Setelah sampai di rumahnya, Zidan teringat sesuatu di handphonenya. Ia lupa.
"Eh, Astaghfirullah... Lupa ganti nama kontaknya Ari, duh..." Zidan menepuk keningnya pelan.
"Tunggu, deh. Apa tadi Resha baca tulisannya? Ceroboh banget, sih. Astaghfirullah..." Pasalnya, ia takut jika Aresha marah padanya karena telah mencuri nama Aresha.
"Semoga Resha gak ngeh sama wallpaper nya." Zidan bermonolog sendiri berharap Aresha tidak sadar akan tindakannya. Tapi, sayangnya Aresha sadar akan hal itu.
🌻🌻🌻
Pagi ini, Aresha sedang mengobrol dengan kedua orang tuanya perihal lomba MHQ itu. Ia tidak ikut sarapan karena ia sedang berpuasa.
"Ummi, Abi, Fahri, Resha kepilih jadi perwakilan peserta lomba MHQ tingkat nasional di sekolah pekan depan." ucap Aresha.
"AH MANTAPS!" Fahri tiba-tiba berbicara sambil memukul meja makan pelan. Hal itu membuat semuanya terkejut.
"Eh, belajar darimana, kamu? Harusnya Alhamdulillah dong.." Adinda memperingati dengan mata yang tajam menatap kearah Fahri.
"Hehe, Iya maaf."
"Kalian ngasih izin, 'kan? Soalnya aku udah bilang setuju sama Bu Dina, gak enak juga kalau nolak." kata Aresha.
"Ya ngasih lah, Sayang.. ini tuh kesempatan yang bisa menjadi ladang pahala buat kamu. Sayang banget kalau ditolak." Aresha tersenyum saat Andika memberi izin.
"Ummi juga izinkan. Asal ada yang menjaga kamu. Bu Dina juga ikut kan?"
"Iya, Mi." Zidan juga ikut, kok, Mi.
"Jadi nanti kayaknya aku pulang sore banget, soalnya langsung ngajar."
"Jangan capek-capek, Teh. Nanti sakit!" Aresha mengangguk
"Perwakilannya Teteh doang? Keren.." Kini Fahri yang bertanya.
"Enggak, sih. Zidan juga."
"Zidan? A Zidan yang waktu itu pernah ketemu?" Bukan pernah lagi, tapi udah sering, Ari.
"Iya."
"Alhamdulillah.."
"Kok Alhamdulillah?"
"Gak papa. Yuk berangkat." Akhirnya, Aresha pergi ke sekolah diantar oleh Fahri. Karena satu jalan antara sekolah Aresha dan Fahri.
Sesampainya di Sekolah, Aresha berjalan menuju kelasnya. Lomba MHQ akan digelar empat hari lagi. Jadi, Aresha mempersiapkannya dari sekarang. Ia memang sudah banyak meraih piala. Akan tetapi, usaha juga perlu dilakukan. Aresha terus fokus bermuraja'ah sepanjang perjalanan, hingga ia tak sadar telah menabrak seseorang.
"Astaghfirullah, maaf-maaf, gak sengaja." Ia mendongak melihat siapa yang ditabraknya.
"Bayu."
"Iyah, aku Bayu. Kamu nih kebiasaan. Kalau lagi jalan, liat ke depan! jangan nunduk gitu! Nabrak aku kan jadinya." Aresha mengerucutkan bibirnya.
"Iyah maaf. Kamu mau kemana?" tanya Aresha.
"Tadinya sih mau jemput kamu didepan. Eh, kamu nya udah disini."
"Ouu.."
"Ya udah, Ayo!" Bayu merangkul bahu Aresha, membuat Aresha risih.
"Lepas, ih, Bayu!" Bayu tak menggubris perkataan Aresha.
"Bayu, ih." Aresha berhenti tepat didepan kelas Zidan. Zidan mulai memperhatikan mereka berdua. Kali ini ia tak merasakan apapun setelah mendengar penjelasan singkat dari Aresha sendiri.
"Apaan, sih." Bayu melepas rangkulannya. Kok jadi Bayu yang sewot, sih?. Tak ingin berdebat lagi, Aresha mendengus kesal dan menghentakkan kakinya kemudian berjalan menuju kelasnya.
