04; Téssera

4.2K 442 80
                                        

Coment yang banyak ya💚














🐰

"Lo lecet, gue juga, impas!!"

"Heh,,, anak jaman sekarang nggak ada akhlak ya!"

Nana berdecih "Lah lo anak jaman kapan?"

Pemuda yang sepertinya seumuran dengan Nana, kalaupun lebih tua paling hanya selisih satu tahun saja itu menatap miris motornya dan motor Nana yang sama-sama lecet pada beberpa tempat "Setidaknya minta maaf gitu ealah"

Nana mendengus "Nggak ada yang salah disini, ngapain minta maaf"

Lelaki itu mendengus, ada ya orang bentukannya kayak cowok didepannya ini? Dia kemudian mendekati motornya sendiri dan berusaha tidak lagi mempermaslahkan kecelakaan yang melibatkan anak SMA berjaket kulit hitam keren memakai motor sport hitam-merah.

Kepergian cowok itu membuat Nana tersenyum miring "Maaf, tapi firasat gue mengatakan kalau kita bakal ketemu lagi"

Nana kembali mengendarai motornya, entah hanya perasaannya saja atau dia memang demam sungguhan karena dia merasakan hawa panas pada tubuhnya sendiri. Harusnya tidak seperti ini karena nanti malam dia ingin mengikuti kemauan ayahnya untuk yang terakhir kalinya karena waktu itu ada sesuatu yang mengharuskan untuk jadwal ulang makan malamnya. Saat masih memperhatikan jalan, matanya yang tajam itu menangkap sosok yang sepertinya pernah hampir dia tabrak beberapa waktu lalu.

"Anjing, jijik murahan beneran!" gumamnya seraya bergedik dan kembali memakai helm kembali untuk kembali melesat kerumahnya.

Masih pukul sebelas siang, dia memang bolos dari pagi, jadi nggak mungkin ayahnya sudah ada dirumah. Nana memasuki rumahnya, tidak ada sambutan. Ya mana pernah Nana dapat sambutan 'Eh sayang, udah pulang. Gimana sekolahnya?' gitu. Itu hanya hayalan Nana setiap malam ketika dia masih memakai seragam merah-putih.

Dari pada pusing-pusing mikirin yang mustahil, mending Nana bobo manis di kamar. Lagian dia pusing beneran, tujuan dia pulang awalnya ingin menemui penelpon yang tadi, tetapi kayaknya dia butuh istirahat dulu. Nana baru saja hendak melangkahkan kakinya pada anak tangga pertama, tetapi sudah limbung, membuatnya berpegangan pada pilar dan menunduk.

"Nala,,, kenapa?"

Nana mengerjap saat ada yang menahan punggungnya, dia menggeleng pelan "Gimana?" justru dia balik nanya.

"Nggak sekarang, badan kamu panas. Istirahat aja ayo"

Nana berdiri tegap "Gue nggak apa-apa, cepat kasih hasilnya!!"

Juno sedikit terkejut, anak bosnya itu keras kepala banget dah. Dia kemudian menghela napas "Yaudah ikut ke kamarku yuk"

Keduanya melangkah menuju kamar Juno, kamar laki-laki itu berada dilantai satu yang membuat Nana batal menaiki tangga. Ketika pintu sudah dibuka, Nana langsung masuk dan duduk pada kursi putar membuat Juno menghembuskan napas kasar.

"Ini!!" Juno meletakkan berkas tepat didepan Nana membuat mata Nana yang awalnya terpejam itu kembali terbuka untuk membaca isinya.

Dengan teliti Nana membaca hasil yang sudah dia tunggu-tunggu "Kok gini?"

Alis Juno terangkat satu "Gini gimana? Dia tajir melintir loh, pacar kamu ya? Kalau iya berarti cocok banget dong"

"Bacot bener lo!"

Juno mengelus dada sabar, ini dia jauh lebih tua dari Nana, kok Nana nggak sopan banget ya.

"Kalau dia orang kaya, ngapain gitu-gituan?" gumam Nana lagi, sungguh ini sangat menjanggal.

ÁRROSTOS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang