BAB XXXII - Harapan

121 17 6
                                    

.oOo.

Tangan permaisuri Hong Ae mencengkram erat dagu milik tabib Ong, siang ini ia datang, bukan untuk pengobatan melainkan meminta seluruh orang menjauh dari ruangan yang akan ia gunakan untuk berbicara dengan tabib Ong di balai pegobatan.

“Aku tak berpikir kau bisa sebodoh ini?!” marahnya, semakin kuat hingga wajah tabib Ong memerah.

Lalu Hong Ae memekik frustasi, “Akh! Yang benar saja!” ia menghempaskan tubuh tabib Ong ke lantai.

Hong Ae memikirkan reputasinya, ia benar-benar habis kesabaran, tapi masih punya akal sehat.

Wanita itu berkata sebelum pergi, “Besok kau akan kembali ke kampung halamanmu.”

Wajah tabib Ong langsung berubah khawatir, ia memandang permaisuri dan merenggut pergelangan kaki wanita itu, bersujud. “Ta-tapi Yang Mulia–"

Belum sempat ia melanjutkan ucapannya, Hong ae sudah memotongnya lebih dulu, “Memang lebih baik kuurus sendiri.” Lalu ia keluar, meninggalkan tabib Ong yang bersimpuh di lantai.

.oOo.

Keesokan harinya tersiar kabar kepulangan tabib Ong ke kampung halaman. Sebelumnya Kaisar langsung menyetujui hal tersebut karena tabib Ong beralasan bahwasanya mendapat kabar dari keluarga kalau adiknya sakit keras.

Padahal semua itu hanyalah rencana Permaisuri agar tabib Ong keluar istana.

Hal itu baru diketahui oleh Da Eun setelah sang Ibunda pergi, saat orang utusan Kaisar menyerahkan sementara balai pengobatan pada Da Eun dibantu dengan para tabib senior lainnya.

Eum na langsung memeluk gadis itu, gadis yang nampak kosong dengan pikiran yang entah kemana menjelajah.

Semua berjalan baik kali ini, kabar tibanya tabib Ong ke kampung halaman baru saja dilaporkan seminggu setelah kepergian wanita itu. Eum Na tentu merasa lega, sejak hari pertama kepergian tabib Ong, Da Eun sangat sibuk di balai pengobatan. Eum na pun untuk mengurus kedua anaknya memilih salah seorang pelayan menggantikan Da Eun.

Akhirnya bulan kedua setelah kejadian kepergian tabib Ong, wanita itu memutuskan untuk kembali ke istana. Eum na menerima kabar tersebut dengan gembira setelah pangeran Beom Hyuk datang menemuinya.

Eum na memandangi bunga-bunga plum yang indah. “Aku harap musim semi kali ini akan baik, daun-daun, bunga yang mulai berjatuhan terhembus tenang dengan semerbak harum.”

Dari kejauhan, seorang pelayan nampak tergesa  melangkah, lama-kelamaan jelas jika pelayan teraebut menuju ke arah Eum Na. “Mohon ampun selir Yi, Pangeran Ryeon jatuh pingsan.”

Eum Na menatap pelayan itu dengan tatapan terkejut, dengan aba-aba wajah ia memberikan Iseul yang semula dalam gendongan pada pelayan tersebut dan bergegas pergi mendatangi kamar dimana Ryeon berada.

Ryeon terbaring di atas ranjang. Eum Na duduk di sisi ranjang, lalu mendapati sapu tangan dengan noda darah disana.

“Sebelum Pangeran pingsan, Pangeran Ryeon sempat mimisan selir Yi.”

Wanita itu menahan raut wajah muramnya, sehari belakangan ini, Ryeon memang menunjukkan tingkah yang aneh.
Puteranya itu tak dapat kelamaan di bawah sinar matahari, tidak bisa kelelahan dan nampak lesu.

Fallen Leaves | LENGKAP✓ |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang