Dorothea berjalan setengah melamun menuju ke rumah. Sekali-kali menendang kerikil kecil yang dekat dengan kakinya. Jalanan sudah sepi. Gadis itu merasa terbantu dengan ketenangan yang ada. Pikiran masih melayang ke percakapan tadi. Juga kemana si Rambu Putih pergi.
"Ugh, semoga Yamada-sensei tidak membahasnya lagi besok," gumam gadis itu.
Dia menghela napas dan mengusap wajahnya. Hanya bisa berdoa agar tidak dicap bergaul dengan pengedar informasi di gang gelap atau semacamnya.
"Sungguh hari yang buruk."
"Oh, ini baru akan jadi lebih buruk."
Langkah Dorothea berhenti.
Dia berbalik. Tampak seseorang berdiri di sana. Wajahnya separuh tertutup tudung hitam dari jubah. Ada seringaian besar di wajahnya. Memamerkan gigi-gigi kuning yang tak rata.
"Dorothea Tuning!"
Suaranya berat. Dia laki-laki.
Dan darimana dia tahu namaku?
Si pria merentangkan tangan ke samping. Lengan jubah hitam panjang tertarik. Mata emas Dorothea membulat. Langkahnya tersentak mundur.
Lambang di pergelangan pria itu jelas di bawah cahaya senja. Ular yang menggigit ekornya sendiri.
Ouroboros.
"Mistress sangat ingin bertemu denganmu!!"
Dan dia menerjang.
Detik terakhir, Dorothea berkelit. Menghindari serangan pria itu. Mata menangkap kilatan bilah dalam genggamannya.
Belati.
Gagangnya berbentuk ular, terbesit di benak. Gigi gadis itu meringis.
Orang ini The Silent Hands.
Dorothea menarik pisau lempar dari saku. Tangannya terangkat. Tetapi berhenti di udara.
Tunggu, ini manusia, bukan demon. Apa aku bisa—
Pria Bertudung menyerang lagi. Belati terhunus. Menyerempet ujung jas Dorothea saat gadis itu menghindar ke belakan si pria.
Sialan! Lupakan dulu soal moral!
Tangan Dorothea terayun. Pisau melesat di udara. Menancap pada bahu penyerangnya. Pria Bertudung meraung.
"KAU—!"
Pria itu berbalik. Bibir menggeram marah. Darah mengalir dari pisau. Membuat lengan jubah hitam semakin gelap. Dorothea menarik dua pisau lagi dari samping tasnya.
The Silent Hands itu memindah belatinya. Tampak mata hitam berkilat dari balik tudung. Dia marah. Dan frustasi. Entah pada diri sendiri atau pada gadis incarannya.
Tidak menyangka akan ada perlawanan, huh?
"JALANG KECIL—!"
"HEI!"
Langkah pria itu berhenti. Dia dan Dorothea sama-sama menengok ke sumber suara yang menyela mereka. Tampak orang lain di jalan.
Rambut ungunya terkibar angin.
Netra emas terbelalak.
Shinsou?!
"Apa yang kau lakukan?!"
"JANGAN IKUT CAMPUR BOCAH—"
Lalu diam.
Mulut pria bertudung terkatup. Hanya membeku di tempat. Dorothea memandang dengan bingung. Tidak sekalipun mengendurkan pegangan di pisaunya. Sampai dia teringat—
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal ; Interweave
FanfictionAlternate Universe dari 'Normal (A BNHA Fanfiction)'. Bisa dibaca sebagai stand alone. *** Hidup Midoriya Izuku berubah pada umur 4 tahun, saat dia tahu dia tidak mempunyai quirk. Dan mimpi menjadi Pahlawan pupus dari matanya. Akan tetapi, hidupnya...