Sinar matahari yang terik sejenak membutakan mata. Sebelum cahaya itu hilang dan menampakkan stadion maha besar yang penuh sesak oleh penonton. Sorak-sorai memenuhi udara. Suara Present Mic yang familiar bergaung di udara.
Itu tidak membantu kegugupan Dorothea.
"Ini ide buruk," gerutu si gadis. "Ini ide yang sangat buruk."
Mata emas menatap nanar ke deretan penonton yang sama banyaknya dengan Olimpiade Internasional. Tubuh gadis itu agak bergetar. Suara jeritan khalayak mulai membuatnya pusing.
Ugh, bicara soal demam panggung...
Izuku yang berdiri di sampingnya memberinya tepukan di punggung. Senyum simpatik terpatri di wajah. Dorothea membalasnya dengan senyum yang lebih kecut.
"Penontonnya banyak sekali."
"Yeah." Izuku terkikik. Ikut melirik ke sekitar. "Aku juga tidak menyangka skalanya akan sebesar ini."
"Tetapi sepertinya mereka tidak di sini untuk kita."
Celetukkan Shinsou membuat dua anak itu menoleh. Si rambut ungu hanya memberikan gestur ke Prodi Pahlawan.
Dan mereka langsung paham.
"Untunglah," dengus Dorothea pelan. "Kita benar-benar jadi figuran di sini."
"Kau mau menghindari spotlight, ya?"
Suara Eins terdengar. Hantu itu melayang dan 'menaruh' tangan di pundak si gadis. Dorothea tidak menjawab. Hanya sedikit mengangkat bahunya. Tawa makhluk transpan itu bergema di telinganya.
"Yah, aku akan menonton. Sampai nanti, Dorothea. Semoga beruntung!"
Dengan itu, sang hantu melayang menjauh. Menembus beberapa siswa yang ada di jalannya. Gadis itu hanya tersenyum kecil. Setidaknya Eins terlihat bersenang-senang.
"Waktunya perjanjian pemain!"
Kalimat itu diiringi suara lecutan di udara. Fokus semua anak langsung beralih ke panggung. Tampak seorang wanita berambut gelap panjang dengan—
Apa-apaan kostum itu?!
"Midnight, Pro Hero," bisik Izuku. Mendekatkan kepalanya ke Dorothea.
"Quirknya Somnambulist, mirip dengan quirk Anesthesia Monika, hanya saja dengan asap."
"Uh-huh, lalu ada apa dengan pakaiannya?"
"Uh, dia R-Rated Hero, jadi—"
"Mereka membiarkan orang seperti itu di sekolah?"
Izuku hanya meringis. Sementara si gadis menahan diri untuk tidak menepuk jidat. Sepertinya orang ini yang akan menjadi wasitnya.
"HARAP TENANG!"
Wanita itu—Midnight—melecutkan cemetinya lagi.
"Untuk perwakilan murid, kelas 1-A, Bakugo Katsuki!"
Izuku dan Dorothea langsung saling pandang.
Keduanya memerhatikan ketika 'teman' SMP mereka itu naik panggung dengan langkah yang mantap. Ekspresi kesal abadi—atau dalam kosa kata Dorothea, resting bitch-face—yang ada di mukanya juga tidak hilang.
"Taruhan dia akan mengatakan sesuatu yang bodoh atau arogan," ucap Dorothea sembari menyenggol Izuku. Sebelum dia berpikir lagi.
"Atau keduanya."
Izuku terkikik. Sementara Shinsou menatap kedua kawannya dengan air muka penasaran.
"Kalian kenal—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal ; Interweave
FanficAlternate Universe dari 'Normal (A BNHA Fanfiction)'. Bisa dibaca sebagai stand alone. *** Hidup Midoriya Izuku berubah pada umur 4 tahun, saat dia tahu dia tidak mempunyai quirk. Dan mimpi menjadi Pahlawan pupus dari matanya. Akan tetapi, hidupnya...