Surat ini untuk Sasmita Anindyaswari. Saya menulisnya di pagi hari, semoga kamu dapat membacanya barang sekali.
Saya ucapkan terima kasih,
Padamu yang telah mengukir cerita dibalik aksara yang penuh akan makna.
Saya titipkan sebait kata perihal rasa kepadamu, lewat sang pencipta tanpa rasa ragu.Sasmita, saya selalu suka mendengar pengkhayatan dalam suaranya, pun caramu mengeluarkan setiap kata. Lantas, pipimu merona setiap melihat ke arah saya.
Namun, semesta menerpa dengan berbagai riak warna yang terurai seiring jalinan waktu yang membuyar. Ragamu seiring terlihat di ujung garis khayal, terhampar bagai lautan, tetapi kerlipnya menyerupai bintang—jauh tak tergapai.
Sasmita, saya terlalu jatuh pada pesonamu hingga lupa bahwa sebinar bintang tak dapat digapai dengan mudah.
Dan untuk itu, Sasmita, bilamana surat ini telah berada dalam genggammu, artinya saya telah melepasmu. Saya menyerah Sasmita. Semesta tak mengizinkan kita bersama. Saya dan kamu terbatas oleh waktu.
Dengan ini saya pamit. Semoga bahagia selalu, Sasmita Anindyaswari.
°°°
Surat itu kubaca saat perjalanan di kereta menuju kota pelajar. Tak terasa, waktu silih berganti. Aku telah mengenyam pendidikan tinggi di sebuah institut seni di kota Bandung.
Entah kenapa aku rela jauh-jauh ke sana, padahal di kotaku sendiri terdapat institut seni.
Mas Abhim telah pergi 2 tahun yang lalu. Dan saat ini aku tengah menjalani libur semester dan berniat mengunjungi kota kelahiranku—Yogyakarta, sebuah kota sederhana penuh makna yang selalu membuatku bertanya, kapan ya bisa kembali ke sana?
Dan hari ini adalah jawabannya. Aku rindu Abhimanyu. Sesampainya di sana, aku akan bercerita bagaimana kehidupanku selepasnya pergi—hingga kini diriku yang telah terpaut status sebagai tunangan seorang Devan Julian.
Abhimanyu, tunggu di sana ya. Sasmita akan mendongengkan sebuah cerita hidupnya.
°°°
TAMAT
TERIMA KASIH BANYAK KEPADA KALIAN YANG TELAH MEMBACA HINGGA AKHIR.
KAMU SEDANG MEMBACA
GATA ABHIMANYU ✓
Fanfiction[COMPLETED DAN BELUM REVISI] "Kenapa nama-mu Abhimanyu? Seperti tokoh pewayangan saja." itulah kalimat yang berulang kali kutanyakan padanya kala raganya masih dapat kurengkuh erat. Ia selalu menggeleng, "saya gak tahu. Akan saya beri tahu kalau say...