11. Keputusan?

3.8K 368 14
                                    

"Kalian kok bisa pake gelang? Warnanya sama, lagi." Aisyah bertanya saat dalam perjalanan pulang ke rumah Aresha.

"Dikasih Dira."
"Dikasih Dira."

Aresha dan Zidan berucap bersamaan.

"Barengan lagi. Kok bisa, sih?" Zidan dan Aresha menghendikkan bahunya.

"Jodoh kali." Ups. Aisyah keceplosan. Aresha mencubit tangan Aisyah pelan dan menyeringai. Sementara Zidan terus berjalan santai.

"Hehe.. maaf-maaf. Lagian, aku juga gatau kalian jodoh atau bukan."

"Syah!" Seringai Aresha pelan.

"Iya-iya. Ngomong-ngomong, katanya kalian berdua ikut lomba MHQ, yak?"

"Iyah."
"Iyah."

"Tuh kan bener barengan lagi. Kata aku juga apa. Mungkin kalian jodoh."

"Mungkin?" Gumam Zidan yang hanya dapat didengar oleh Aresha.

Entahlah, mereka jodoh atau tidak itu urusan Allah. Toh, jodoh gak akan ketukar, 'kan?.

🌻🌻🌻

Pagi harinya, Zidan dan Aresha sudah berada di Masjid Sekolah. Karena hari ini adalah hari Jumat, dan jadwal pulang sekolah itu pukul sebelas, jadi mereka latihan pagi ini.

"Hari ini kita latihan teknis lombanya yah. Jadi, nanti kalian akan diberi dua amplop dan kalian mau pilih yang mana. Terus, nanti juri bacain soalnya, terus kalian harus jawab soal dari juri itu." Terang Bu Dina.

"Soalnya, juz satu, dua dan tiga itu ada tiga soal. Juz dua puluh tujuh sama dua puluh delapan itu empat soal. Juz dua puluh sembilan dan tiga puluh itu lima soal." Aresha mencatat apa yang Bu Dina katakan di note kecilnya. Sedangkan Zidan, ia tersenyum melihat Aresha yang begitu serius memperhatikan Bu Dina.

"Jadi, perbanyak hafalan, yah. Usaha harus tapi jangan berlebihan. Nanti kalian sakit. Harus inget waktu juga. Pokoknya, semangat terus buat kalian, Oke!" Bu Dina ini sebenarnya orangnya humble kalau sama murid kesayangannya. Ekhem, kesayangan.

"Iyah, Bu.." Aresha menimpali.

"Kalau baju, gimana, Bu?" Zidan membuka suara.

"Kalian pake baju muslim sekolah aja karena udah diatur dari sananya." Ucap Bu Dina.

"Oosiap, Bu." Kata Zidan.

"Ya udah, sekarang Ibu coba kasih soal yah. Sekalian gladi resik. Biar gak terlalu tegang, nantinya." Zidan dan Aresha mengangguk.

Mereka bertiga terus berlatih selama beberapa jam. Tak jarang, salah satu diantara mereka bercanda dan mengundang tawa.

"Sip. Soal terakhir babak rebutan yah. Kalian juga harus gerak cepet mencet bel nya, yah."

"Bacakan surat az-zariyat ayat enam belas." Dengan cepat, Zidan dan Aresha mengangkat tangan nya bersamaan.

"Ya udah, deh. Karena ini akhir, Kalian berdua baca bareng." Zidan dan Aresha saling menatap kemudian mengangguk. Mereka mulai membacakan surat itu dengan kompak dan irama yang sama. Sangat indah sekali. Sudah seperti pasangan... Ah entahlah. Kamu! Iya kamu! Pasti kamu mau kan? Wkwk. Sabar, say.

"Bagus. Udah, yah segitu dulu. Kalian latihan lagi dirumah. Tapi inget, jangan capek-capek. Tingkatkan kualitas membaca kalian!" Pesan Bu Dina.

"Ya udah, Ibu cukupkan sekian." Mereka berdoa setelah latihan. Lalu segera pulang. Sekarang pukul setengah sebelas, karena tanggung jika masuk kelas, jadi mereka pulang saja.

🌻🌻🌻

Pukul setengah empat, Aresha sudah berada di Madrasah sedang menyiapkan proyektor karena hari ini jadwalnya menonton. Dengan dibantu oleh yang lain tentunya.

Setelah selesai dipasang, Anak-anak berdoa terlebih dahulu. Aresha menyarankan untuk menonton tentang ibu agar anak-anak senantiasa mengingat jasa seorang ibu. Karena di sini pun banyak anak yang sudah tidak punya seorang Ibu.

Acara menonton sudah dimulai. Video ini berdurasi sekitar dua puluh menit. Ada anak yang menangis, ada pula yang tidak mengerti. Wajar, mereka masih kecil. Salah satunya, Dira. Ia terus menangis. Lalu, Aresha berjalan ke arah Dira.

"Dira, kenapa sayang?" Tanya Aresha.

"Dira gak punya ibu, Dira gak bisa masuk surga." Dira ini anak piatu. Ibunya sudah meninggal saat melahirkan Dira.

"Kata siapa Dira gak bisa masuk surga?." Aresha kembali bertanya.

"Surga kan ada di Ibu. Dira gak punya Ibu. Jadi Dira gak akan masuk surga."

"Bukan begitu, Sayang. Kamu bisa kok masuk surga."

"Caranya?"

"Kamu berdoa sama Allah buat Ibu. Insyaa Allah, Ibu Dira mendengar doa dari Dira. Karena, amalan yang tidak terputus itu ada tiga. Satu, shadaqoh jariyah, kedua, ilmu yang bermanfaat dan yang ketiga, anak shaleh yang mendoakan. Jadi, kalau Dira mau jadi anak shalihah, Dira harus rajin berdoa sama Allah, yah. Biar Ibu Dira bahagia di alam sana." Dira mengangguk. Entah mengerti atau tidak, itu cukup membuat Dira tenang.

"Makasih, ya, Teh." Aresha mengangguk. Dari kejauhan, Zidan tersenyum melihat Aresha yang menenangkan Dira.

Keibuan sekali, Maa Syaa Allah. Batin Zidan.

Sepuluh menit lagi acara menonton akan selesai. Aresha mengeluarkan air matanya karena tak kuasa menahan tangis. Ia belum berhasil membahagiakan orang tua terutama Ummi nya. Ummi nya bertaruh nyawa demi Aresha. Tapi, Aresha belum bisa memberikan apa yang orang tuanya inginkan.

Zidan mengulurkan tangannya memberikan sapu tangan miliknya. Ia tak tega melihat orang yang ia sayangi, menangis. Aresha tersenyum dan menolak pemberian dari Zidan. Tidak baik dirinya menerima pemberian dari yang bukan mahramnya.

"Maaf, Terima kasih." Zidan mengangguk lalu membatin.

Aku harus ambil keputusan.

🌻🌻🌻

See you next part 🌻🖤

Jangan lupa vote dan komen nyaa.

Ambil yang baiknya, buang yang buruknya! Aku tau kalian pembaca yang cerdas:)

Makasih yang udah mampir ke cerita aku ini🖤 jangan lupa baca secret destiny karya enimrti okeeee... Seruuu bangett kalau kalian Bacaa!!

Alifaas
29 November 2020

Zidan & Aresha (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang