Seorang wanita dewasa tersenyum sangat manis walau ia sedikit memaksakan senyumannya lebih dari sebelumnya, mungkin sejak ia berjanji untuk menepati janjinya pada seseorang yang ia cintai. Wanita dewasa itu memandang benda luar angkasa yang bulat sempurna, di sisi-sisi benda luar angkasa itu ada para gemintang. Wanita dewasa itu semakin tersenyum dan kali ini, ia sudah menampakkan gigi rapi nan putih miliknya, dia adalah Mazaya.
"Hai, lama tidak bertatapan," ujar Mazaya.
Mazaya sedang berada di balkon sendirian.
"Apa kabar?"
"Pasti baik ya," kekeh Mazaya. Suatu kemajuan ia terkekeh sendiri, biasanya ada Alexsa, sahabatnya yang hanya bisa membuat Mazaya tertawa.
"Maaf ya, udah terlalu lama aku gak mau lihat kamu bahkan aku benci kamu dan mereka yang selalu menemani kamu."
"Kamu tahu kan alasannya?"
"Yap benar sekali, kamu mengingatkan aku padanya yang sudah pergi jauh dari aku." Senyum Mazaya langsung memudar. Ia menghela napasnya.
"Kamu tahu, aku benci kamu karena kamu salah satu kenangan yang bisa mengingatkan aku padanya dan aku tidak mau mengingat kenangan itu."
"Itu..Menyakitkan," lirih Mazaya. Matanya bahkan sudah memerah akibat membendung air mata.
"Tapi, sekarang aku udah sanggup, aku kuat dan aku hebat bukan?" Mazaya tersenyum lalu menitikkan air matanya.
Mazaya memejamkan mata sejenak, dadanya kembali menghantarkan sesak.
"Pak," lirih Mazaya sambil membuka matanya lalu memandang angkasa.
"Bapak lupa beri Aya nasihat tentang kenangan, tapi gak papa, kali ini Aya harus berusaha sendiri bukan? Aya bisa kan Pak?" tanya Mazaya yang jelas-jelas tidak akan mendapatkan jawaban.
Mazaya menangis mengingat kenyataan yang sudah ia hadapi selama 4 tahun lamanya. Namun, ia tetap tidak bisa menerima.
"Kenapa begitu sulit Pak?" Mazaya menghela napasnya.
Mazaya menatap bulan yang terang benderang.
"Jika kemarin kamu iri dengan kedekatan aku dengannya. Saat ini, aku begitu iri denganmu. Walaupun kamu tidak bisa berdekatan dengan mereka, tapi mereka masih menemanimu walau jarak diantara kalian masih ada."
"Tapi, aku.." Mazaya kembali menitikkan air matanya.
"Aku bahkan tak bisa lagi memandangnya karena jarak diantara kami tidak akan bisa terhitung."
"Jarak diantara kami bukan tentang kilometer, ini lebih dari itu karena kami memang sudah berbeda dimensi."
Air mata Mazaya terus mengalir.
"Kamu senang bukan, bulan? Senang melihatku tersiksa dengan semua ini!"
"Bisakah kamu mengizinkan satu bintang jatuh dan menemaniku?"
"Dia pernah berkata, andai satu bintang jatuh tiap kali dia merindukan aku. Dan sekarang aku yang merindukan dia."
Pemandangan di angkasa sangatlah indah malam itu bagi Mazaya mungkin karena ia memang tak pernah memandang ke angkasa selama 4 tahun.
Setiap malam tiba, ia akan tetap di dalam ruangan. Jika keluar pun, ia memilih memandang ke arah lain yang penting tidak memandang ke atas.
Tak lama bintang pun jatuh, Mazaya kembali menangis. Entahlah apa artinya. Ia merasa bahwa bulan berbuat baik padanya.
"Bulan, rinduku padanya bahkan tak bisa terhitung dan jangan kamu izinkan mereka kembali jatuh karena aku tak ingin kamu merasakan apa yang aku rasakan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter Penyembuh Hati (SELESAI)
Romance[Romance~Comedy] Baca terlebih dahulu "Kenapa Pergi?" biar nyambung😁 Jangan lupa follow dan vote serta komen karena Mak suka baca komen dan balas🥰 ------------------------------------ Rana Putra seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Dokter muda...