup dalam mimpi.
Apalagi aku; yang dalam mimpi pun tidak kunjung bersua dengan kita yang aku inginkan, sebagaimana kamu menjanjikan padaku.
Kita tak sama; ilusi pernyataan cinta darimu itu menyedihkan buatku.
Kita tak sama; aku tak melupa secepatmu.

Tetap saja, hatiku mesti merelakanmu.
Mulai malam selepas ini sampai dini hari.
(menghilangkan perih, kata 'dia' yang tidak kamu lihat. Sila saja mau percaya atau tidak. Itu, sih, pilihanmu.)

Haihai!
Masih betah gak nih? Semoga selalu yaa
Tolong kasih pendapat kalian dong, supaya bisa memperbaiki Muara jadi lebih baik♡
Terus baca Muara, dan pastinya jangan lupa vote dan komen karena vote-komen gratis serta mudah kok^^
Kalau punya teman yang hobi baca puisi, coba share Muara deh!

Nantikan kumpulan puisi lain di Muara✨

KLM #3: Muara | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang