Teror 1

1.3K 71 2
                                    

Cassey menatap Zack yang berdiri di kelilingi banyak orang, bukan hanya karena tuxedonya yang berwarna merah maroon berbeda dengan orang-orang di sekitarnya dan membuatnya mencolok. Tapi juga karena pesona dan ketampanannya, siapapun tidak dapat mengelak betapa memesonya seorang Zack.

Begitupula Cassey, mungkin Cassey bodoh seperti kata Nery tadi siang. Karena telah memaafkan Zack, setelah apa yang di lakukan Zack padanya yang berujung beribu kemalangan hingga trauma mendalam pada dirinya.

Memang Cassey akui, Cassey amat sangat bodoh menerima Zack untuk masuk kedalam kehidupannya lagi. Namun Cassey sudah lelah, hatinya jelas-jelas masih milik Zack. Dan sebenarnya Cassey juga ikut tersakiti akan tingkah buruknya pada Zack beberapa waktu yang lalu karena Cassey menuruti egonya, maka dari itu Cassey menyerah.

Cassey ingin mengikuti kehendak hatinya, lagi pula. Zack bahkan sudah berusaha berubah untuknya, cerita dari Rey serta mommynya Zack tentang betapa menyesal dan terpuruknya Zack karena perbuatannya sendiri. Juga semakin membuat Cassey luluh, ya. Rey bahkan sering menemuinya, mengajaknya makan tanpa sepengetahuan Zack. Dan dari situlah Rey banyak menceritakan masa terpuruknya Zack akibat perbuatan bodohnya sendiri.

Cassey tersentak, tersadar dari lamunannya ketika merasakan sebuah tangan melingkari pinggangnya.

"Ada apa?" Cassey mendongak, menatap Zack yang menunduk padanya.

"Sejak kapan kau berdiri disini?"

"Sejak kau terus menatapku dengan lapar di tengah kerumunan para orang." Cassey menatap Zack tidak percaya, ingin rasanya Cassey menumpahkan white wine yang saat ini dia pegang ke wajahnya Zack agar Zack tersadar.

"Lapar pantatmu!" desis Cassey menatap tajam pada Zack,

"Oh, kau tergila-gila dengan pantatku?" ujar Zack dengan raut menggodanya yang membuat Cassey benar-benar ingin menonjoknya, menghilangkan raut songong, usil itu dari wajahnya Zack.

Namun semua sumpah serampah yang akan Cassey desiskan pada Zack harus kembali dia telan ketika seorang laki-laki tua berhenti di depannya, depannya Zack tepatnya. Menatap Zack dengan jeli, Zack masih tidak menyadarinya. Karena Zack masih berbicara dengan rekan kerjanya yang berada di samping Zack.

"Zack?!" Dahi Cassey berkerut bingung, dia merasa tidak asing dengan wajah laki-laki tua beruban itu. Cassey rasa, Cassey pernah melihatnya mungkin.

Zack menoleh kedepan, menatap sumber suara yang memanggilnya. Zack terkesiap,

"Paman Phillip!" seru Zack dengan riang, Zack melepaskan pelukannya dari pinggangnya Cassey. Memeluk laki-laki yang di panggil paman oleh Zack,

"Wah, kau sudah sangat sukses ya?" laki-laki itu menepuk punggung lebarnya Zack, tapi yang membuat Cassey risih. Pandangan laki-laki itu mengarah padanya, Cassey mengalihkan pandangannya. Merasa tidak nyaman, namun Cassey fikir itu hanya perasaannya saja. Karena jelas laki-laki itu sedang memeluk Zack,

"Paman tidak berubah, masih bugar seperti terakhir kali aku bertemu." ucapan Zack membuat Paman Phillip terkekeh.

"Kenapa tidak pernah main lagi ke pangkalan setelah lulus Senior High School?" Zack menggedikkan bahunya,

"Setelah lulus aku langsung melanjutkan kuliah di California, dan bahkan baru kali ini aku sempat ke New York."

"Kau datang bukan dengan sekertarismu?" Paman Phillip melongokkan kepalanya ke belakang, menatap Cassey yang tertutup tubuh tingginya Zack. Zack mundur kembali melingkarkan tangannya pada pinggu Cassey, menariknya maju untuk berdiri tepat di sampingnya.

"Ah, dia calonku." Zack melirik Cassey yang balas menatapnya tajam. Dahi Paman Phillip berkerut heran,

"Calon?" Zack mengangguk,

"Aku melamarnya kemarin malam, tapi dia masih belum memberi jawaban." curhat Zack dengan wajah dan suara melasnya, sukses membuat Paman Phillip tertawa lepas.

"Ah, aku tunggu undangan kalian." Zack mengangguk semangat, berbeda dengan Cassey yang wajahnya sudah sangat keruh karena di bicarakan oleh Zack dan Pamannya seakan-akan dirinya tidak di sana.

"Perkenalkan, aku Phillip Caston. Temannya kekasihmu itu," Paman Phillip menyodorkan tangannya, dengan canggung Cassey balas menjabatnya.

"Cassey Heaton." Ketika hendak menarik tangannya melepaskan jabat tangan, Paman Phillip malah mengeratkannya. Membuat mau tak mau Cssey menatap pada kedua bola matanya Paman Phillip, rasa tidak nyaman dan resah kembali menghantam Cassey.

"Jangan usil paman," Zack menepuk tangannya Paman Phillip, Paman Phillip tertawa. Melepaskan jabat tangannya.

"Dia memang seorang penggoda wanita Cass, jadi jangan heran. Jika saja dia bukan temannya paman kandungku aku juga tidak mau berteman dengan orang tua genit ini." ucapan Zack tersebut membuat Paman Phillip kembali tertawa, Cassey yang sudah tidak nyaman dengn situasinya hanya tersenyum canggung. Menggaruk tengkuknya yang tak gatal,

"Selera humormu masih sangat buruk Zack, tapi entah bagaimana masih selalu bisa membuatku tertawa." Ujar Paman Phillip yang membuat Zack terkekeh,

"Kau tidak main ke rumahku?" Zack menggedikkan bahunya,

"Tidak tau, jika sempat aku akan kesana."

"Harus, aku pastikan kau akan ke rumahku." ujar Paman Phillip serius yang membuat Zack tersenyum,

"Akan aku usahakan, Paman masih jadi asistan?" Paman Phillip menggedikkan bahunya,

"Aku tak bisa lepas walaupun ingin, kontrakku masih panjang."

Cassey hanya menatap sekitarnya dengan tidak fokus, entah mengapa sejak awal melihat Paman Phillip Cassey sudah merasa tidak nyaman. Apalagi setelah jabat tangan tadi, Cassey ingin segera menghindari Paman Phillip. Cassey bahkan tidak mendengarkan perbincangan Paman Phillip dan Zack,

Cassey mendongak, menjinjitkan kakinya. Mendekatkan bibirnya di dekat telinganya Zack,

"Aku ingin ke kamar mandi." bisik Cassey lirih, Zack menunduk. Menatap Cassey,

"Perlu aku antar?" Cassey menggeleng, Zack melepaskan pelukannya. Membiarkan Cassey melangkah pergi ke kamar mandi.

***

Setelah sampai di kamar mandi Cassey menghela nafas lega, menatap pantulan dirinya di kaca washtafel. Mencuci kedua tangannya,

Jujur Cassey bingung akan apa, karena sebenarnya ke kamar mandi hanya alasan Cassey saja untuk menyendiri. Menjauhi susana tidak nyaman tadi, lebih tepatnya menghindari Paman Phillip yang Cassey rasa. Sejak tadi Paman Phillip beberapa kali terus meliriknya.

Cassey memang tidak memperhatikan pembicaraan mereka berdua, tapi Cassey dengan jelas merasakan jika Paman Phillip sering meliriknya.

Cassey mengeringkan tangannya, berjalan keluar dari kamar mandi. Namun langkahnya terhenti, bahkan dengan kasar badannya kembali terdorong ke dalam kamar mandi.

Cassey hendak mengeluarkan protesnya, namun tenggorokannya langsung tercekat setelah melihat wajahnya orang yang dengan kasar mendorongnya. Tanpa bisa di cegah, tangan Cassey bergetar dengan hebat. Tubuhnya terasa membeku, jantungnya berdetak dengan tak karuan.

"B-bibi?" gagap Cassey, dengan segera Cassey menyembunyikan tangan kanannya yang bergetar ke belakang tubuhnya.

Wanita yang di panggil Bibi oleh Cassey menyeringai, menjulurkan kepalanya menatap tangan Cassey yang masih terlihat bergetar walaupun di sembunyikan di belakang tubuhnya.

Raut wajah angkuh dari bibinya Cassey langsung berubah memerah penuh emosi, dia mendorong Cassey hingga punggung Cassey terbentur ke tembok belakang. Meluruh di lantai karena tremor yang mulai menguasai tubuh Cassey,

Bibi Cassey menunduk, menarik rambut bergelombangnya Cassey yang tertata rapi dengan kasar.

Tidak, Cassey tidak merasakan sakit sedikitpun. Baik punggungnya yang membentur tembok dengan keras maupun rambutnya yang di tarik tanpa perasaan oleh bibinya.

tubuh Cassey malah semakin bergetar hebat ketika bibinya kembali menatapnya dengan bengis layaknya beberapa tahun yang lalu.

"Kebahagiaan bukanlah di takdirkan untukmu anak sialan, lihat saja. Aku akan kembali menghancurkanmu lebih dari apa yang kau lakukan padaku."

My Lovely Bastard [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang