Sebulan telah berlalu begitu cepat. Hari ini akan menjadi hari terakhir mereka di bali. Karena, hari ini mereka akan pulang ke jakarta.
"Ngajak riel?" Tanya Jihoon seraya memperhatikan hyunsuk yang sedang berkemas.
"Iya" Jawab Hyunsuk tanpa minat.
"Kenapa gak berubah si?! Pikirin lagi! Gimana kalau terjadi kembali, huh?!" Ucap Jihoon tak habis pikir.
Hyunsuk menghempaskan baju yang ia pegang. Lalu menatap jihoon jengkel.
"Berhenti! Lo bisa gak, gak usah nyari masalah!""Gue gak nyari masalah! Gue cuman ngingetin apa kata papa lo! Lo lupa apa gimana si! Semua orang tu trauma hyunsuk!" Bantah jihoon.
"Trauma! TRAUMA. TRAUMA! Trauma aja terus! Terus sampe mampus! Heh, buat apaan kita trauma sama masa lalu?! Seharus nya itu di lupain! Bukan di jadiin trauma, jihoon!" Bentak Hyunsuk tak kalah kuat.
"Ya! Ya! Kenapa gue trauma? Kenapa Yedam trauma?! Karena kami yang lebih berpengaruh pas itu. Dan kenapa lo gak trauma?! Karena lo gak ngapa-ngapain!!" Jihoon tak lagi bisa manahan emosinya. Emosinya meledak begitu saja.
Hyunsuk terdiam. Yang di katakan jihoon ada benarnya. Jihoon dan yedamlah yang berpengaruh dulu. Yang paling menderita. Tapi, mengapa mereka selalu menjadikan itu alasan untuk tidak membantu orang lain? Pikir hyunsuk.
"Diem kan lo! Oke! Gue terima, terserah lo. Gini aja, kalo misalnya lo memang pengen banget ngajak si anak itu. Lo jangan pernah pergi ke rumah gue, sama yedam. Jangan pernah main sama kita sebelum lo ngelepasin anak itu!" Ucap Jihoon tak mau di bantah.
Jihoon langsung menyeret kopernya dan keluar dari kamar. Begitu keluar dari kamar, Jihoon melihat yedam yang sedang keluar dari kamar juga. Lantas jihoon langsung menyeret yedam keluar dari hotel ini.
"Udahlah Hyun. Mending kita biarin aja si Riel. Dari pada hubungan persahabatan kita hancur?" Ucap Junkyu tiba-tiba.
"GAK! Lo pada udah gila! Dia udah gak punya siapa-siapa lagi." Tolak hyunsuk mentah-mentah.
"Yaudah" Balas junkyu pasrah.
___________
Terlihat di bagian kursi sebelah sana. Mereka bersepuluh bersama riel, sedang bercanda ria. Sementara bagian kursi bagian jihoon dan yedam. Mereka saling diam, tanpa mau berbicara.
"Dam. Lo gak mau kan kehilangan orang tua lo?" Tanya Jihoon tiba-tiba.
"Ya enggaklah bang! Gila aja, kalo gue mau" Jawab Yedam di akhiri dengan kekehan.
"Ya, gue juga sama. Tapi kayaknya, hyunsuk sama yang lain mau" Ucap Jihoon. Lalu menghela nafas kecewa.
Matanya mulai berair, mukanya sudah memerah karena menahan tangis sedari tadi. Rasanya, jihoon ingin menangis dan berteriak sekuat mungkin. Melepas kekecewaan nya kepada temannya yang lain.
"Bang! Lo ngapain nangis si? Lebay tau gak!" Sindir Yedam bercanda.
"Dam. Gue pengen dam. Gue pengen hidup tenang kayak dulu. Tanpa mikirin gimana ke depannya nanti. Gue kadang mikir, apa kalian itu bener-bener sahabat gue?" Ucap Jihoon dengan air matanya yang mulai menetes.
"Bang! Ni tissue. Malu-maluin tau. Ntar di orang apa lagi" Ucap Yedam sembari memberikan tissue kepada jihoon.
"Bang. Lo tau kan? Bang hyunsuk tu kayak mana. Dia keras kepala, orangnya gak bisa di larang. Orangnya gak tegaan." Ucap Yedam sambil memasukan sisa tissue nya kembali kedalam tas.
"Iya dam, gue tau. Tapi, karena gak tegaan nya itu. Dia di manfaatin orang dam" Ucap Jihoon tak tahan lagi.
"PESAWAT AKAN LEPAS LANDA SEBENTAR LAGI. HARAP SEMUANYA MASUK KEDALAM PESAWAT, DAN BERSIAP-SIAP"
KAMU SEDANG MEMBACA
Here They Are || Treasure
HumorMereka, berdua belas. Mereka bersahabat baik dari kecil hingga besar. Selalu menjalani hari-hari dengan ceria. Hingga, suatu saat akhirnya mereka bertemu dengan seorang pria yang entah bagaimana sikapnya, dan merubah persahabatan mereka. Akhirnya me...