"Minnie, ayo makan." Panggil chaeyoung.
Minnie berlari kecil menuju meja makan. "Mom, apa daddy sudah pulang?"
Chaeyoung menghentikan kegiatannya yang sedang menaruh nasi di piring. "Belum sayang."
"Mom, tapi daddy janji akan pulang cepat."
Chaeyoung tersenyum lembut. "Iya sayang, daddy akan pulang jika pekerjaan daddt sudah selesai."
Minnie mempautkan bibirnya dan menunduk. Chaeyoung merasa sedih melihat anaknya yang sedang merindukan ayahnya. "Minnie, daddy pasti akan pulang. Ayo kita makan dulu."
Minnie menggeleng. "Sireo." Gadis kecil itu berlari menuju kamarnya sambil menangis.
Chaeyoung menghela napas pelan. Baru dua hari jimin lembur kerja dan tidak sempat pulang, minnie sudah begitu merindukan ayahnya. Padahal biasanya ia tidak begitu dekat dengan ayahnya,tapi entah mengapa akhir-akhir ini minnie sering bermain bersama jimin.
Chaeyoung hendak beranjak menuju kamar minnie untuk menyuruhnya makan. Tiba-tiba ada sepasang tangan melingkari pinggangnya. "Miss u my wifey."
Chaeyoung tentu mengenali suara orang tersebut. "Oppa sudah menyelesaikan pekerjaan?"
Jimin mengangguk iya. "Apa kau tidak merindukanku?"
Chaeyoung berbalik untuk menatap jimin. "Tentu saja sangat sangat merindukanmu." Ucap chaeyoung dengan senyum manisnya.
Jimin lalu menarik tengkuk chaeyoung mendekat, dua hari terasa bertahun-tahun. Ia harus segera menuntaskan kerinduannya pada wanita di hadapannya ini.
Chaeyoung menyambut ciuman lembut jimin, mereka berdua melampiaskan kerinduan masing-masing. Hanyut dalam keromantisan mereka di meja makan. Jimin mengangkat tubuh chaeyoung ke atas meja makan, ciuman mereka semakin dalam hingga jimin mulai membuka satu persatu kancing baju chaeyoung.
Saat hendak menyentuh kenikmatan wanitanya, chaeyoung mendorong pelan jimin. "Oppa nanti saja ya." Ucapnya sambil menunjukkan cengiran.
Jimin yang bingung kemudian bertanya. "Kau tidak merindukanku chae?"
"Ah bukan begitu oppa." Ucapnya takut jimin salah paham.
"Lalu?"
"Anakmu juga sangat merindukanmu oppa."
Jimin menepuk jidatnya. "Astaga aku melupakan gadis kecilku."
Chae terkekeh. "Dia bahkan menyia-nyiakan makanan enak ini karenamu."
"Benarkah? Aku tidak yakin dia begitu merindukanku."
"Oppa, minnie kan putri mu tentu saja dia akan merindukan ayahnya."
"Baiklah, dimana dia sekarang?"
"Ada di kamarnya."
Jimin bergegas menuju kamar minnie. Gadis kecil itu meringkuk di atas kasurnya. Sesekali terdengar suara dari perutnya. Selapar itu hingga ia tidak bisa menyembunyikannya.
"Mom, My little princess really hungry!" Teriak jimin pada chae.
Gadis kecil itu sontak menoleh lalu membulatkan mata sipitnya. "Daddy?"
"Yes my princess?"
Minnie langsung memeluk erat tubuh jimin yang masih berkeringat. "Kenapa daddy lama sekali." Gadis itu terisak kecil.
"Hey kenapa menangis, daddy sudah pulang sekarang."
Minnie menatap jimin dengan mata sembabnya. Lalu jimin mengusap air mata dari wajah cantik minnie. "Kenapa tidak makan? Apa masakan mommy tidak enak?"
Minnie tertawa kecil. "Daddy harus menyuapiku." Ucapnya dengan suara serak habis menangis.
"Sudah jangan menangis lagi, daddy sudah pulang jadi ayo makan bersama."
Gadis kecil itu mengangguk dengan tersenyum sampai membentuk bulan sabit di matanya.
Di meja makan, minnie terus tersenyum ke arah jimin sambil melahap makanannya. Jimin tersentuh dengan perilaku putrinya, sampai serindu itukah putrinya padanya. Bahkan hanya dua hari tidak lebih.
"Daddy harus tidur bersama minnie!" Ucapnya setelah meneguk segelas air.
"No princess, daddy harus tidur bersama mommy malam ini."
Gadis itu merengut kesal. "Oppa bisa tidur bersama minnie saja." Ucap chae.
Minnie tersenyum senang mendengarnya. "Tidak sayang, untuk malam ini aku akan tidur denganmu. Minnie besok daddy ajnji akan menemani minnie tidur hm."
Awalnya minnie masih merengut lalu ia akhirnya setuju. "Tapi daddy janji'kan."
Jimin mengangguk pasti. "Baiklah, minnie mau ke kamar dulu."
Sepeninggal gadis kecil itu. Jimin memulai aksinya dengan menarik chae ke pangkuannya saat ia hendak membereskan meja makan.
"Oppa, biarkan aku membereskan ini dulu."
Jimin tidak mendengarkania tetap melanjutkan kecupan di leher putih istrinya. Dan kegiatan mereka berlanjut dari meja makan lalu jimin menggendong tubuh chae ke dalam kamar.
Jimin terus menyerang chae seolah itu adalah malam terakhir mereka berdua.
Tepat pukul 2 AM, jimin menghentikan kegiatan menyenangkannya. Chae kelelahan tapi ia tetap harus membereskan beberapa tempat yang sempat tertunda karena jimin sudah tidak bisa menahan diri.
Chae menatap wajah damai jimin yang sudah terlelap meskipun masih terlihat bahwa lelaki itu sangat kelelahan. Ia merasa bersyukur bisa mendapatkan suami sebaik jimin. Hidupnya terasa sempurna dengan kehadiran jimin dan juga minnie. Ia tidak meminta apapun lagi, jika keduanya sudah sangat membuat hidupnya bahagia.
END