23| Accident

888 58 0
                                    

Rana memandang sosok yang ia cintai, siapa lagi kalau bukan Mazaya. Ya, saat ini Rana berada di kediamannya Mazaya karena Mama Ina lah yang menelponnya tadi dan menyuruhnya datang ke sini. Rana duduk di pinggir ranjang, matanya masih tertuju pada Mazaya yang terlihat kacau. Ia sedikit lega karena bisa melihat langsung pujaan hatinya walau ia cemas dengan keadaan Mazaya saat ini.

"Tante keluar dulu ya," ujar Mama Ina yang diangguki Rana.

Pintu kamar memang sengaja tak ditutup oleh Mama Ina, takut kebablasan pula nanti mereka, pikir Mama Ina.

Rana mengusap puncak kepala Mazaya sambil menyingkirkan helaian rambut yang mengganggu wajah Mazaya.

Rana tersenyum, akhirnya ia bisa melihat Mazaya walau kondisi Mazaya seperti ini.

Mama Ina sudah menjelaskan keadaan Mazaya tadi. Ingin rasanya Rana memarahi Mazaya saat ini juga, tapi ia sadar Mazaya sedang tertidur.

Rana melihat sekeliling, kamar yang berantakan, pikir Rana. Mata Rana menangkap sesuatu.

Rana berjalan dan menggapai sebuah foto bisa ia lihat dengan jelas foto siapa itu. Ya, foto Mazaya dengan Pak Rehan dosen di kampusnya dulu.

Ada hubungan apa mereka sebenarnya, pikir Rana.

"Kamu ngapain ke sini?" tanya seseorang dengan suara yang serak khas bangun tidur dan akibat lelah menangis mungkin.

Rana menoleh ke sumber suara. Ya, itu adalah suara Mazaya.

"Kamu sudah bangun?" tanya Rana menghampiri ranjang Mazaya kembali.

Mazaya tak menjawab membuat Rana menghela napas pelan.

"Mana yang sakit?" tanya Rana lembut.

Lagi dan lagi Mazaya tak merespon.

"Ya sudah kalau begitu aku pulang saja," ujar Rana sambil berdiri, tapi langsung dicekal Mazaya. Pandangan mereka bertemu.

"Jangan tinggalin aku," ucap Mazaya dan kembali menangis.

"Udah jangan nangis, aku gak bisa lihat kamu menangis, itu salah satu kelemahan ku," ujar Rana sambil memeluk Mazaya erat.

"Aku gak nangis," lirih Mazaya.

"Iya gak nangis, cuma mewek doang," kekeh Rana dan mendapatkan sikutan dari Mazaya.

"Gak bisa serius apa!" Ketus Mazaya.

"Aku serius dari awal, tapi kamu malah nyuruh aku pergi," ucap Rana.

"Jangan ungkit itu," gumam Mazaya.

Mazaya kembali menangis karena tersinggung dan mengingat kebodohannya hari ini.

Rana membiarkan saja Mazaya menangis, toh makhluk dalam dekapannya memang hobi menangis. Hobi kok menangis, pikir Rana.

Beberapa menit hanya terdengar suara tangisan Mazaya dan tarik ulur ingus Mazaya. Rana yang mendengar hanya bisa mengulum senyum, ia tak jijik sama sekali bahkan menurutnya itu sangat menggemaskan apa lagi wajah Mazaya itu sangat lucu ketika menangis ditambah lagi Mazaya mendusel-dusel di dadanya. Geli, itulah yang Rana rasakan. Jangan lupakan bajunya sudah basah akibat air mata Mazaya. Bahkan sesekali Mazaya meninggalkan ingusnya di baju Rana.

"Kalau orang nangis tuh di pujuk bukan didiemin gini," ucap Mazaya pelan, tapi masih bisa di dengar Rana.

"Lah..mau di pujuk juga ternyata," kekeh Rana. Jiwa humoris Rana memang kelewat batas.

"Ehmm," gumam Mazaya sebagai jawaban iya.

"Mau di pujuk kayak mana, sokk bilang?"

"Kamu ihhh..udah ah pergi sana!"

"Ok..byee," goda Rana hendak berdiri, tapi dengan cepat Mazaya peluk.

"Jangan pergi," gumam Mazaya dalam dekapan Rana.

Mereka terdiam untuk sesaat dan sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing.

"Mengenalmu termasuk sebuah anugerah, tapi kepergianmu adalah sebuah penderitaan," ucap Mazaya.

Rana diam setelah mendengar penuturan Mazaya barusan.

"Kamu mengatakan itu untuk aku atau dia?" tanya Rana.

"Kalau kamu gak mau cerita, bagaimana aku bisa tahu semuanya," ucap Rana.

Tidak salah bukan, jika Rana ingin tahu semuanya. Dan sikap Mazaya seperti ini membuatnya semakin bingung.

"Aku melakukan apa yang kamu inginkan. Asal kamu tahu, aku tersakiti dengan perkataan kamu. Kamu ngusir aku Mazaya."

Mazaya menatap mata Rana begitu juga dengan Rana.

"Ya, sebelumnya aku minta maaf udah singgah di hidupmu walau aku ingin sekali menetap, tapi kamu tak mengizinkan itu, ya..aku mengerti itu karena kamu sudah...memiliki DIA." Rana membuang napasnya kasar.

"Rana..."

"Cukup Mazaya," potong Rana cepat. Entahlah ia rasa emosinya ingin meledak.

"Kamu ingin aku pergi, OKE aku pergi, kamu tenang aja," ujarnya lagi.

"Bukan itu maksud aku Rana," ucap Mazaya menahan tangisannya.

"Udah cukup! Jangan nangis lagi," ucap Rana membentak sedikit membuat Mazaya kaget.

"Kamu butuh waktu untuk berpikir dan mengambil keputusan," ujar Rana melembut.

"Aku juga ingin berpikir lagi, apa aku pantas memperjuangkan kamu saat kamu sudah menjadi milik orang lain. Ahh, kamu tahu jawabannya bukan," ujar Rana penuh penekanan karena ia sadar diri.

Rana tersenyum tipis, "Berbahagialah kamu dengan dia, aku tak akan mengusik hidupmu lagi. Cukup sampai di sini dan..aku menyadari kesalahanku. Tolong, sampaikan maafku padanya karena sudah mengusik wanitanya yaitu kamu," ucap Rana lalu pergi meninggalkan Mazaya yang mematung di ranjangnya.

Mazaya hanya bisa mematung setelah mendengar penuturan Rana. Ini salah, tapi bagaimana cara menjelaskan semuanya pada Rana sedangkan aku tak sanggup, pikir Mazaya.

Sekian detik mematung, Mazaya langsung berlari menuruni tangga. Kenapa rumah ini besar sekali, pikir Mazaya.

Mazaya terus berlari sekencang mungkin untuk mengejar Rana. Ia tak mau kehilangan Rana, ia tak mau Rana pergi dari hidupnya. Penyesalan memang muncul di akhir, tapi tak salah bukan jika ia ingin memperbaikinya. Dan Mazaya sudah berjanji pada dirinya tadi akan mengatakan semuanya termasuk tentang DIA.

Setelah hampir sampai di lantai dasar, Mazaya bisa melihat Rana yang sedang salim dengan kedua orang tuanya. Lalu, ia berlari menuruni tangga.

"RANA TUNGGU!" Teriak Mazaya sambil berlari.

Brukk...

"Mazaya!" teriak Mama Ina dan Papa Adi

Mazaya terjatuh dari tangga. Semua orang langsung berlari mendekati Mazaya yang sudah terkapar tidak sadarkan diri.

"Mazaya!" Panggil Rana, tapi tidak ada respon sama sekali.

"Rumah sakit!"

Rana langsung menggendong Mazaya dan berjalan secepat yang ia bisa menuju mobilnya.

Di perjalanan, Rana masih berusaha menyadarkan Mazaya. Seketika ia lupa diri kalau profesinya dokter. Ia hanya menepuk-nepuk pelan pipi Mazaya berharap bangun. Bahkan ia tidak menyadari kalau Mazaya itu pingsan.

Sampai di halaman rumah sakit, Rana kembali menggendong Mazaya dan membawanya masuk.

"Mazaya kenapa Rana?" tanya Dokter Aryo datang karena ia melihat Rana yang menggendong Mazaya tadi.

Rana tak menjawab karena ia panik terhadap Mazaya.

Setelahnya, Mazaya diperiksa di dalam. Walau Rana seorang dokter di rumah sakit itu, ia tak diizinkan ikut masuk.

Semua orang cemas sambil menunggu dokter dan suster keluar.

Rana hanya bisa mondar mandir saja, jelas ia mencemaskan Mazaya. Dan ia juga merasa bersalah.

*****
Bikin tegang check😂
Part sebelumnya gantung, part ini tegang.

Dokter Penyembuh Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang