17. Hanya Nyaman

33 11 0
                                    

Publish : 28 Desember 2020

SELAMAT MEMBACA CERITA 'INI KISAHKU'

***

Dia? Orang yang membuatku nyaman. Nyaman bukan berati suka.

***

Aku sudah melihat dia dari jauh. Lama-lama langkah kakiku tambah dekat dengannya, dan pada akhirnya aku bertemu dia. Tatapan kami saling bertemu. Ia terus menatap lurus ke depan.

Benar saja ia sedang minum kopi dan ngerokok. Aku memang tidak suka laki-laki perokok, tapi itu haknya. Lagi pula dia bukan pacarku. Tidak suka saja melihatnya. Apalagi orang yang masih sekolah.

"Lu sabar banget si nungguin sampe sejam lewat gini?" tanyaku.

"Gua sambil ngopi ini."

"Mau ke rumah teman lu siapa si? Mau ngapain?"

"Main aja ge."

Dalam hatiku, "ni orang ceritanya pamer kali ya. Tapi kan aku juga bukan pacarnya ini."

Aku dan dia jalan ke rumahnya. Ia memaksa lewat rumahku karena katanya jauh kalau lewat arah lain. Tapi aku bisa mencegahnya. Kita lewat arah lain. Sesampainya di rumah temannya, canggung sekali rasanya. Ada dua lelaki temannya, dan aku hanya perempuan sendiri. Mereka tertawa-tawa. Aku hanya berdiam pura-pura main ponsel. Padahal aku sendiri bingung harus apa dengan ponselku. Catur selalu mendiamkanku dengan teman-temannya.

"Lu kaga ngeroko Sob?" tanya Catur pada salah satu temannya.

"Gak lah pele ini di rumahnya," teman satunya yang menjawab, bukan yang di tanya. Yang di tanya malah senyum-senyum.

"Di omelin ma gua nanti," teman Catur yang di tanya akhirnya menjawab juga.

"Itu teman lu ajak jajan pele kasian," kata temannya ke Catur. Mereka ternyata tidak bilang aku pacarnya.

"Sym, mau jajan Sym?"

"Yaudah," cepat ku mengiyakan. Itu semua cuma alasan agar aku bisa pergi dari rumah temannya. Sangat membosankan berdiam diri diantara orang-orang yang sedang bercanda. Mungkin kalau aku orangnya tak punya malu, aku bisa saja bergabung dengan mereka. Mencela omongan-omongan mereka. Tapi sayangnya, sekata saja tidak keluar dari mulutku.

Aku nunggu di luar. Catur sedang berbicara dengan kedua temannya. Tiba-tiba Catur mengeluarkan motor gede. Mataku membelalak. Seketika aku takut, panik, dan negatif saja pikirannya.

"Mau naik itu?" tanyaku heran. Aku benar-benar tidak ingin, dan tidak terbiasa banget naik motor seperti itu. Aku selalu berpikiran negatif, "Catur bisa banget, mau modus kali ya? Apaan banget ih."

"Iya."

"Ahh gak mau ahh," Catur tidak mendengarkanku. Menyebalkan.

"Ayo Sym," aku berdiam dengan wajah memelas. Lalu, "Jangan pake itu," ucapku.

"Ngapa emang?" aku menjawab dengan wajah yang masih memelas. Entahlah mimik wajahku seperti apa.

Akhirnya aku naik ke motor temannya itu. Bagaimana kalau rem mendadak? Untung saja aku pintar agar menahan tubuhku untuk tetap duduk tegap. Aku memegang belakang jok motor dan menahan kakiku pada step motor.

Perasaan tambah deg-degan ketika ada jalanan turunan. Sang Pencipta, untung saja masih bisa ketahan. Di tambah lagi jalanan berbatu. Huh, kali ini jantungku sedang berjoget.

Ini Kisahku (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang