Tremor 2

1.1K 63 1
                                    

"Cassey, aku disini. Kau tidak sendiri, jika kau mau menceritakan semuanya aku akan membantumu." suara isak tangis Cassey semakin terdengar, dan Cassey tidak menyahut sedikitpun.

"Kau hanya perlu bercerita padaku Cas," gumam Zack di atas kepalanya Cassey, sebenarnya Cassey mendengarnya.

Tapi Cassey masih terus menangis dengan tubuh bergetarnya di dalam pelukan Zack, pandangan Zack menerawang ke depan. Zack tidak sanggup melihat Cassey yang saat ini berada titik terapuhnya. Zack semakin mengeratkan pelukannya pada Cassey, menepuk pelah bahunya. Berharap Cassey segera membaik,

"Aku pembunuh," tubuh Zack menegang mendengarnya, walaupun hanya bisikan lirih malah seperti gumaman tidak jelas dari Cassey.

Karena saat mengatakannya, wajah Cassey masih tersembunyi pada dada bidangnya Zack. Apalagi dengan suasanya yang sunyi, Zack dapat mendengar ucapan Cassey dengan baik.

"Aku pembunuh Zack! aku pembunuh!" Zack menangkup kedua wajahnya Cassey, menjauhkan wajah tersembunyinya Cassey dari dada bidangnya. Menatap wajahnya Cassey, berusaha mencari maksud dari apa yang Cassey katakan.

"Aku mendengarkan, kau bisa meluapkan semuanya. Aku akan membantumu keluar dari semua mimpi burukmu Cassey, kau tidak sendiri." bola mata Cassey bergerak dengan gelisah, isak tangisnya juga belum berhenti.

"Kau bisa mempercayaiku Cass," Cassey menatap Zack, tidak ada kebohongan sedikitpun yang tersirat dari raut wajah serta pupil matanya Zack.

Cassey memejamkan matanya, menarik nafas panjang kemudian membuangnya pelan-pelan. Cassey melakukannya hingga di rasa psikisnya sedikit stabil, setidaknya Cassey dapat berbicara dengan jelas tanpa gangguin isakannya.

"Saat pamanku meninggal, bibiku meluapkan kemarahannya padaku. Dia menyalahkan kematian pamanku karena aku, begitupula dengan Matt. Yang dari awal Matt tidak menyukaiku. Beberapa kali saat paman masih hidup, Matt sangat sering melecehkanku secara verbal. Namun setelah kematian paman,  Matt mulai berani melecehkanku secara fisik. Aku selalu bisa melawannya, bahkan beberapa kali pula Matt hampir memperkosaku juga. Dan aku berhasil lepas darinya. Hingga suatu pagi, ketika bibi pergi ke luar kota. Matt kembali melancarkannya rencananya untuk memperkosaku. Dan bibi mengetahuinya, dia semakin marah mengetahui aku dan Matt berada dalam situasi yang Matt sedang mengukung tubuhku. Matt menyalahkanku, mengatakan aku yang menggoda dirinya." Cassey menarik nafas panjang, meramat dadanya yang berdenyut menyakitkan melihat kilasan hal buruk yang selalu menghantuinya.

Zack menatap Cassey iba, menarik Cassey pada pelukannya kembali. Menepuk-nepuk halus punggungnya Cassey untuk menenangkannya. Cassey balas memeluk Zack tak kalah erat, menyandarkan pipinya pada dada bidangnya Zack yang terasa nyaman.

"Bibiku menarik rambutku, menyeretku hingga keluar dari kamarku dengan keadaan baju yang robek sebagian karena Matt yang merobek tadinya. Bibiku masih tidak berhenti menyeretku hingga ke halaman rumah" Cassey menyerngit, menyembunyikan wajahnya di balik dada bidangnya Zack. Sungguh, kilasan itu membuat Cassey semakin sakit,

"Bibiku memukuliku dengan balok kayu di halaman, dia terus memukuliku-" tenggorokan Cassey tercekat, seolah Cassey masih dapat merasakan betapa menyakitkannya pukulan itu saat ini.

"Dia memukulku dengan hinaan yang terus meluncur dari mulutnya. Aku mendengar pertengkaran bibiku dengan tetangga sebelah, namun aku tidak bisa mendengarkan dengan jelas apa yang mereka perdebatkan. Hingga semuanya menghitam ketika aku merasakan hantaman kuat menerpa tengkuk leherku." Cassey memejamkan matanya semakin erat, rasanya sangat sulit untuk menceritakan semuanya dengan jelas. Tentu saja Cassey masih mengingat semuanya, Cassey malah mengingat semuanya dengan detail dan jelas. Karena kenangan itulah yang terus berputar bagaikan kaset rusak di otaknya ketika dia mulai kambuh,

"Saat aku sadar, aku berada di tempat asing. bukan rumah sakit, tapi aku berada berada di kamar yang gelap, sempit dan terasa pengap dengan kepalaku yang tertutup perban serta selang infus yang tertancap di tangan kiriku." Zack menyerngit, secara reflek mengelus kepala Cassey. Dan benar, tepat beberapa centi di atas tengkuknya Cassey, Zack dapat merasakan bekas operasi yang sangat panjang. Bahkan hampir selebar telapak tangan Zack,

Tubuh Cassey menegang merasakan bekas lukanya di sentuh oleh Zack, namun Cassey kembali menjadi tenang lagi karena bukannya Zack menjauh dan menatapnya jijik karena luka tersebut seperti bayangannya Cassey. Tapi Zack malah mengusap bekas luka itu dengan hati-hati, seolah-olah. Jika sedikit saja Zack menekannya, bekas jahitan itu akan kembali ternganga.

"Tidak peduli seberapa buruknya masa lalu yang merusakmu, aku tidak akan meninggalkanmu Cass." Cassey membuka kedua matanya yang sendari tadi dia tutup. Menatap kedua matanya Zack,

"Percaya padaku, aku benar-benar tidak akan meninggalkanmu sendiri Cassey. Kau memiliki aku," kedua matanya Cassey kembali berair tanpa bisa Cassey cegah, Cassey menunduk. Memutus kontak mata dengan Zack,

"Aku rusak Zack, lebih rusak dari yang kau kira." ujar Cassey dengan suara paraunya karena menahan tangis, Zack kembali menangkupkan kedua tangannya di wajah Cassey. Mengangkat wajah Cassey agar menatapnya.

"Tidak ada makhluk yang sempurna Cass, begitupula aku." Cassey masih belum mau membalas tatapan Zack, karena Cassey yakin. Ketika melihat wajah sendunya Zack, tangis Cassey akan semakin pecah.

"Aku tidak tau berapa lama aku berada di ruang itu, karena tidak ada cahaya masuk sama sekali. Hanya ada lampu remang-remang, tapi aku yakin cukup lama. Karena cukup lama seorang laki-laki tua mengantarkan makanan dan mengganti cairan infusku.

Hingga suatu pagi setelah keadaanku cukup membaik, aku di seret dua orang laki-laki berbadan berbadan besar. Mereka memasukkanku kedalam kamar yang besar, di-di situ aku hampir di perkosa oleh laki-laki tua yang dia bilang dia telah membeli aku dari bibiku. Aku sangat bersyukur tiba-tiba seorang wanita yang aku kira istrinya masuk, marah pada laki-laki tua itu.

Hingga beberapa hari aku masih di kurung di kamar besar itu, laki-laki tua itu juga tidak muncul lagi. Selama itu pula aku menyusun banyak rencana untuk kabur, karena aku yakin laki-laki tua itu pasti akan kembali." Cassey menarik nafas panjang,

"Hingga ketika dia benar-benar datang, aku melakukan segala rencana yang telah aku susun. Aku sangat bersyukur dia meremehkanku, karena saat dia masuk ke dalam kamar hanya sendiri tidak di kawal sama sekali. Aku pura-pura mengikuti semua kemauannya dan ketika dia lengah. Aku  memukul kepalanya menggunakan lampu tidur, aku berlari keluar dari kamar itu. Aku sama sekali tidak tau seluk-beluk rumah itu, hingga aku malah tersesat ke dapur. Laki-laki tua itu berhasil mengejarku, aku yang tersudut di dapur hanya bisa mengambil barang sekenanya di dekatku. Rasanya aku seperti tidak punya otak dan hati saat itu, aku hanya bergerak berdasarkan insting untuk aku bisa kabur dan lepas dari laki-laki tua yang mengatakan telah membeliku. Ketika dia akan mengangkapku, a-aku." suara Cassey tercekat, nafas Cassey semakin memburu ketika mengingat hal yang terjadi selanjutnya. Seakan tau jika ketakutan kembali menghantui Cassey, Zack menarik Cassey kedalam pelukannya. Memberikan elusan menenangkan pada kepala Cassey,

"A-aku menusuk mata sebelah kanannya menggunakan sumpit yang aku pegang." tubuh Zack membeku, entah mengapa bayangan Cassey menusuk mata laki-laki tua bejat itu membuat Zack ngeri,

"A-aku pembunuh Zack, Aku pembunuh." tangis Cassey kembali pecah namun kali ini terdengar lebih memilukan dari sebelumnya, seakan tersadar dari lamunannnya. Zack menarik tubuh Cassey semakin rapat, memeluk Cassey erat seakan memberi tau Cassey lewat pelukan itu. Walaupun setelah Zack mengetahui hal itu, Zack masih akan berada di sampingnya Cassey, membantu Cassey terlepas dari mimpi buruknya, dan tidak akan meninggalkan Cassey.

My Lovely Bastard [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang