Cassey membuka matanya, secara spontan dia mendesis. Merasakan kepalanya yang terasa berdenyut, Cassey hendak memijat kepalanya. Namun ketika akan mengangkat tangan kanannya, Cassey baru sadar jika tangannya tertahan sesuatu.
Cassey menoleh ke kanan, menajamkan pandangannya yang masih buram karena bangun tidur. Zack sedang tertidur di bibir ranjang, dengan tangan kirinya Zack bertautan dengan tangan kanannya Cassey. Kesadaran Cassey seakan langsung berkumpul seketika itu juga.
Tanpa bisa ditahan, jantung Cassey berdetak dengan kecangnya. Cassey mengalihkan pandangannya, menatap langit-langit kamar. Menenangkan jantung serta dirinya, Cassey yakin wajahnya sekarang sudah memerah layaknya tomat. Karena Cassey merasakan hawa panas di wajahnya.
Jantung Cassey semakin berpacu kencang ketika merasakan pergerakan Zack, Apa detak jantungnya membangunkan Zack? itu yang ada di fikiran Cassey. Cassey menarik dan menghembuskan nafas panjang berkali-kali, dan berhasil.
"Kau sudah bangun?" tanya Zack dengan suara seraknya, Cassey hanya menganggukkan kepalanya. Pandangannya tetap lurus ke langit-langit kamar.
"Apa kau merasa pusing?" Cassey menggeleng, namun Cassey langsung terkesiap ketika tangan dinginnya Zack menyentuh dahinya serta wajahnya Zack yang menunduk di hadapan Cassey.
Dan itu sukses membuat jantung Cassey kembali berdetak dengan menggila,
"Oh! Wajahmu memerah? Kau pusing?" Zack menangkup kedua pipinya Cassey yang memerah, dengan segera Cassey melepas tangkupan tangannya Zack.
"Tidak, panas. Iya mungkin aku merasa panas hingga memerah." Zack mengerutkan dahinya, menatap ac kamarnya yang masih menyala.
"Kau kepanasan?" Cassey mengangguk cepat, seakan tau apa yang difikirkan Zack. Cassey segera menyibak selimut tebal yang menutupi hingga dadanya, mengibas-ibaskan tangannya di depan wajah.
"Mungkin karena aku belum mandi?" Zack terperanggah, menatap Cassey dengan pandangan bersalah.
"Maafkan aku, badanmu panas terus selama dua hari."
"Dua hari?" pekik Cassey langsung terduduk, menatap Zack dengan pandangan horor.
"Kau pingsan, baru sadar setelah dua hari ini." Cassey menatap tubuhnya, tidak berani mencium bau tubuhnya yang dia yakin bisa membuat dirinya muntah. Zack terkekeh,
"Kau tidak sebau itu, aku akan keluar. Kau bisa mandi." Setelah mengatakan hal itu Zack langsung melangkah keluar. Menutup pintu kamar untuk memberikan Cassey privasi.
Cassey mengacak rambutnya kesal, mengedarkan pandangannya mencari jam dinding. Masih pagi, dan Cassey baru menyadarinya. Kamar yang dia tempati ini, kamar yang sama seperti saat pertama kali Cassey pingsan dan di tolong Zack. Kamarnya Zack.
Cassey menghela nafas panjang,
"Apa yang membuatku pingsan lagi?" ratap Cassey.Cassey menurunkan kakinya dari kasur yang terasa nyaman itu, Cassey tubuh sempat berjengit ketika merasakan dinginnya marmer bersentuhan dengan telapak kakinya.
Namun Cassey tetap melangkahkan kedua kakinya menuju kamar mandi, dia sungguh tidak nyaman ketika mengingat sudah dua hari dia tidak mandi.
***
Zack menutup pintu kamarnya dengan pelan, tanpa bisa dia tahan lagi. Senyumnya langsung merekah, sudah dari awal dia bangun tadi dia berusaha menahan senyumnya.
Zack juga tidak sebodoh itu, tentu Zack tau dan yakin alasan wajah Cassey merah merona. Ditambah debaran jantungnya Cassey dapat dia dengarkan walau samar,
"Ah, entah kenapa menyenangkan sekali." Zack menuruni tangga, menunggu Paman Albert yang katanya akan tiba pagi ini.
Sebenarnya tadi Zack tidak benar-benar tidur ketika duduk di samping Cassey, Zack hanya menyandarkan kepala serta memejamkan matanya. Memikirkan banyak hal, setelah mendengar penjelasan dari Leon. Rasa khawatir Zack semakin membumbung terhadap Cassey.
"Tuan, Ada Tuan Albert di ruang tamu." ujar seorang maid ketika berpapasan dengan Zack yang baru turun dari tangga.
"Hm, siapkan saja seperti biasanya." Maid itu mengangguk, melangkah hendak undur diri.
"Juga tolong antarkan pumkin soup, croissant, madu serta teh hitam hangat ke atas lima menit lagi." tambah Zack cepat, maid itu mengangguk.
"Baik tuan,"
Zack meneruskan langkahnya menuju ruang tamu, dan benar. Di sana sudah ada Paman Albert yang duduk sambil mengeluarkan beberapa kertas.
"Tuan Zack," Paman Albert hendak berdiri, memberikan hormat dengan Zack. Namun dengan cepat Zack mencegahnya,
"Paman seperti siapa saja, tidak usah seperti itu." Paman Albert terkekeh,
"Anak nakal beberapa tahun yang lalu sudah dewasa sekarangnya?" Zack tertawa,
"Sekarangpun masih nakal paman, bagaimana kabar di rumah?"
"Daddy dan Mommymu sehat, mereka tidak tau aku menyelidiki ini." Zack mengangguk.
"Aku sangat berterima kasih paman," Paman Albert mengangguk, menyerahkan map coklat tebal yang dia tata tadi pada Zack.
"Tapi kau harus memberi tau mereka Zack, ini bukan masalah sepele." Zack mengangguk mengiyakan.
"Nanti jika sudah selesai paman,"
"Aku rasa ini akan menjadi rumit." Zack menatap Paman Albert bingung.
"Maksud paman?"
"Lawanmu bukan orang kaya biasa, aku bahkan tidak mendapatkan identitasnya dengan jelas. Dia bahkan menggunakan identitas palsu untuk kemari, dan kejadian dua hari yang lalu benar-benar bersih tidak berbekas. Seolah tidak terjadi apa-apa, jika saja tidak ada karyawanmu yang melihat. Polisi benar-benar mengira laporan itu hanya main-main." Zack mengerutkan dahinya,
"CCTV?" Paman Albert menggeleng,
"Bagaimana bisa? Filenya hilang? Padahal aku langsung meminta paman pagi harinya untuk mengecek."
"Bukan menghilang, lebih tepatnya orang itu tidak masuk dalam kamera CCTV." bibir Zack berkedut karena menahan emosinya,
"Orang itu seolah tau di mana letak CCTV dengan baik, jadi aku harap kau hati-hati Zack. Dia bukan orang sembarangan."
***
Cassey menatap berbaris-baris pakaian wanita di depannya, matanya memincing tajam. Rasa tidak suka langsung menyeruak di dadanya, dengan kesal Cassey keluar dari walk in closet menuju kamar hanya dengan berbalut bathrope.
"Dimana Zack?!" seru Cassey kesal pada seorang maid yang kebetulan berada di dalam kamar, maid itu terlonjak. Terlihat terkejut dan takut karena suara tingginya Cassey, tapi Cassey tidak peduli. Amarahnya benar-benar sudah berada di ubun-ubun siap akan meledak.
"Tuan sedang ada tamu di bawah nona," rasa kesal Cassey menumpuk berkali lipat, namun Cassey tentu saja masih memiliki rasa malu untuk langsung turun marah-marah dengan hanya berbalut bathrope yang tipis.
"Bilang pada Zack, aku tidak mau menggunakan pakaian bekas wanita lain." Maid itu menggaruk kepalanya bingung�,
"Tapi baju itu baru saja sampai tadi malam, hanya saja labelnya sudah saya lepasi." wajah Cassey memerah�, tanpa menjawab. Cassey melangkah dengan cepat masuk kembali kedalam kamar mandi.
Cassey bersandar pada pintu kamar mandi yang dia tutup dengan suara nyaring tadi, memukuli kepalanya. Merutuki betapa bodohnya dia, Cassey berjalan ke walk in closet sambil terus menggerutu menyalahkan kebodohannya. Jika Zack tau, itu benar-benar akan sangat memalukan.
Cassey mengambil gaun hijau selutut berlengan panjang yang berbahan satin, ketika mencoba di depan kaca. Cassey semakin menggerutu, seluruh wajahnya memerah karena malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Bastard [On Going]
Romantizm"Bukankah seharusnya kau berterimakasih, karena aku kau menjadi wanita sukses saat ini." "Dasar Brengsek!" Cassey gadis polos yang miskin, karena rasa sakit yang ditorehkan Zack, kekasihnya. Kini dia menjadi wanita yang sukses dan tak tersentuh. Na...