Amel di tawari uang senilai dengan jumlah yang harus ia bayar pada rentenir, sementara itu Evan ingin imbalan dari gadis di depannya, tentu saja... tidak ada yang gratis di dunia ini, Evan ingin Amel menjadi pengantinnya. "Kita tidur seranjang lagi?" Amel menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Merasa kikuk dengan pertanyaannya sendiri. Kenapa ia merasa malu? "Kamu mau kita pisah ranjang?" Amel melongo, kemudian mengibaskan tangannya, "bukan gitu maksud aku!" "Ya, terus gimana?" "Kita pisah kamar aja?" "Loh kenapa?" Evan bertanya bingung. "Ranjangku cukup kok buat kita berdua," ucap pria itu, sedikit mengulas senyum tipis kala melihat Amel sedikit gelagapan. "Bukan gitu, Van..." "Ya gitu gimana sih, Mel? Ga paham aku," jelas Evan. "Kita kan cuma nikah kontrak," ujar Amel sambil bercicit di akhir kalimat, hatinya merasa tidak nyaman mengucapkan kalimat itu, bukankah dulu itu keinginannya? "Yang kontrak itu kan perjanjiannya, nikahnya Sah kok, Mel! Nggak salah kalau kita tidur bareng." Amel terdiam. Merasa kalah telak dengan ucapan Evan. Pernikahan mereka Sah, secara hukum dan agama. Yang kontrak hanya perjanjiannya saja. Amel termenung. Benar juga. Lalu, apakah mereka akan menemukan bahagia di antara lika-liku rumah tangga?