25| Manja

896 52 9
                                    

Hari sudah berubah menjadi pagi. Matahari sudah menyinari sebelah dari bumi mengingat di beberapa daerah masih gelap karena perbedaan waktu.

Mazaya sudah terbangun dari tidurnya beberapa menit yang lalu. Ia mengingat kembali momen semalam bersama Rana membuat ia tersenyum seorang diri. Berbaring sambil tersenyum tentu membuat Rana heran.

"Kenapa kamu senyum-senyum seorang diri seperti itu?" tanya Rana sambil mengusap rambutnya yang basah. Ia baru saja keluar dari kamar mandi.

"Siapa? Aku? Ah, kamu salah lihat mungkin," elak Mazaya.

"Terserah," ucap Rana pada akhirnya.

"Idih, ambekan," ejek Mazaya yang tak direspon oleh Rana.

"Kenapa kamu belum makan?" tanya Rana pada Mazaya karena makanan sudah ada di atas nakas.

"Aku menunggumu," jawab jujur Mazaya.

"Kenapa harus menungguku?"

"Karena aku mau disuapi."

"Ck, manja sekali dirimu," ujar Rana.

"Salah?" tanya polos Mazaya manyun.

"Terserah kamu saja," jawab Rana. Ia juga senang jika bisa memanjakan Mazaya.

"Ya sudah, suapi aku!"

"Ck, sudah minta disuapi, tapi gak bisa lembut."

Mazaya tak menjawab, toh memang benar apa yang dikatakan Rana. Ia manja, tapi tetap dengan keketusannya.

Rana pun duduk di pinggir brankar Mazaya. Lalu menyuapi Mazaya dengan telaten.

Mazaya makan sambil terus memperhatikan Rana. Tampan, pikir Mazaya baru menyadari ketampanan Rana.

"Ya, pandang saja terus, aku ikhlas," ucap Rana.

"Idih, kepedean anda!"

"Mataku masih berfungsi dengan baik Mazaya."

"Lah, aku juga tidak bilang kalau matamu rusak."

"Ucapanmu menusuk ya," ujar Rana.

"Memang seperti itu, aku tidak mengatakan kalau matamu rusak," ucap Mazaya sejatinya ia sedang mengelak dari kenyataannya.

"Ya, terserah kamu," ucap Rana sudah malas berdebat.

Semalam juga mereka habisnya dengan berdebat seputar suap-menyuap dan coklat. Hingga akhirnya, Rana mengalah dan langsung menyuruh Mazaya untuk tidur.

Ceklek..

Pintu terbuka. Orang tua Mazaya masuk sambil tersenyum. Ralat, hanya Mama Ina lah yang tersenyum sedangkan suaminya menatap tajam Rana yang duduk di dekat Mazaya.

Rana yang menyadari posisi serta tatapan tajam itu pun langsung berdiri dan tersenyum canggung.

"Tante, Om," ucap Rana sedikit kikuk.

"Gak papa kok Rana. Anggap aja sebelah Tante ini gak ada wujudnya," ujar Mama Ina sadar perubahan Rana disebabkan oleh suaminya sendiri.

"Mama, kamu ini berdosa banget," rengek Papa Adi.

Mazaya dan Rana sudah tertawa kecil mendengar rengekan Papa Adi dan bahasa yang digunakan Papa Adi barusan.

"Diam!" ketus Mama Ina sambil menatap tajam suaminya.

"Sekarang aku tahu dari mana sikap ketus mu itu," bisik Rana kepada Mazaya.

Mazaya yang minim berpikir, mana tahu maksud Rana. Mazaya hanya menatap tanya Rana.

Dokter Penyembuh Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang