Kafe Yukimura's agak sepi sore itu. Jadi, Dorothea dan Shinsou bisa mendapat tempat duduk di dekat jendela. Mereka melihat cahaya senja keemasan sembari menunggu pesanan mereka datang.
"Aku keluar dulu," ucap Eins, yang sedari tadi melayang di dekatnya. Dia tersenyum geli. "Aku tidak ingin mengganggu bonding moment kalian!"
"Itu juga yang kau katakan ketika aku makan dengan Todoroki..." decih Dorothea.
Sang hantu hanya tertawa. Melayang keluar menembus kaca. Tidak memberi penjelasan lain. Sang gadis mendengus. Namun tersenyum. Shinsou yang sedari tadi mengamatinya hanya mengangkat alis.
"Eins?"
"Eins."
"Oke.., kapan Izuku datang?" tanyanya lagi.
Pandangan mata ungu terarah pada interior kafe yang hangat. Sangat nyaman. Pantas anak perempuan di depannya menjadi pelanggan setia tempat ini.
"Sebentar lagi, mungkin?" Dorothea mengangkat bahu.
"Aku sudah mengirimkan pesan padanya. Tapi, kau tahu Izuku. Dia mudah lupa waktu kalau soal membuat alat-alat baru."
Kedua anak itu terkikik kecil. Teringat pada beberapa hari sebelum Festival Olahraga. Izuku menghabiskan semua waktu istirahatnya di Development Studio. Merancang berbagai benda bersama Hatsume. Dorothea dan Shinsou sampai harus menyeretnya untuk makan siang. Sang gadis bahkan mengancam akan mencekoki anak itu roti isi jika dia tidak mengambil waktu untuk rehat.
Pembicaraan mengalir tanpa arah setelah beberapa saat. Ketika topik tiba-tiba sampai soal senjata. Untung tidak banyak pengunjung lain di sana. Kalau tidak, mereka pasti sudah banyak dilirik. Mengingat bahasan itu agak jarang dibicarakan oleh dua remaja.
"Kenapa pisau?" tanya Shinsou.
Dorothea berdehum. Tangan mengetuk meja.
"Tidak ada alasan khusus. Benda itu kecil, mudah dibawa. Itu yang paling utama untukku," jawabnya.
"Selain itu, pisau bisa menjadi senjata jarak jauh maupun dekat. Lalu, aku menemukan cara mengaplikasikan quirkku untuk membuatnya lebih efektif. Logis jika itu sekarang menjadi pilihan pertama."
Mendengar penjelasan Dorothea, Shinsou mengangguk. "Tidak ada salahnya punya satu-dua pisau di tangan, huh?"
"Yep." Dorothea tersenyum. "Kau tidak tahu kapan itu bisa berguna."
Shinsou mengosok lehernya. Mata violet memandangi anak perempuan di depannya. Rasanya wajah Dorothea tidak cocok dengan kebiasaan membawa benda tajam.
Seseorang kadang bisa penuh dengan kejutan.
"Mungkin aku juga perlu senjata. Kau ada saran?"
"Hmm..."
Dorothea berdehum. Cukup keras hingga Shinsou bisa mendengar. Gadis itu menggosok dagu. Sepertinya sungguh memikirkan pilihan dengan baik.
"Ada dua kelompok standar untuk senjata The Children. Senjata jarak dekat seperti pedang atau katana. Ada juga senjata jarak jauh. Pistol, crossbow, semacam itu."
Jeda sebentar. Dorothea menggaruk kepala sedikit. Lalu melanjutkan.
"Biasanya, aku akan menyarankanmu untuk mencari tipe senjata yang menyempurnakan quirkmu. Tetapi, mengingat quirkmu bukan offense type, kupikir kau bisa memakai senjata apapun tanpa berpengaruh. Seperti Nikky."
Jari lentik berderap di meja. Mata emas menatap langit-langit, tetapi jelas fokusnya bukan itu.
"Jujur, aku tidak tahu seberapa efektif senjata kami untuk menangkap Penjahat. Mengingat—yah, Pemburu biasanya membunuh demon. Bukan menangkap mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal ; Interweave
Fiksi PenggemarAlternate Universe dari 'Normal (A BNHA Fanfiction)'. Bisa dibaca sebagai stand alone. *** Hidup Midoriya Izuku berubah pada umur 4 tahun, saat dia tahu dia tidak mempunyai quirk. Dan mimpi menjadi Pahlawan pupus dari matanya. Akan tetapi, hidupnya...