Zidan sempat melihat raut kesal Aresha. Menurutnya, itu lucu. Sangat lucu.
"Istighfar, Hei!" tegur Arvin. Detik selanjutnya, Zidan beristighfar. Kenapa ia sering sekali khilaf?
🌻🌻🌻
Pukul setengah satu, Aresha dan Zidan sedang bermuraja'ah di Masjid. Bu Dina datang setelah mengambil gawai nya di Ruang Guru. Setelah itu, mereka mulai latihan.
"Lomba nanti, materinya itu tujuh juz. Yaitu, juz satu, dua, tiga, dua puluh tujuh, dua puluh delapan, dua puluh sembilan, sama juz tiga puluh. Salah duanya, Surat Ar-Rahman dan Surat Al-Mulk. Selebihnya, nanti Ibu kirimkan di WhatsApp." Aresha dan Zidan mengangguk.
"Sekarang, coba Aresha baca surat Al-Mulk ayat satu sampai dua puluh dan Zidan baca Surat Ar-Rahman ayat satu sampai dua puluh juga."
Pertama-tama, Zidan yang melantunkan surat Ar-Rahman. Suaranya lebih merdu dari apa yang Aresha dengarkan lewat audio waktu itu.
Maa Syaa Allah... Aresha ikut terhanyut dalam lantunan Zidan. Ia hampir menitikkan air mata nya. Ini adalah salah satu surat favoritnya. Berharap, ia ingin mahar Ar-Rahman saat ada yang melamarnya. Zidan selesai membacakan surat Ar-Rahman.
Setelah itu, giliran Aresha melantunkan Surat Al-Mulk. Suaranya tak jauh beda dari Zidan. Keduanya sama-sama memiliki suara yang sangat merdu. Sampai-sampai, Bu Dina merasa nyaman dan tenang dengan suara mereka.
"Aresha, bacakan surat Al-Hasyr ayat dua puluh satu sampai dua puluh empat" Kemudian, Aresha membacakan ayat tersebut.
"Zidan, surat An-Najm ayat tiga puluh sembilan sampai empat puluh dua." Beberapa soal dari Bu Dina telah dijawab oleh Aresha dan Zidan. Sekarang sudah pukul dua lebih lima menit.
"Alhamdulillah.. Ibu salut banget sama kalian. Ibu gak salah pilih. Tingkatkan lagi. Dan coba lebih tenang agar audiens ikut terhanyut dalam lantunan ayat yang kalian lantunkan."
"Jangan tegang waktu di panggung nanti. Rileks aja. Bismillah." Aresha mengangguk.
"Ya udah, Kita cukupkan sekian. Dilanjut besok lagi ya. Banyak-banyak menghafal nomor ayatnya tapi jangan sampe kalian capek. Kalian boleh pulang. Salam sama orang tua kalian, yah." Aresha mencium punggung tangan Bu Dina dan keluar dari masjid. Diikuti oleh Zidan yang meletakkan tangan nya di depan dada.
Aresha selesai memakai sepatunya. Saat hendak berjalan, ia dihentikan oleh Zidan yang memanggilnya.
"Ada apa?" tanya Aresha. Detak jantungnya berdegup kencang saat sudah dihadapan Zidan.
"Pulang bareng. Amanah dari Abi." Aresha menghela napas.
Pulang bareng lagi?!.
🌻🌻🌻
Hai..
Gimana? Kalau ada salah kata atau kalimat, kasih tau yaakk.Aku masih pemula, jadi belum hafal betul tentang kepenulisan, hehe.
Jangan lupa vote dan komen nyaa
Ambil yang baiknya, buang yang buruknya! Aku tau kalian pembaca yang cerdas:)
Alifaas
27 November 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Zidan & Aresha (End)
SpiritueelReligi - Romance 🌻🌻🌻 Ya Allah, jika aku jatuh cinta, cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu, agar bertambah kekuatanku untuk mencintai-Mu. Ya Muhaimin, jika aku jatuh hati, izinkanlah aku menyentuh hati seseorang yang ha...