27. Gama dan Milan? (revisi)

9.4K 647 5
                                    

Tidak ada yang perlu disesali, dari cinta yang tumbuh seorang diri. 

....

Shafira kini tengah berdiri di balkon kamarnya, gadis itu mendongak menatap langit yang tampak mendung sore ini. Entah sudah berapa lama ia berdiri disini, yang jelas Shafira merasa begitu bosan jika hanya berdiam diri dirumah.

Semilir angin menerpa permukaan kulitnya. Dingin, itulah yang ia rasakan sekarang. Shafira kembali mendongak, tampak berpikir apa yang sekiranya cocok untuk dilakukan di cuaca yang dingin seperti ini.

Shafira menarik kedua sudut bibirnya saat sudah mendapatkan jawaban dari pertanyaannya tadi. Bagaimana jika memakan bakso? Pedas dan panas akan membuatnya lebih mantap jika dimakan saat cuaca dingin seperti ini.

Shafira tersenyum cerah, lalu segera berbalik memasuki kamarnya. Tanpa babibu lagi, Shafira langsung menyambar kunci motor di atas nakas. Dan tak ingin lupa untuk yang kedua kalinya, Shafira segera mengambil dompetnya di lemari. Setelahnya gadis itu segera menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa lalu menghampiri motornya.

Shafira mulai melajukan motornya keluar dari komplek perumahannya, di perempatan jalan gadis itu berbelok ke kiri dan masuk ke dalam komplek perumahan Mikha. Yap, tentu saja Shafira akan mengajak sahabatnya itu untuk memakan bakso.

Dapat dipastikan, Mikha tidak akan menolak ditambah dengan embel-embel traktiran. Memang siapa yang tidak suka gratisan di dunia ini?

Shafira memberhentikan motornya di depan rumah Mikha. Baru saja gadis itu akan melangkah masuk, tapi teriakan dari seseorang membuat langkahnya berhenti.

"Shafira!"

Shafira berbalik, gadis itu mengerutkan keningnya saat tak mendapati siapa-siapa. Shafira sangat mengenali jika itu adalah suara Mikha. Tapi kemana bocah satu itu?

"Shutttt, Shafira! Gue disini!"

Shafira mendongakkan kepalanya, terkejut saat mendapati Mikha yang sudah nangkring dengan santainya di atas pohon mangga milik tetangganya di depan rumah.

Shafira geleng-geleng kepala, benarkan apa katanya, kalau Mikha itu memang ajaib.

"Lo ngapain?" tanya Shafira setengah berteriak.

"Shutttt! Jangan teriak, nanti gue ketahuan pak RT!"

Shafira menghela nafas, lalu melangkahkan kakinya mendekati pohon mangga yang Mikha panjat itu.

"Terus sekarang apa? Lo ngapain?"

"Ngambil mangga lah, apa lagi" sahut Mikha santai.

Shafira membulatkan matanya. "LO MALING!?"

Mikha mendelik. "Jangan teriak-teriak, nanti gue ketahuan Shafira!" geram Mikha.

Shafira berdecak. "Lagian, ada-ada aja sih lo."

"Udah-udah, mendingan sekarang lo bantuin gue"

Shafira langsung menggeleng tegas. "Gak ah!"

"Ihh Sha, ini biar cepet. Gue yang metik, nanti lo yang nangkep ya dari bawah."

Shafira lagi-lagi menggeleng.

"Ayo dong Sha, masak lo tega--"

Shafira mendengus. "Yaudah iya."

Mikha mengembangkan senyumnya. "Nah gitu dong, itu baru sahabat gue yang tersayang."

Shafira hanya memutar bola matanya malas.

Mikha mulai melancarkan aksinya, gadis itu dengan lihainya memanjat dari dahan pohon yang satu ke dahan pohon yang lainnya untuk memetik mangga. Walau pun pohon mangga ini tidak terlalu tinggi tapi tetap saja harus berhati-hati, karena kesalahan sedikit saja bisa jatuh dan resikonya adalah patah tulang.

Gama's [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang