21| Pengusiran

771 59 2
                                    

Mazaya dan Rana sudah keluar dari kediaman Amora. Dengan kesal Mazaya jalan di belakang Rana.

"Ngapain jalan di belakang? Mau jadi buntut aku?" tanya Rana menoleh ke belakang.

Mazaya hanya memalingkan wajahnya, ia sudah terlanjur merajuk.

Rana mengedikkan bahunya lalu kembali berjalan menuju mobilnya bersama Mazaya yang tetap di belakangnya.

Mereka berdua memasuki mobil Rana, selama perjalanan hening, tidak ada yang ingin membuka obrolan.

Rana merasa bosan karena sosok di sampingnya seperti makhluk astral.

"Kamu kenapa?" tanya Rana lembut sambil menoleh sekilas ke arah Mazaya yang manyun. Gemas sekali, pengen cium, pikir Rana.

"Gak ada!" Ketus Mazaya tanpa menoleh sedikit pun.

"Kamu marah kenapa coba?" geram Rana.

"Kapan aku marah, gak ada tuh!"

Wanita mulai berdusta, batin Rana.

"Jadi ini sekarang kamu kenapa?" Rana kembali sabar.

"Gak papa."

"Gak papa nya wanita itu pasti ada apa-apa," ucap Rana yakin dengan perkataannya.

"Aku gak papa," ucap Mazaya serak.

Dan akhirnya air mata Mazaya menetes.

Rana langsung menghentikan kendaraannya dan memarkirkan di pinggir jalan.

"Coba bilang sama aku, kamu kenapa? Tadi baik-baik aja, masih ketus terus sekarang tiba-tiba nangis," ujar Rana lembut, ia bingung dengan sosok wanita yang ia pandang sekarang.

"Aku gak papa," lirih Mazaya.

Rana langsung membawa Mazaya ke dalam pelukannya, mengusap-usap punggung Mazaya agar tenang.

"Udah jangan nangis, nanti kamu jadi jelek," ucap Rana.

"Enak aja!" Ketus Mazaya.

Mazaya juga tak tahu kenapa dirinya justru menangis.

"Kamu mikirin apa?" tanya Rana.

"Enggak tahu," jawab Mazaya jujur.

Rana menghela napasnya kasar. Menghadapi Mazaya harus ekstra sabar.

"Udah jangan nangis kayak gini, gak ada angin gak ada hujan kamu malah nangis," kekeh Rana mendapatkan sikutan dari Mazaya.

Setelah drama Mazaya menangis selesai, Rana kembali menjalankan mobil menuju rumah sakit.

Tak lama sampailah mereka di rumah sakit. Mereka turun dari mobil lalu berjalan beriringan menuju ruangan Alexsa.

Ceklek

Pintu ruangan Alexsa terbuka, masuklah Mazaya dan Rana langsung disambut antusias oleh kedua orang tua Mazaya.

"Gimana udah selesai?" tanya Mama Ina.

"Sudah Tante," jawab Rana.

"Kamu apakan putri saya sampai lecek gitu wajahnya?" tanya Papa Adi sinis.

Rana menoleh ke arah Mazaya dan benar muka Mazaya lecek alias murung sedih.

"Aya gak papa," ucap Mazaya.

Mazaya lalu duduk di sofa dalam ruangan itu. Bersandar lalu memejamkan matanya. Entah kenapa ia mendadak sedih padahal tadi masih baik-baik saja bahkan ketus dengan Rana.

Semua orang tampak bingung dengan perubahan Mazaya.

Mama Ina memberikan isyarat pada Rana yang mengangguk paham.

Dokter Penyembuh Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang